BONTANG — Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Bontang, Eddy F soroti aturan penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja.
Eddy menilai aturan ini mengabaikan niat baik Pemerintah dalam memenuhi hak-hak anak. Pun begitu, menyetujui penyediaan alat kontrasepsi bagi usia remaja perlu dilihat dari berbagai sisi.
Baca Juga: Kelahiran Capai Angka 2,17 Persen, Kepala DPPKB Bontang Sebut Sudah Capai Target
"Yang menjadi permasalahan memang sekarang ini, masih tingginya angka pernikahan usia anak. Cuman bukan berarti kita ini justru malah memfasilitasi yang melakukan perbuatan itu," ungkapnya saat ditemui katakaltim, Selasa (27/8/2024) lalu.
Baca Juga: Kelahiran Capai Angka 2,17 Persen, Kepala DPPKB Bontang Sebut Sudah Capai Target
"Dengan adanya aturan ini, seolah-olah kita memfasilitasi dengan tujuan tidak terjadi kehamilan dan tidak terjadi pernikahan anak," lanjutnya.
Diketahui, penyediaan alat kontrasepsi diatur dalam Pasal 103 PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Mengacu pada ayat tersebut, penyediaan alat kontrasepsi merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan sistem reproduksi untuk usia sekolah dan remaja. Tidak sedikit yang beranggapan pasal ini ibarat justifikasi atas seks bebas di kalangan remaja.
Menurut Eddy, pun niat Pemerintah dianggap baik, namun penyediaan alat kontrasepsi bukanlah pilihan tepat.
"Kita juga tidak berharap ini peraturan akan terus.." ujarnya.
Lebih lanjut, Eddy menerangkan tujuan alat kontrasepsi adalah mengendalikan jumlah penduduk. “Dan mengatur kehamilan, kan seperti itu..," tambahnya.
Dia mengungkapkan yang terpenting dari adanya alat kontrasepsi ini ialah menjaga keselamatan ibu dan anak.
"Namun ketika alat kontrasepsi ini diperuntukkan untuk memfasilitasi anak-anak, mungkin tujuannya baik nih, katanya untuk edukasi (sex education). Cuman kan sex education itu bisa dilakukan dengan hal-hal lain, yang tidak malah justru mengajarkan untuk berbuat.." terangnya.
Ia menegaskan kembali agar pemerintah dapat meninjau ulang peraturan tersebut. Termasuk mempertimbangkan kesiapan setiap perangkat di daerah yang terlibat dalam menerima peraturan ini.
"Nah kalau dari dinas kami sih kembali lagi melihat peraturan ini. Kapan peraturan ini akan diberlakukan, kewajiban daerah seperti apa, kita masih menunggu petunjuk dari pusatnya seperti apa,” pungkasnya. (*)