SAMARINDA — Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam Kaltim bersama Pusat Studi Perempuan dan Anak (PuSHPA) dan beberapa lembaga sosial lainnya, menggelar diskusi publik tentang implikasi revisi UU Minerba terhadap keselamatan warga di sekitar tambang.
Diskusi ini berlangsung di Gedung Integrated Learning Center Universitas Mulawarman (Unmul), Rabu 26 Februari 2025.
Film dan buku yang diluncurkan (dok: ali/katakaltim)
Selain diskusi, juga ada pemutaran film dokumenter dengan tajuk “Jika Kita Bersama” dan peluncuran buku berjudul “Datang, Menanam dan Bertahan”.
Baca Juga: Jatam Kaltim Desak Izin MCM Paser Dicabut, Buntut Kekerasan Pos Hauling
Film dan buku tersebut bercerita tentang masyarakat Kukar, Kecamatan Sebulu, Desa Sumber Sari, Dusun Merangan. Sebuah desa penghasil pertanian yang harus berjuang melawan bujuk rayu pertambangan ekstraktif.
Baca Juga: Menjelang Pilkada 2024, Legislator Bontang Imbau Masyarakat Gunakan Hak Pilih Dengan Bijak
Pihak Jatam, Mareta Sari, mengatakan peluncuran dua dokumentasi tersebut ingin menyampaikan kepada publik dan pemegang kebijakan tentang perjuangan masyarakat Sumber Sari melawan ancaman kerusakan lingkungan dari aktivitas pertambangan.
Mareta Sari, Jatam Kaltim (dok: ali/katakaltim)
"Ingin melaporkan kepada seluruh lapisan masyarakat termasuk beberapa instansi pemerintah untuk mengetahui peristiwa yang terjadi di desa sumber sari," ucap Mareta kepada katakaltim usai kegiatan berlangsung.
Sejumlah pihak seperti Polda Kaltim, Dinas Lingkungan Hidup Kaltim, DPRD Kaltim, Dinas Pertanian Kaltim, serta Akademisi, dihadirkan pada kegiatan ini untuk membahas dan mencari solusi atas kondisi yang dialami masyarakat sumber sari.
"Kami menghadirkan pihak-pihak terkait, karna buku dan film ini juga sebagai laporan masyarakat kepada pemerintah, kita melihat tadi ada beberapa yang baru mengetahui hal ini, entah memang seperti itu atau hanya gimik saja," terang Mareta.
Mareta berharap kegiatan ini menuai respons konkret para pemegang kebijakan, khususnya mereka yang dihadirkan pada kegiatan ini.
Desa sumber sari merupakan satu-satunya desa penghasil pertanian yang baik di Benua Etam yang letak geografisnya dekat dengan ibu kota. Namun desa itu kini terancam akibat dikepung pertambangan ekstraktif.
"Kita mengharapkan respons yang lebih konkret, tidak hanya janji kepada publik saja," pungkas Mareta.
Diketahui, agenda ini digelar oleh Pusat Penelitian HAM dan Multikulturalisme Tropis serta LP2M Universitas Mulawarman. (*)