BONTANG — Salah satu tantangan utama prasarana dasar di Kota Bontang adalah keterbatasan akses air minum dan sanitasi yang layak.
Pun cakupan air minum layak meningkat dari 85,72% pada 2023 menjadi 88,39% pada 2024, masih terdapat defisit kapasitas air baku sebesar 141 liter/detik.
Hal ini jelas menunjukkan kebutuhan air minum masyarakat belum sepenuhnya terpenuhi.
Di samping itu, sebagian besar penduduk Kota Bontang masih bergantung pada air tanah sebagai sumber air utama, yang penggunaannya semakin dibatasi karena risiko eksploitasi berlebihan.
Berdasarkan analisa RPJMD Bontang, disampaikan bahwa air baku utama dari intake hanya mampu menghasilkan 451 liter/detik, jauh dari kebutuhan ideal sebesar 572 liter/detik.
Baca Juga: Wakil Ketua DPRD Bontang Apresiasi Peran Penting Insan Pers dan Media
Selain itu, kualitas air yang dihasilkan juga belum
sepenuhnya memenuhi standar Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023, terutama dalam hal keamanan konsumsi langsung sebagai air siap minum.
Selain akses air minum, permasalahan sanitasi juga menjadi masalah serius.
Meskipun 96,26% rumah tangga telah memiliki akses sanitasi pada tahun 2024, hanya 2,28% yang memiliki akses sanitasi aman.
Di beberapa kawasan pesisir seperti Pulau Melahing dan Tanjung Laut Indah, masih banyak yang tidak memiliki akses pengolahan air limbah domestik yang memadai dan masih melakukan praktik BABS.
Upaya penambahan sambungan rumah ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) telah dilakukan, tetapi belum menjangkau seluruh wilayah.
Wakil Ketua DPRD Bontang, Sitti Yara, pun menanggapi persoalan ini. Dia menilai untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu mempercepat pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) regional.
“Dan termasuk meningkatkan kapasitas sumber air baku melalui kerja sama antar daerah,” ucapnya kepada awak media di Bontang Lestari, Senin 26 Mei 2025.
Dia mengungkapkan, saat ini warga Bontang sudah mengeluhkan kualitas air yang sangat keruh. Padahal mereka tetap harus membayar untuk mendapatkan layanan air.
Saat ini, salah satu opsi yang beredar yaitu kerja sama antara PDAM Bontang dengan PDAM Samarinda untuk mengambil pasokan air dari Sungai Mahakam.
Pun ada solusi semacam itu, Sitti Yara tetap mendorong Pemkot agar mengambil langkah cepat agar persoalan ini tidak semakin parah. “Kita tidak bisa menunggu sampai air habis baru bergerak. Dari mana pun sumbernya, pemerintah harus segera cari solusi,” jelasnya.
Apalagi, tambah dia, masalah ini menyangkut kesehatan, pencegahan stunting, dan kebutuhan dasar masyarakat.
Maka, politisi PKB itu meminta pengadaan filter air baku dengan skala besar seperti Instalasi Pengolahan Air (IPA) PDAM harus ditingkatkan.
"Pihak PDAM harusnya sediakan filter yang bisa dipasang di rumah. Agar air yang keluar lebih bersih, dan ini juga bisa jadi solusi pencegahan stunting," tukasnya.
Dia juga menilai program edukasi dan insentif bagi masyarakat agar beralih ke sanitasi aman juga perlu diperkuat. Supaya bisa meningkatkan kualitas lingkungan secara keseluruhan. (Adv)