KUKAR — Sekarang katakaltim akan menyajikan sejumput cerita rakyat dari Kutai Kartanegara (Kukar). Cerita ini sebagaiamana dikutip dari karya terbitan Kemendikbud, “Serpihan Cerita Rakyat Kalimantan Timur”, yang dikutip pada Rabu (13/11/2024). Berikut kisahnya.
Legenda Patih Renek adalah cerita di Sabintulung sesudah zaman Kerajaan Benua Tuha berakhir. Ada seorang bernama Patih Renek. Ia berasal dari Banjar dan datang ke Mahakam dengan menaiki rakit. Di dalam rakit tersebut termuat gamelan dan alat belian.
Ketika sampai di daerah Muara Kedang, Patih Renek dan seluruh penumpang rakit menginap. Pada saat itu Patih Renek melihat pelepah pisang dan jantung pisang hanyut di permukaan sungai. Melihat hal tersebut, Patih Renek beranggapan bahwa di ujung sungai ada sebuah kampung yang dihuni rnanusia.
Keesokan harinya rombongan melanjutkan perjalanan. Ketika rnasuk wilayah Sabintulung, seharian Patih Renek tidak menemukan tanda-tanda kehidupan. Patih Renek heran dengan keadaan tersebut.
Baca Juga: Abaikan Laporan Warga, 5 Komisioner Bawaslu Kukar Terbukti Langgar Kode Etik
Sementara itu, Sungai Sabintulung adalah sungai kecil yang tidak dapat dilewati oleh rakit Patih Renek yang sangat besar. Akhirnya Patih Renek memotong ujung-ujung rakitnya agar dapat masuk wilayah Sabintulung.
Patih Renek dan keluarganya akhirnya tinggal di wilayah Sabintulung dan bercocok tanarn untuk menafkahi kehidupan mereka. Wilayah Sabintulung kemudian ramai didatangi oleh pendatang dari kampung lain setelah kedatangan Patih Renek.
Pada suatu hari Patih Renek melakukan upacara belian dan mudik ke Benua Tuha selama 7 hari 7 malam di atas rakitnya. Janur yang digunakan untuk ritual selama 7 hari tersebut tidak pernah layu.
Pada hari ke 14, dua anak perempuannya disuruh turun ke darat dan menyambil cabe di ladang yang sekarang ini merupakan lokasi desa Pohcepak. Pada saat itulah ada rantai besi dari langit menarik rakit beserta Patih Renek dan segala barang yang ada di atas rakit. Patih Renek pergi ke kayangan meninggalkan kedua anak perempuannya di dunia.
Ketika ia ditarik ke atas, Patih Renek berpesan kepada kedua anak perempuannya untuk menjaga adat istiadat yang telah dilakukannya, termasuk tuhing. Kedua anak perempuan Patih Renek kemudian menikah dengan manusia biasa di kampung tersebut, tetapi suami mereka kemudian juga menghilang secara gaib.
Sampai dengan saat ini masyarakat masih percaya bahwa Patih Renek masih hidup di kayangan dan mengamati kehidupan masyarakat Sabintulung.
ltulah awal mula Erau di wilayah Sabintulung dengan adat istiadat yang ditinggalkan oleh Patih Renek, yaitu belian selama 14 hari 14 malam. Nama kedua anak gadis Patih Renek adalah Silawang dan Sitalung.
Sekarang ini masyarakat masih percaya bahwa apabila mereka memerlukan bantuan Patih Renek dan para datuk lainnya, seperti Boyok Sora, masyarakat memanggil nama mereka dengan menginjakkan kaki ke tanah tiga kali.
Setelah itu orang yang meminta tolong para datuk tersebut akan merasakan tubuhnya bertambah besar sehingga dapat melihat sekeliling dengan bebas dari atas. Oleh sebab itu, masyarakat di sekitar Sabintulung menganggap orang Sabintulung orang sakti. (*)