KUTIM — Posko Pengaduan Kelangkaan dan Tingginya Harga LPG atau Gas Melon yang dibuat Jaringan Masyarakat Sangatta (JMS), menerima ratusan laporan warga.
Koordinator JMS Alim Bahri mengatakan keluhan mereka hampir sama. Semuanya mengatakan sulit mendapatkan gas LPG.
“Kalaupun juga dapat, itu berada di harga yang cukup mahal. Repotnya lagi, di sini ada harga eceran tertinggi Rp21 Ribu, tapi pemerintah kita membiarkan Rp25 Ribu,” ucapnya kepada katakaltim, Selasa 4 Februari 2025.
Baca Juga: Disperindag Kutim Galakkan Upaya Peningkatan Kualitas Produk IKM
Kata dia, ada beberapa tuntutan pihaknya agar pemerintah segera tindaki.
Baca Juga: Ketua Bawaslu Kaltim Sebut Angka Pelanggaran Kampanye di Bawah 5 Persen
Pertama, mendorong pemerintah mengawasi setiap agen dan setiap pangkalan serta memasang spanduk sosialisasi terkait harga eceran tertinggi.
Pemerintah juga diminta membuka fokus grup diskusi atau forum dengar pendapat. Karena, alasan pihak terkait ini adalah masalah nasional.
"Karena mengherankan, Disperindag selalu mengatakan bahwa ini nasional gitu. Nah, saya pikir oke. Tapi kan kita punya kawasan masing-masing ya. pemerintah diberikan kewenangan di situ. Ya coba kita teliti," ucap Alim.
Disamping itu, dia menyebut, fenomena kelangkaan gas ini karena lambatnya pengiriman dari terminal pengisian gas.
"Masyarakat harus memahami bahwa di sini itu salah satu terminal pengisian gas. Itu ada di Sangatta Utara, di Kuta Timur. Nah, ini yang menghebohkan seakan-akan bahwa gas itu lambat datang, lambat apa?," cecarnya.
Lebih lanjut, dia menegaskan akan mengawal masalah ini hingga ke meja DPRD agar pemerintah segera bertindak.
"Kita meminta kelangkaan ini segera normal, harga juga harus Rp21 Ribu," tandasnya.
Menanggapi itu, Wakil Ketua I DPRD Kutim, Sayid Anjas, membenarkan hal tersebut.
"Memang ada wacana teman-teman untuk hearing. Saya bilang masukkan aja suratnya. Tadi masih diskusi ringan saja. Intinya kita akan segera mencari solusi lah agar kelangkaan ini segera teratasi," jelas Anjas di lokasi posko.
Sementara, Kepala Disperindag Kutim, Nora Ramadani, saat ditemui katakaltim di ruangannya, mengatakan mereka tidak bisa berbuat banyak. Karena ini kewenangan Pertamina dan Pemerintah Pusat.
"Pak Bupati langsung telepon saya. Nah langsung beliau menanyakan soal masalah ini. Saya menjelaskan bahwa itu tidak di Kutim saja, hampir se-Indonesia,” katanya.
“Kami Pemda tidak berani berpendapat itu karena sesungguhnya kewenangan dari pusat," sambung dia.
Menyusul terkait kebijakan aturan baru yang dikehendaki oleh Presiden Prabowo, untuk membuat aturan agar pengecer yang kini berubah nama jadi sub-pangkalan mendaftar ke aplikasi, Nora mengatakan hal tersebut lebih rasional dilaksanakan.
“Mengenai tata caranya segala macam itu nanti diatur regulasinya. Pak Bupati tanya datanya, tapi saya tidak punya datanya di sini karena itu di luar dari kewenangan ya,” katanya.
“Data pengecer tidak ada. Tapi kalaupun memang nanti ada upaya peningkatan itu, itu inisiasinya dari pedagang langsung, dan melalui sistem OSS," tandasnya. (*)