BERAU — Peristiwa kebakaran di Jalan Milono, Tanjung Redeb, menimbulkan pertanyaan penting. Bolehkah membangun kembali rumah di lahan yang terdampak?
Pertanyaan itu muncul saat warga mendengar pernyataan simpang siur bahwa tidak dibolehkan membangun di kawasan yang sudah terbakar.
Kepala ATR/BPN Berau, Jhon Palapa, saat ditemui di ruangannya, menawarkan salah satu pendekatan melalui P4T (Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah).
Baca Juga: Ratusan Titik Kebakaran di Kabupaten Berau Berdampak pada 1.423 Jiwa
Kepala ATR/BPN Berau, Jhon Palapa (Dok: rin/katakaltim)
Dia menjelaskan kepemilikan tanah tidak selalu menjamin pemanfaatannya secara bebas.
Contohnya Garis Sempadan Bangunan (GSB).
Baca Juga: Kebakaran Lahap 2 Bangunan dan Sekolah di Samarinda
Meskipun seseorang punya sertifikat tanah hingga tepi jalan, tapi bangunan tidak diperbolehkan di area garis sempadan bangunan (GSB) sesuai peraturan daerah.
“Tidak semua yang dimiliki boleh dimanfaatkan. Contohnya sempadan bangunan. Kita punya tanah di pinggir jalan bersertifikat sampai ujung pinggir jalan. Tapi ada ketentuan GSB," terangnya, Kamis 6 Februari 2025.
Olehnya, pemanfaatan tanah harus sesuai Rencana Detail Tata Ruang Daerah (RDTRD).
Ini menjadi acuan utama menentukan apakah pembangunan kembali di lahan yang terbakar di Jalan Milono diperbolehkan atau tidak.
Dengan demikian, kejelasan status lahan dan kepatuhan terhadap RDTRD menjadi kunci dalam menyelesaikan permasalahan ini.
"Jadi, setiap pemanfaatan tanah yang ada di lokasi tersebut harus mengacu kepada tata ruang. Itulah yang dimaksud dengan kapan kita bicara kepemilikan dan kapan bicara tentang pemanfaatan," urainya.
Dengan demikian, terkait jenis lokasi tata ruang tanah rumah korban kebakaran di Jalan Milono, berdasarkan tata ruang daerah, itu merupakan wilayah garis badan sungai.
"Garis Badan sungai atau jalur hijau, walaupun tempat tersebut warga telah memiliki sertifikat, namun tetap pada saat ia ingin membangun atau memanfaatkan lahan, itu harus mengikuti ketentuan pemerintah daerah tentang tata ruang ," imbuhnya.
Jika pada GSB pinggir sungai tersebut boleh terbangun kembali rumah akibat terkena musibah kebakaran, maka peran ATR/BPN Berau bisa mengkaji melalui Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
"Apakah diperbolehkan menurut Peraturan Daerahnya. Jadi kita bisa berbicara dua hal berbeda, kapan kita bicara tentang pemanfaatan dan kapan kita bisa berbicara kepemilikan," jelasnya.
Jika ada keputusan baru pemerintah daerah tentang Garis Sempadan Sungai (GSS), bahwa di situ boleh membangun rumah, maka ATR/BPN menilai aktivitas tersebut sah sesuai hukum yang berlaku.
"Asal ada izinnya. Kalau tidak ada izinnya kan berarti melanggar peraturan daerah, berarti Satpol PP yang turun untuk penegakan aturan daerah," pungkasnya. (Rin)