
SAMARINDA — Hasil Visum ulang kasus dugaan kekerasan terhadap seorang anak balita di sebuah panti sosial di Kota Samarinda menunjukkan adanya bekas luka pada tubuh korban.
Temuan ini menguatkan dugaan bahwa korban telah mengalami kekerasan fisik selama berada di bawah pengasuhan panti.
Kuasa hukum keluarga korban, Titus Tibayan Pakalla, mengungkapkan permohonan visum ulang diajukan secara resmi oleh wali balita, RL, pada 15 Juli 2025 lalu.
Pemeriksaan visum ulang kemudian dilaksanakan dua hari setelahnya, pada 17 Juli, dan hasilnya dikeluarkan oleh RS Dirgahayu Samarinda pada 23 Juli 2025.
"Dalam hasil visum itu, kami dikirimkan oleh Polsek Sungai Pinang. Kesimpulannya, ditemukan satu luka di kepala, satu benjolan di dahi, dan satu luka robek di selaput dara. Luka-luka tersebut akibat persentuhan tumpul," kata Titus kepada awak media, Sabtu 26 Juli 2025 lalu.
Baca Juga:
Dosen UWGM Samarinda Dinonaktifkan Sepihak, Kuasa Hukum Sebut Ada Upaya Fitnah dan Kriminalisasi
Lebih lanjut, Titus menjelaskan istilah "persentuhan tumpul" yang tertulis dalam hasil visum perlu diperjelas oleh pihak medis agar tidak menimbulkan tafsir ambigu.
Namun yang menjadi sorotan, kata dia, adalah perbedaan mencolok antara hasil visum ulang ini dengan visum pertama yang dikeluarkan RSUD AW Sjahranie pada 13 Mei 2025 lalu.
"Visum pertama menyatakan luka yang dialami anak tersebut dalam proses penyembuhan. Itu membingungkan kami, karena apa maksudnya luka dalam penyembuhan sementara tidak dijelaskan luka apa. Maka kami minta visum ulang," ujarnya.
Titus menegaskan dengan hasil visum terbaru ini, pihaknya meminta kepolisian segera menaikkan status perkara dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Ia juga meminta seluruh staf panti asuhan kembali diperiksa untuk menemukan siapa pelaku yang bertanggung jawab.
"Kami minta sekarang karena sudah ada hasil visum, agar dinaikkan ke proses penyidikan. Setelah itu, kami juga minta agar semua personel panti asuhan diperiksa ulang untuk segera ditemukan siapa tersangkanya jika ada," tegasnya.
Meskipun hingga kini belum ada tersangka yang ditetapkan, Titus menyatakan pihaknya belum secara resmi melayangkan permintaan penetapan tersangka karena masih menunggu hasil lanjutan dari proses penyidikan oleh aparat.
"Karena ini sudah ada hasil visum, kami mendesak agar kasus ini segera dinaikkan ke tahap penyidikan. Kalau sudah penyidikan, kan bisa dilihat siapa yang bertanggung jawab," tutur Titus.
Wali balita korban, RL, yang turut hadir dalam proses visum ulang, membenarkan dirinya menyaksikan langsung pemeriksaan menyeluruh oleh dokter forensik RS Dirgahayu.
Ia mengaku tidak sanggup menyebutkan secara rinci apa yang dilihat saat proses medis berlangsung.
"Saya menyaksikan sendiri proses beliau memeriksa anak saya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Termasuk bagian kemaluannya. Ada hal di sana yang saya tidak tega menyebutkannya," kata Reni.
Ia juga menyampaikan harapannya agar pihak kepolisian segera menindaklanjuti kasus tersebut secara tuntas dan tidak menunda proses hukum lebih lama.
"Saya tidak bisa terima perbuatan orang-orang terhadap putri saya itu. Harapan saya, polisi segera menemukan siapa pelakunya," ujarnya.
Reni menambahkan, dalam hasil visum juga dicatat bahwa saat pertama kali anak asuhnya itu dibawa ke rumah sakit, kondisi fisik anak tersebut tampak tidak merespons lingkungan meskipun tanda vital dinyatakan stabil.
"Di tubuh anak saya ditemukan bekas luka pada dahi, pembengkakan pada dahi, dan satu robekan lama di selaput darah. Luka-luka tersebut akibat persentuhan tumpul, bukan benda tumpul. Itu sudah tertulis jelas dan saya lihat sendiri saat pemeriksaan dilakukan," pungkasnya. (*)