KUTIM — Komite Nasional Pemuda Indonesia Kabupaten Kutai Timur atau KNPI Kutim kembali dualisme.
Pecahnya organisasi pemuda ini terjadi setelah Andi Zulfian didaulat sebagai Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) KNPI Kutim periode 2025-2028, pada Musyawarah Daerah (Musda) ke-VIII, Sabtu 7 Juni 2025.
Sebelumnya, pada Kamis 22 Mei 2025, DPD KNPI Kutim versi Ketua Avivurrahman Al-Ghazali, menggelar pelantikan di Ruang Meranti Kabupaten Kutim.
Baca Juga: Alasan yang Memicu Musda DPD KNPI Kutim Versi Lukas Himuq
Dua kepengurusan ini kembali memperpanjang daftar dualisme kepengurusan yang sebelumnya terjadi di era Lukas Himuq dan Felly Lung.
Ketua terpilih Andi Zulfian mengatakan, musda yang dilakukan pihaknya adalah sah berdasarkan perintah organisasi.
"Ada SK dari provinsi yang memerintahkan untuk pelaksanaan Musda," kata pria yang akrab disapa Etus itu, kepada Katakaltim Minggu 8 Juni 2025.
Etus menambahkan pada Musda yang bertema “Peta Jalan Baru Pemuda Kutim Sebagai Mitra Kritis Pemerintah” itu, dihadiri 10 perwakilan Dewan Pengurus Kecamatan (DPK) KNPI, serta 45 perwakilan OKP.
"Termasuk ada teman-teman GMNI, ada teman-teman SEMMI, juga beberapa perwakilan HMI dan PMII walaupun tidak membawa institusi," jelasnya.
Ditanyai ihwal perbedaan yang mendasari kepengurusan 2 versi KNPI di Kutim tersebut, Etus menegaskan kepengurusannya ini akan menjadi mitra kritis pemerintah.
KNPI yang baru ini, masih kata Etus, akan selalu berupaya melahirkan kritikan tajam terhadap kebijakan yang dinilai menyeleweng.
Sebab dia menilai sejak dahulu para pemuda memang digembleng untuk terus melontarkan analisa dan kritikan agar kebijakan pemerintah dapat menyentuh langsung ruang hidup rakyat.
"Kalau misalnya di sebelah jadi corongnya pemerintah, ya kami jadi mitra kritisnya gitu," tegas Etus. “Itu lah tugasnya pemuda,” sambung dia.
Terkait pernyataan Wakil Bupati (Wabup) Kutim, Mahyunadi, yang mengisyaratkan untuk tidak kembali terjadi dualisme KNPI, Etus mengaku pernyataan tersebut tidak begitu berpengaruh.
Pasalnya, legalitas KNPI tidak berada di bawah pemerintah. Justru akan semakin baik jika lebih banyak dinamika.
Dengan catatan lebih progresif dan aktif mengawal kebijakan agar tetap populis.
"Legalitas KNPI itu kan bukan di tangan pemerintah. Itu dulu sederhananya. Bahwa KNPI di tingkatan kabupaten itu di-SK kan oleh pengurus di tingkatan provinsi. Kemudian provinsi di-SK kan oleh kepengurusan di tingkatan pusat," ujarnya.
Sehingga kata dia, tidak ada beban moril ketika terjadi dualisme yang berakibat pada tidak turunnya anggaran pemerintah.
"Tidak ada beban moril dengan itu. Toh juga pemuda harus jadi antitesis terhadap kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat," tegasnya.
Sebelumnya, kepada katakaltim, Mahyunadi mengaku khawatir atas dualisme kepengurusan.
Pernyataan itu Mahyunadi sampaikan saat ditemui usai menghadiri Rapimda KNPI Kutim, Senin 24 Februari 2025 lalu.
"Lebih baik tidak ada KNPI di Kutai Timur daripada dualisme. Kita akan sangat rugi, termasuk anggaran kita mau diberikan kepada siapa kalau kalian punya dualisme lagi?," tegasnya. (Cca)