Bontang — Sejak Januari sampai Juli 2024, Kota Bontang mencatat 21 kasus kekerasan seksual. Ini menampilkan angka tertinggi kasus kekerasan yang mencapai 63.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Bontang, Sukmawati, mengungkapkan rincian kasus tersebut.
Antara lain kekerasan fisik sebanyak 18 kasus, psikis 10, seksual 21, dan ABH (Anak Berhadapan dengan Hukum) 6.
Kasus kekerasan dalam bentuk bullying tercatat 4, sedangkan kasus hak nafkah anak dan pornografi masing-masing 2 kasus.
Baca Juga: Berikut 6 Capaian Pembangunan Kota Bontang 4 Tahun Terakhir
Dia membeberkan pihaknya fokus pada pendampingan hukum dan psikologis untuk setiap kasus.
Mereka juga menyediakan fasilitasi pemeriksaan kesehatan dan visum, serta pendampingan di pengadilan jika diperlukan.
"Kalau kita upayakan selama ini hanya tingkatkan kualitas layanan baik pendampingan maupun psikologis," kata saat ditemui Senin, (12/8).
Selain itu, data menunjukkan pada Juli 2024, ada 37 kasus kekerasan terhadap perempuan. Meliputi kekerasan fisik sebanyak 7 kasus, psikis 12, dan seksual 1 kasus.
Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) fisik tercatat 12 kasus, sementara KDRT psikis ada 5 kasus.
Sukmawati menegaskan pihaknya terus berupaya meningkatkan kualitas layanan pendampingan serta dukungan psikologis untuk korban kekerasan.
"Kalau untuk kekerasan terhadap perempuan 37 kasus," tukasnya.
Tingginya kasus kekerasan terhadap anak juga telah mendapat atensi legislator, Tri Ismawati. Secara tegas ia mengecam aksi kekerasan terhadap anak yang terjadi di Kota Bontang.
Kasus terbaru melibatkan seorang ayah yang menganiaya anaknya yang masih berusia 2 bulan, sebuah tindakan yang dianggapnya sangat tidak manusiawi.
Tri juga mendorong pemerintah untuk memperkuat sosialisasi mengenai fungsi keluarga dan peran ayah dalam keluarga.
“Harus ada sosialisasi ke masyarakat, terutama bagi pasangan suami istri yang masih muda maupun para calon pengantin,” ucapnya belum lama ini. (*)