Dibaca
9
kali
Lanny Ilyas Wijayanti, Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (dok: agu/katakaltim)

Menyongsong Masa Depan Pendidikan: Coding, AI, dan TKA sebagai Pilar Transformasi Sekolah 2025

 | Editor : Agu
26 June 2025
Font +
Font -

Penulis: Lanny Ilyas Wijayanti (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia)

Katakaltim — Transformasi pendidikan nasional adalah keniscayaan di tengah dinamika zaman yang terus berkembang. Tahun 2025, Kemendikdasmen meluncurkan sejumlah program prioritas sebagai upaya strategis menjawab tantangan masa depan, di antaranya pengenalan coding dan kecerdasan buatan (AI) di sekolah, serta penerapan Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai sistem evaluasi pembelajaran.

Kedua program ini bukan hanya sekadar inovasi kurikulum, tetapi komitmen Indonesia dalam membangun generasi emas abad ke-21: generasi yang cakap teknologi, berpikir kritis, dan adaptif.

Baca Juga: Lanny Ilyas Wijayanti, Anggota ABKIN (Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia) (Dok: pribadi)OPINI: Mendidik Bangsa Dimulai dari Rasa Memiliki

Coding dan AI: Keterampilan Masa Depan

Pendidikan dasar adalah fondasi pembentukan karakter dan keterampilan berpikir. Di era Revolusi Industri 4.0 dan Masyarakat 5.0, penguasaan literasi digital termasuk coding dan pemahaman dasar AI bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan.

Hampir seluruh aspek kehidupan kini ditopang teknologi berbasis AI dan pemrograman. Sayangnya, kesenjangan literasi digital di Indonesia masih tinggi. Pengenalan coding dan AI sejak SD merupakan langkah progresif untuk memperkecil kesenjangan tersebut.

Lebih dari sekadar keterampilan teknis, coding mengasah logika, kemampuan memecahkan masalah, dan kreativitas. Anak-anak belajar menganalisis masalah, menyusun instruksi logis, dan mengevaluasi solusi. AI pun bisa diperkenalkan secara kontekstual melalui chatbot edukatif, permainan interaktif, atau pengenalan suara otomatis yang disesuaikan dengan usia.

Negara-negara maju seperti AS, Inggris, Finlandia, dan Singapura telah lebih dahulu memasukkan coding dalam kurikulum dasar. Indonesia tidak boleh tertinggal. Inilah langkah penting mendorong pemerataan akses belajar teknologi ke seluruh pelosok negeri.

Agar efektif, pembelajaran harus berbasis proyek (project-based learning), menyenangkan, dan kontekstual. Guru tidak dituntut menjadi ahli pemrograman, melainkan didukung lewat pelatihan dan modul yang mudah diterapkan. Media seperti Scratch atau Python pemula, animasi, permainan interaktif, dan simulasi robot mini bisa membumikan konsep coding dan AI bagi siswa.

TKA: Evaluasi yang Lebih Manusiawi dan Adaptif

Selain itu, Tes Kemampuan Akademik (TKA) dirancang untuk mengukur kemampuan berpikir kritis, pemahaman konsep, dan penerapan pengetahuan dalam konteks nyata bukan sekadar hafalan.

Sistem evaluasi lama terlalu menitikberatkan aspek kognitif sempit. Padahal, dunia kerja kini menuntut keterampilan bernalar, beradaptasi, dan berpikir kreatif. TKA mendorong pola evaluasi yang lebih adil dan bermakna.

Dengan soal berbasis konteks misalnya, penerapan matematika dalam pengelolaan keuangan rumah tangga atau konsep IPA untuk memahami isu lingkungan TKA membantu membentuk pola pikir transdisipliner yang aplikatif.

Lebih jauh, TKA berfungsi sebagai umpan balik nasional bagi guru dan sekolah. Hasilnya tak sekadar menjadi penilaian akhir, melainkan alat diagnosis pembelajaran: mengidentifikasi siswa yang butuh bimbingan, memperbaiki metode pengajaran, dan menginformasikan kebijakan pendidikan yang responsif.

TKA idealnya dikelola secara digital, terintegrasi, dan dapat diakses satuan pendidikan secara real-time. Ini sejalan dengan keterampilan abad ke-21 yang digaungkan OECD dan UNESCO.

Pilar Ekosistem Pembelajaran Abad ke-21

Coding, AI, dan TKA bukanlah program yang berdiri sendiri, melainkan pilar-pilar yang saling menguatkan dalam membangun ekosistem pembelajaran abad ke-21. Di satu sisi, siswa dikenalkan dengan teknologi masa depan; di sisi lain, mereka dievaluasi melalui sistem yang lebih manusiawi, adil, dan adaptif.

Guru menjadi agen perubahan yang memegang peran sentral. Maka, pelatihan, pendampingan teknis, dan penguatan komunitas belajar antar-guru menjadi kebutuhan mendesak. Sekolah juga perlu membuka diri pada budaya inovasi dan kolaborasi dengan komunitas teknologi, kampus, hingga pelaku industri kreatif.

Program prioritas Kemendikdasmen tahun 2025 melalui pengenalan coding & AI serta penerapan TKA, adalah langkah progresif membangun generasi Indonesia yang cakap teknologi, berpikir kritis, dan memiliki daya saing global.

Tantangan tentu ada mulai dari kesiapan infrastruktur, SDM, hingga adaptasi kurikulum. Namun, jika dijalankan secara kolaboratif dan gotong royong, transformasi pendidikan Indonesia bukan sekadar mimpi.

Anak-anak kita kelak bukan hanya pengguna teknologi, tetapi pencipta. Bukan sekadar mengejar nilai, tetapi menjadi pembelajar sejati. Untuk itu, mari kita dukung sepenuhnya langkah ini demi pendidikan Indonesia yang maju, merata, dan relevan dengan masa depan. (*)

Font +
Font -
# ePaper
Lebih Banyak >