Dibaca
40
kali
Andi Muhammad Awaluddin Alhaq (Mahasiswa Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman, Aktivis Sosial Kota Bontang) (Dok: agu/katakaltim)

OPINI: Menakar Ulang Relokasi Rumah Jabatan Kepala Daerah Bontang

Penulis : Agu
17 April 2025
Font +
Font -

Penulis: Andi Muhammad Awaluddin Alhaq (Mahasiswa Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman, Aktivis Sosial Kota Bontang)

Katakaltim — Wacana pemindahan Rumah Jabatan (Rujab) Wali Kota, Wakil Wali Kota, dan Ketua DPRD Bontang ke kawasan Bontang Lestari kembali mencuat sebagai bagian dari strategi pemerataan pembangunan.

Namun, dalam perspektif hukum tata negara dan prinsip kebijakan publik yang rasional, langkah ini patut dipertanyakan dari sisi urgensi, efisiensi, dan keberpihakan terhadap pelayanan publik.

Baca Juga: Karel, Pejabat Fungsional Ahli Madya Analis Kebijakan Bidang Penanaman Modal DPMPTSP (foto: katakaltim)Karel Sampaikan Tips Jitu DPMPTSP Bontang untuk Menarik Investasi 

Dalam sistem otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (2) UUD 1945, setiap kebijakan pemerintah daerah harus mencerminkan asas desentralisasi yang efektif dan efisien dalam menjalankan pelayanan kepada warga negara.

Baca Juga: Paslon kepala daerah Kota Bontang Neni Moerniaeni dan Agus Haris dalam konferensi pers (aset: agu/katakaltim)Konferensi Pers Neni-Agus, Mengaku Punya Persiapan Khusus dan Membaca Ulang Visi Misi

Pemindahan rujab ke kawasan yang relatif jauh dari pusat aktivitas masyarakat justru berpotensi menciptakan jarak antara pemimpin daerah dan konstituennya. Ini kontraproduktif dengan prinsip "negara hadir di tengah rakyat".

Apalagi, hingga saat ini, tidak ditemukan urgensi yang signifikan untuk memindahkan rujab yang berada di Jalan Awang Long. Fasilitasnya masih layak, lokasinya strategis, dan mendukung mobilitas kepala daerah dalam menjalankan fungsi pemerintahan serta pengawasan langsung terhadap dinamika kota.

Dalih bahwa pemindahan ini bagian dari pemerataan pembangunan harus dibaca hati-hati. Pembangunan tidak harus dimulai dari rujab.

Pemerataan semestinya diawali dengan memperkuat akses dasar masyarakat—seperti infrastruktur jalan, air bersih, listrik, dan pelayanan publik—di kawasan yang masih tertinggal.

Banyak alternatif pembangunan strategis yang bisa dilakukan tanpa harus merelokasi pusat kekuasaan eksekutif ke pinggiran.

Pemerintah juga menyebut bahwa lokasi rujab lama akan dialihfungsikan menjadi ruang terbuka hijau (RTH).

Padahal, penambahan RTH bisa dilakukan melalui optimalisasi lahan lain tanpa mengorbankan fungsi vital pemerintahan.

Relokasi rujab demi penghijauan hanyalah solusi simbolik yang kurang menyentuh akar masalah tata ruang dan lingkungan.

Lebih lanjut, rencana ini tidak berdiri sendiri. Dalam APBD Perubahan 2025, dicantumkan pula rencana pembangunan rujab Sekda, rumah sakit, pasar tradisional, dan masjid kota di kawasan Bonles.

Dalam situasi fiskal yang terbatas dan kebutuhan mendesak masyarakat yang masih tinggi, prioritas anggaran semestinya diarahkan pada pelayanan dasar dan penyelesaian persoalan kota yang nyata, seperti penanganan banjir, peningkatan sektor wisata, pemenuhan hak atas pendidikan serta akses listrik dan air bersih di wilayah pesisir.

Jika benar kajian akan dilakukan oleh lembaga akademik seperti Universitas Mulawarman dan pihak independen, maka hasilnya harus dibuka ke publik, disosialisasikan secara luas, dan menjadi bahan diskusi terbuka.

Pemerintah tidak boleh menjadikan kajian sebagai sekadar legitimasi formal atas keputusan yang sejatinya telah ditentukan sebelumnya.

Bontang memang kota kecil, tetapi setiap kebijakan besar tetap harus mempertimbangkan aspek keterjangkauan, efisiensi birokrasi, dan makna kehadiran simbolik kekuasaan di tengah denyut nadi masyarakat.

Relokasi rujab bisa menjadi preseden buruk apabila dilakukan tanpa transparansi, tanpa partisipasi publik, dan tanpa urgensi yang nyata.

Pemerintah daerah harus berpikir jauh ke depan, benar. Namun, kebijakan yang visioner bukan berarti menjauh dari rakyat.

Justru, arah pembangunan masa depan adalah yang paling berpihak pada kebutuhan hari ini—dengan mendekat, bukan menjauh. (*)

Font +
Font -
# ePaper
Lebih Banyak >