Kepala UPT Puskesmas Bontang Utara 2, dr. Dwiyanti (dok: katakaltim)

Stunting dan BABS di Pesisir Jadi Tantangan Pemkot Bontang, Ini Tanggapan dr Dwiyanti

Penulis : Caca
 | Editor : Agu
7 May 2024
Font +
Font -

Bontang -- Masalah yang kian muncul di berbagai wilayah adalah stunting. Karena itu Pemkot Bontang saat ini tengah berupaya memaksimalkan penurunan angka kasus tersebut.


Kepala UPT Puskesmas Bontang Utara II (BU 2), dr. Dwiyanti mengatakan salah satu sebab tingginya angka stunting yaitu kebiasan masyarakat buang air besar sembarangan (BABS) atau jamban cemplung.

Baca Juga: Kepala BNN Kota Bontang, Lulyana Ramdani (dok: katakaltim)Target Kota Bersinar Bebas Narkoba, BNN Bontang Gaet Perusahaan hingga Sekolah Bentuk Satgas

Kata dia, tidak sedikit masyarakat Bontang bermukim di wilayah pesisir, yang berpotensi besar melakukan BABS. Hal ini menurut Dwiyanti bisa saja memicu tingginya stunting.

"Kita (untuk angka stunting) memang masuk lumayan tinggi, daerah Guntung terutama karena kami 2 kali jadi lokus," kata Dwiyanti saat ditemui katakaltim pada Selasa 7 Mei 2024.

Ia menjelaskan stunting merupakan permasalahan gizi kronis sehingga diperlukan upaya mengintervensinya sejak dini.

"Namun karena di kita (Bontang) sudah kejadian seperti anak dengan tinggi badan tidak sesuai dengan umurnya, nah yang harus kita cegah, angkanya jangan naik lagi,” tegasnya.

"Makanya kalau kami, intervensinya ke remaja berupa peningkatan pemberian tablet tambah darah, kecukupan gizi ibu-ibu hamil sehingga tidak KEK (kekurangan energi kronis),” sambungnya.

Lebih lanjut Dwi mengatakan, terkait penekanan angka stunting pihaknya juga telah dan tengah bersinergi dengan beberapa perusahaan yang ada di Bontang.

"Terutama menggaet TJSL (tanggung jawab sosial dan lingkungan) perusahaan PKT (Pupuk Kaltim), KDM (Kaltim Daya Mandiri), dan yang lainnya untuk bersinergi dalam upaya penurunan angka stunting itu, programnya sudah banyak," ungkapnya.

Dwi mengaku beberapa kali melakukan kerja sama PJSL PKT untuk menyembuhkan anak-anak yang terindikasi potensi terkena stunting.

"Tahun lalu itu ada beberapa anak, kami berikan pemberian makan selama 3 bulan berturut-turut sesuai angka kebutuhan kalorinya dan memang ada efek. Status gizinya berubah,” paparnya.

"Nah kalau stunting ini ndak bisa kita ubah dalam waktu singkat, karena yang diukur itu tinggi badan dan itu pencapaiannya dalam hitungan tahun," tandas Dwi.

Diketahui prevalensi stunting di Kota Taman mengalami penurunan cukup signifikan, yakni dari 26,3 persen pada 2021 menjadi 21 persen saat ini.

Di Indonesia sendiri pada pertengahan 2023 prevalensi stunting adalah 21,6 persen, sementara target yang ingin dicapai pemerintah adalah 14 persen pada 2024.

Namun sesuai standar WHO, batas maksimal toleransi stunting adalah 20 persen atau seperlima dari total jumlah anak balita yang sedang tumbuh. (*)

Font +
Font -