SAMARINDA — Kepala Dinkes Kaltim Jaya Mualimin menyampaikan ada 4 dari 10 daerah di Kaltim yang sudah bebas dari perilaku buang air besar sembarangan (BABS).
Pernyataannya itu dia sampaikan dalam dialog membangun komitmen bersama menuju Kaltim Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) 2024, di Lamin Odah Etam, Samarinda, Senin (18/11/2024) kemarin.
Baca Juga: Dinkes Bontang Gelar Lomba PHBS dan LBS, Kelurahan yang Masih Lakukan BABS Tidak Diikutkan !!
Pun demikian, kata dia, 6 daerah lainnya sementara membuat capaian-capaian dan berjuang menarget 100 persen.
Baca Juga: Selain Masalah Gizi, Dinkes Kaltim Tekankan Pola Asuh dan Sanitasi Buruk Dapat Menyebabkan Stunting
“Hingga hari ini, capaian SBS desa/kelurahan per Kabupaten/Kota yang telah mencapai 100 persen SBS Desa/Kelurahan yakni Berau, Bontang, Samarinda dan Balikpapan, sedang 6 Kabupaten dan Kota lainnya masih belum,” kata Jaya.
Diketahui, agenda ini sekaligus momentum penyerahan penghargaan dari Pj Gubernur Kaltim kepada kabupaten/kota atas partisipasi mereka dalam aksi konvergensi percepatan penurunan stunting.
Agenda tersebut menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor demi mencapai sanitasi total berbasis masyarakat (STBM).
Lebih jauh dikatakan Jaya, pentingnya akses sanitasi yang aman dan higienis untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
“Tinja yang dikelola dengan aman dapat mengurangi risiko penyakit seperti diare, kolera, hingga stunting pada balita, yang menjadi salah satu isu kesehatan utama di Indonesia saat ini,” ungkapnya.
Pemerintah Indonesia, katanya, menargetkan 0 persen BABS dan 15 persen akses sanitasi aman pada tahun 2024.
Target itu hanya dapat dicapai melalui kerja sama lintas sektor, yang melibatkan pemerintah pusat hingga daerah, pihak swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, dan masyarakat itu sendiri.
Menurut Jaya, keberhasilan program SBS bergantung pada tiga komponen utama: Menumbuhkan kebutuhan masyarakat melalui pemicuan (demand), memastikan tersedianya layanan sanitasi (supply), dan menciptakan lingkungan pendukung (enabling environment).
Komponen ketiga itu didukung oleh peran aktif perangkat daerah, mitra kerja, serta penganggaran yang memadai dalam Program STBM. (*)