Dibaca
5
kali
Ketua Komisi IV DPRD, Novan Syahronny Pasie (Dok: istimewa)

Hindari Konflik Beragama, DPRD Samarinda Dorong Dialog Terbuka Ihwal Pembangunan Gereja Toraja

Penulis : Salsabila
16 May 2025
Font +
Font -

SAMARINDA — Ketua Komisi IV DPRD, Novan Syahronny Pasie, mengusulkan penyelenggaraan forum terbuka ihwal pendirian Gereja di Kecamatan Samarinda Seberang.

Pasalnya, rencana pendirian rumah ibadah Gereja Toraja di kawasan Sungai Keledang kembali menjadi sorotan masyarakat.

Hingga pertengahan Mei 2025, pembangunan gereja tersebut belum bisa dilanjutkan karena belum diterbitkannya rekomendasi dari Kementerian Agama Kota Samarinda, dan adanya kendala administratif yang berujung pada mandeknya proses izin.

Baca Juga: Ketua DPRD Kota Samarinda, Helmi Abdullah (tengah) hadir dalam peringatan Hari Lahir (Harlah) Nahdlatul Ulama (NU) ke-102. (Dok: pribadi)Ketua DPRD Samarinda Menilai NU adalah Ormas Perekat Bangsa

Ditambah lagi, munculnya keberatan sebagian warga sekitar. Sementara berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Regulasi tersebut menuntut kelengkapan dokumen administratif serta dukungan sosial dari lingkungan sekitar.

Baca Juga: Potret banjir di Kota Samarinda pada 3 Januari 2025 di wilayah Kelurahan Sidodadi, Samarinda Ulu (dok: agung/katakaltim)Pemkot Samarinda Tangani Titik Rawan Banjir 35 Hektar Selama 2 Tahun, Rogoh Kocek Rp1.000 Miliar Lebih

Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, khawatir jika masalah ini terus dibiarkan, dapat berpotensi menciptakan gesekan sosial.

“DPRD tidak ingin ada kesan saling menutup diri. Jika memang ada persoalan, mari kita duduk bersama. Kami siap memfasilitasi Rapat Dengar Pendapat sebagai langkah awal menuju solusi,” ujar Novan, Rabu (14/5/2025).

Ia menegaskan, bahwa pihaknya siap mengambil peran sebagai fasilitator agar persoalan ini tidak berkembang menjadi konflik horizontal.

Ditambahkannya, sekalipun regulasi pembangunan tersebut telah jelas, namun perlu menempatkan kebinakan dalam balutan keadilan dan toleransi.

“Tidak bisa hanya melihat dari sisi prosedural saja. Kita juga harus memastikan bahwa nilai-nilai toleransi tetap dijunjung tinggi,” tegasnya.

Karenanya, solusi yang paling relevan untuk dilakukan saat ini kata Novan, adalah menghadirkan semua pihak untuk bersama-sama melakukan penyelesaian masalah ini.

Sementara itu, Hendra Kusuma, selaku Ketua AAKBB (Aliansi Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan) Kaltim, sepakat untuk dilakukannya dialog publik ihwal masalah ini.

“Kami mendorong adanya dialog yang fair. Jika ada pihak yang menolak, harus dijelaskan apa alasannya dan apakah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan HAM,” kata Hendra.

Ia juga menekankan bahwa hak beragama tidak bisa dikalahkan oleh tekanan kelompok tertentu. Menurutnya, negara harus hadir menjamin kebebasan setiap warga untuk beribadah sesuai keyakinannya. (Adv)

Font +
Font -
# ePaper
Lebih Banyak >