Ketua Komite I DPD RI Andi Sofyan Hasdam saat dalam perjalanan menuju Tihi-tihi (aset: agu/katakaltim)

Reses Andi Sofyan Hasdam, Sehari Menembus Lautan

Penulis : Agu
5 November 2024
Font +
Font -

BONTANG — Tak gampang jadi pejabat. Apalagi pejabat dengan julukan “perwakilan”. Terlebih jika hidup di Kota Bontang, yang banyak pulaunya. Perlu menembus lautan. Itulah yang dilakukan Andi Sofyan Hasdam satu hari ini, Selasa (5/11/2024), sejak pagi hingga petang.


Perjalanan ke Selangan

Baca Juga: Mantan Wali Kota Bontang Andi Sofyan Hasdam (aset: pribadi)OPINI Andi Sofyan Hasdam: Banjir Sebagai Masalah Mendesak

Ketua Komite I DPD RI itu, memulai perjalannya pada pukul 10:10 Wita di Kelurahan Tanjung Laut. Didampingi beberapa timnya yang gesit mempersiapkan semua kebutuhan reses di beberapa pulau.

Mereka bergerak cepat menumpang di kapal berukuran sedang. Dinahkodai seorang paruh baya. Perkiraan umurnya lima hingga enam dekade. Tampak memang sangat senior dalam hal mengemudi kapal.

Perjalanan dimulai setelah kapal keluar dari tambatnya. Kampung pertama yang dikunjungi adalah Selangan. Sekitar 30 menit dari daratan Kota Bontang.

Kampung Selangan Bontang (aset: agu/katakaltim)

Kampung Selangan Bontang (aset: agu/katakaltim)

Sampai pada pukul 10:40 Wita, Andi Sofyan menggunakan baju putih disambut hangat warga Selangan. Lebih kurang dua puluh orang berkumpul untuk bertemu dan berbagi harapan serta keluhan mengenai kehidupan sehari-hari mereka.

Beberapa dari mereka bahkan melontarkan tanya, masukan, sekaligus keinginan. Misalnya masalah peningkatan kualitas pendidikan. Termasuk aspirasi yang mereka ejawantahkan adalah bedah kampung.

Reses di Tihi-tihi (aset: agu/katakaltim)

Reses di Tihi-tihi (aset: agu/katakaltim)

Konsep bedah kampung berbeda dengan bedah rumah, kata Andi Sofyan. Bedah kampung merupakan pembenahan seluruh bangunan yang dianggap tidak layak huni. Sembari ia memperlihatakan beberapa rumah reyot, memperjelas bahwa Kampung Selangan harus dibenahi.

Andi Sofyan pun mencatat beberapa rumah yang tampak tidak layak huni itu agar diberikan perhatian segera melalui program tepat sasaran. Supaya tiap-tiap keluarga dapat hidup dalam keadaan nyaman dan aman.

Tak sampai di situ, warga sekitar juga ingin agar akses jembatan yang terhubung langsung ke Loktunggul. Pembangunan ini dinilai warga dapat memperlancar mobilitas transportasi darat tanpa harus bergantung pada laut lagi.

Perjalanan ke Tihi-tihi

Sekitar 30 menit di Kampung Selangan, pria 6 dekade tadi segera membunyikan mesin ketintingnya. Semua kembali mengarungi lautan. Kali ini ke Tihi-tihi. Perjalanan agak jauh. 60 menit-an barangkali.

Pria 6 dekade itu memang terbukti pandai menyetir perahunya. Pun ombak sedikit tinggi, mungkin hampir setengah meter, kapal tetap saja berlayar dengan mulus. Alasannya, lelaki itu tidak melawan ombak. Andi Sofyan pun tampak tenang menikmati suasana. Meski matahari hampir membakar.

Tampak PT Badak dari kejauhan (aset: agu/katakaltim)

Tampak PT Badak dari kejauhan (aset: agu/katakaltim)

Dari kejauhan, Kota Bontang sudah agak samar. Bahkan sebagian besar Kota Taman itu dihalau tetumbuhan mangrove. Mamun, tak demikian dengan salah satu perusahaan. Terlihat jelas megahnya. Itulah Badak.

Sekalipun disengat panasanya matahari, pemandangan burung dan lompatan ikan menjadikan suasana semakin menarik. Ditambah lagi guyonan Andi Sofyan yang mencairkan suasana, bahkan menyuntikkan semangat perjalanan ke kampung selanjutnya.

Musholah di Tihi-tihi (aset: agu/katakaltim)

Musholah di Tihi-tihi (aset: agu/katakaltim)

Akhirnya, sampai di Tihi-tihi, perkiraan pukul 12:20 Wita, Andi Sofyan bergegas mencari rumah ibadah, Musholah. Semua tim juga ikut mengambil wudhu dan sholat berjamaah. Dipimpin langsung Andi Sofyan.

Sebagian warga sudah menunggu. Mereka tentu tak menunggu lama setelah Andi Sofyan memasuki ruangan yang sudah dirapikan. Seketika saja, Andi Sofyan bernada santai, meminta apa saja keluhan warga.

Penduduk Laut Bukan Hanya Nelayan

Curhatan kali ini setidaknya dihadiri 50-an orang Kampung Tihi-tihi. Salah satu warga, namanya Mustari Sanusi, awal pembicaraannya mengaku kagum atas model kepemimpinan Andi Sofyan, yang sempat menjadi Wali Kota Bontang 2 periode.

Setelah memberi pengantar, bahwa pihaknya punya tim atau kelompok yang fokus dalam mengembangkan komoditi rumput laut, Mustari pun memberi usulan kepada Andi Sofyan. Termasuk berbagai kendala dalam pengembangan rumput laut. Pertama adalah modal, dan kedua adalah pelatihan (workshop).

“Kita kurang modal puang (Andi Sofyan). Termasuk juga kebutuhan workshop puang,” ucapnya meyakinkan.

Warga Tihi-tihi (aset: agu/katakaltim)

Warga Tihi-tihi (aset: agu/katakaltim)

Lebih lanjut Mustari membeberkan bahwa penduduk di Tihi-tihi, kerap dianggap seluruhnya adalah nelayan. Padahal tidak semua. Bahkan ada banyak yang bekerja di daratan menjadi tukang. Mustari menilai karena pekerjaan nelayan tidak lagi menjanjikan.

“Nelayan itu (sudah) kebanyakan menjadi tukang pak, karena (nelayan) tidak menjanjikan lagi. Boleh disurvei pak,” pintanya.

Meresapi penjelasan warga, Andi Sofyan pun menilai problem ini sangat menarik untuk dikaji. Apa alasan banyak warga di pulau ini tidak betah menjadi nelayan? Apakah karena peralatannya yang tak memadai? Atau? Entahlah.

Tidak mengulur waktu, Andi Sofyan pun mencatat dan mengaku berupaya melakukan komunikasi dengan pihak tertentu dan menuntaskan persoalan ini. Karena bagaimana pun, Andi Sofyan punya peluang lebih besar lantaran kursinya ada di Jakarta, di mana seluruh kebijakan dapat diintervensi dari sana.

Perjalanan ke Malahing

Setelah berbincang dan foto bareng warga Tihi-tihi, sembari meneriakkan jargon “Siapa Kita, Indonesia!!!” sebanyak dua kali, Andi Sofyan bersama timnya melanjutkan perjalanan ke kampung terakhir hari ini, yaitu Malahing.

Perjalanan juga cukup lama, mungkin 1 jam lebih. Situasi masih hampir sama. Panas. Sedikit-sedikit air muncrat ke perahu setelah ombak yang malu-malu menghantam kapal. Kali ini, meski malu-malu, ombaknya sudah mulai melawan. Agak cepat dan tampak lebih besar.

Perjalanan ke Malahing (aset: agu/katakaltim)

Perjalanan ke Malahing (aset: agu/katakaltim)

Namun perilaku pria 6 dekade tadi, juga masih sama sejak perjalanan dari Selangan ke Tihi-tihi, berupaya tak melawan ombak. Mesin tetap bugar dan makin kencang sambil fokus menatap ke depan.

Semuanya keroncongan, termasuk Andi Sofyan. Hidangan yang sejak tadi pagi dibawa timnya, kini dibuka bersama-sama. Isinya nasi padang ternyata. Nikmat sekali. Nikmatnya bertambah tatkala menyaksikan nelayan saling pentas membalap perahu kecilnya, tak lebih besar dari perahu tumpangan Andi Sofyan.

Sepanjang lintasan Tihi-tihi ke Malahing, tak sedikit jaring ikan terhampar di lautan. Nelayan-nelayan tampil menarik-narik jala bersama anaknya yang, barangkali, masih berusia 9 tahun. Masih SD.

Ada yang melintas dengan kecepatan penuh seraya nahkodanya berdiri menggunakan topi jerami. Mungkin sambil mengemudi. Orang Bontang memang keren.

Malahing (aset: agu/katakaltim)

Malahing (aset: agu/katakaltim)

Sebentar lagi sandar di Malahing, dari kejauhan tampak lagi nelayan. Didekati, sudah hampir tua. Barangkali seumur Andi Sofyan, menghampiri 70 tahun. Semakin dekat-semakin dekat, terpampang bahasa “Selamat Datang, Better Living in Malahing”.

Kedatangan senator kembali disambut warga, utamanya pak RT 30 Malahing. Nasir namanya. Warga juga sudah berdatangan. Setidaknya ada 30 sampai 40 warga. Hanya duduk sebentar, serap aspirasi pun berlangsung.

Di sana warga punya banyak permintaan. Mulai dari fasilitas olahraga, rumah yang rusak dan sebagainya. Namun warga, utamanya Pak RT, menekankan agar secepatnya rute perahu dikeruk karena pasir atau tanahnya sudah semakin tinggi. Orang bisa melintar kalau air pasang.

Katanya, kadangkala anak sekolah pulang ke rumahnya di waktu sore. Menunggu air pasang. Terlebih lagi jika ada yang sakit, atau sedang ingin melahirkan, otomatis menggunakan jalur yang agak jauh.

“Kalau bisa diperdalam pak. Itu cuma sedikit, sekitar 500 meter jaraknya. Kasihan kalau anak-anak kita pulang sekolah biasa sore. Karena air surut. Apalagi kalau ada yang sakit pak,” keluh Nasir.

Andi Sofyan pun mengindahkan permintaan warga itu dan mengaku bakal mengupayakan kendala ini dapat diselesaikan.

Reses di Malahing (aset: agu/katakaltim)

Reses di Malahing (aset: agu/katakaltim)

Pertemuan yang berlangsung sekitar 20 menit itu, ditutup dengan semangat warga yang tampak penuh harap kepada pemerintah dan wakilnya.

Sesaat setelah pulang, Andi Sofyan dihidangkan kue bolu. Mungkin Bolu Cukke atau bolu biasa saja. Yang pastinya enak, walau hanya dipandang-pandang.

Kuenya tak habis. Masih tersisa satu. Tak ada yang bergegas mengambil. Kasihan. Dan tibalah waktunya pulang. Warga mengantar sampai ke gerbang Malahing. Semua tim pun naik kapal, termasuk jurnalis katakaltim.

Keberangkatan pulang (aset: agu/katakaltim)

Keberangkatan pulang (aset: agu/katakaltim)

Ketinting dibunyikan, kembali ingin menembus lautan. Dari kejauhan, salah satu warga tetap melambaikan tangan. Kini ombaknya beda. Makin melawan. Tak ingin dikelabui nahkoda senior. Kini ombak menghantam.

Rasa-rasanya bila dibayangkan seperti berlayar di Samudera Atlantik. Terbayang kematian di depan pelupuk mata. Rasanya sebelah kaki telah masuk di kuburan. Salah seorang ibu, pindah posisi ke belakang. Duduk manis seraya berdoa tiba dengan selamat.

Namun lelaki 6 dekade tadi juga melawan. Ombak makin tinggi mengikuti mesin yang lambat laun berbunyi makin keras. Tanda sang nahkoda tak mau kalah. Andi Sofyan awalnya tenang. Namun terlihat ia juga tak tahan. Ia tampak mengambil posisi seperti ibu yang baru saja diceritakan. Firman Paturungi justru malah ketawa melihat ombak makin besar. Sembari menoleh kanan-kiri.

Dengan segala doa, Nahkoda, Andi Sofyan, bersama timnya, berhasil menyelesaikan misi kemanusiaan, mendengar secara langsung keluhan ratusan warga, pun dengan sengatan matahari dan menembus lautan.

Perjalanan ini menunjukkan betapa pentingnya komunikasi antara pejabat dengan rakyatnya sekaligus menggugah dan mengunggah semangat kolaboratif dalam membangun masa depan bersama demi kesejahteraan

Tidak gampang memang jadi pejabat. Terlebih jika hidup di Kota Bontang. Perlu menembus lautan. Demikian potongan kisah Andi Sofyan Hasdam dalam reses DPD RI di kawasan pesisir Kota Bontang. (Ag/*)

Font +
Font -