BALIKPAPAN — Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Timur dan Utara (Kanwil DJP Kaltimtara) melakukan pelimpahan tersangka dan barang bukti dugaan tindak pidana di bidang perpajakan kepada Kejaksaan Tinggi Kaltim di Kejaksaan Negeri Balikpapan Kamis (14/11/2024).
Perlimpahan tahap II dilakukan PPNS Kanwil DJP Kaltimtara melalui Tim Korwas Ditreskrimsus Polda Kaltim.
Tersangka I bin HKA yang merupakan Direktur PT FK, diserahkan ke Kejaksaan Negeri Balikpapan karena dugaan melakukan tindak pidana di bidang perpajakan yaitu dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN dan/atau dengan sengaja tidak menyetorkan PPN yang telah dipungut.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh selama pemeriksaan, PT FK diketahui tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN dan/atau tidak menyetorkan PPN yang telah dipungut ke kas negara, padahal PT FK telah memungut PPN dari lawan transaksi dengan menerbitkan Faktur Pajak atas transaksi antara PT FK dengan pihak lawan transaksi (pembeli).
“Dugaan tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh Tersangka I bin HKA melalui PT FK dilakukan pada tahun 2019,” ungkap pihak Ditjen Pajak dalam keterangan resminya diterima katakaltim, Sabtu (16/11/2024.
Pasal yang disangkakan adalah pelanggaran Pasal 39 ayat (1) huruf c dan/atau Pasal 39 ayat (1) huruf i UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UUNomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
“Juncto UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi UU,” terangnya.
Pemulihan kerugian pada pendapatan negara termasuk sanksi yang harus dilunasi oleh Tersangka I bin HKA adalah sebesar Rp1.783.298.216,00.
Perbuatan pidana yang dilakukan tersangka I bin HKA diancam dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang bayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang bayar.
Dalam menjalankan upaya penegakan hukum (law enforcement) di bidang perpajakan, DJP mengutamakan upaya dan asas ultimum remedium dengan memberikan kesempatan kepada setiap tersangka untuk membayar pajak yang seharusnya disetorkan kepada negara, di atas primum remedium. (*)