Dibaca
57
kali
Wakil Sekretaris Umum Bidang Hukum dan HAM HMI Badko Kaltim-Tara, Riswandi. (Dok: agu/katakaltim)

HMI Badko Kaltimtara Menilai RUU Polri Berpotensi Hidupkan Otoritarianisme Gaya Baru

Penulis : Agu
11 April 2025
Font +
Font -

SAMARINDA — Rancangan Undang-Undang Kepolisian RI (RUU Polri) menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, tak kecuali mahasiswa.

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badko Kaltim-Tara menilai draf revisi RUU itu bukan sekadar pembaruan regulasi.

Tetapi berpotensi menjadi pintu masuk kembalinya praktik otoritarianisme dalam wajah baru yang lebih halus, namun mengancam.

Baca Juga: Firman Afrianto, Aktivis HMI / Alumni Psikologi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta (dok: pribadi)OPINI: Meneropong Langkah Kebijakan Efisiensi Anggaran Pendidikan, Efektifkah?

Wakil Sekretaris Umum Bidang Hukum dan HAM HMI Badko Kaltim-Tara, Riswandi, menyatakan sejumlah pasal dalam RUU Polri memberi kewenangan luar biasa kepada institusi kepolisian, tanpa dibarengi sistem kontrol dan pengawasan yang kuat.

“RUU ini sarat dengan semangat sentralisasi kekuasaan. Ketika Polri diberi kewenangan menyadap, mengawasi ruang digital, dan bahkan membina teknis lembaga penegak hukum lain, kita patut bertanya: siapa yang akan mengawasi sang pengawas?” ucap Riswandi dalam pers rilisnya, Jumat 11 April 2025.

Beberapa pasal yang dianggap kontroversial antara lain Pasal 16 huruf (m) yang memberi kewenangan kepada Polri melakukan penyadapan, tanpa pengawasan yudisial yang kuat.

Kemudian Pasal 16 huruf (f) yang memungkinkan Polri melakukan pengawasan ruang siber dan informasi digital.

Lalu Pasal 14A yang membuka ruang bagi perpanjangan masa pensiun anggota Polri hingga usia 60 tahun. Bahkan dapat diperpanjang lagi jika memiliki keahlian khusus.

Dan Pasal 30A yang memberi Polri peran dalam pembinaan teknis penyidik lembaga lain, termasuk yang independen seperti KPK.

“Revisi ini secara terang-terangan menjadikan Polri sebagai lembaga superbody yang tidak saja melampaui batas kewenangan, tapi juga menimbulkan potensi penyalahgunaan kekuasaan. Ini bertentangan dengan semangat reformasi dan pembatasan kekuasaan negara,” jelas Riswandi.

Ia menambahkan, pembahasan RUU yang dilakukan secara tertutup dan minim pelibatan publik menambah kecurigaan bahwa ada agenda tersembunyi di balik revisi tersebut.

“Kami menilai DPR RI tengah bermain dengan kebijakan berisiko tinggi. Jika proses ini terus berlanjut tanpa transparansi, maka demokrasi kita sedang berada di ujung tanduk,” ujarnya.

Untuk itu HMI Badko Kaltim-Tara menegaskan komitmennya mengawal jalannya legislasi dengan pendekatan akademik dan gerakan moral.

Mereka juga menyiapkan konsolidasi untuk aksi massa jika tuntutan tidak didengar.

“Jika diperlukan, kami siap memobilisasi seluruh HMI cabang se-Kaltim-Tara untuk turun ke jalan sebagai bentuk perlawanan terhadap penguatan otoritarianisme,” tegasnya

HMI Badko Kaltim-Tara menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat sipil, akademisi, dan media untuk ikut bersuara.

“Saatnya kita bersikap. Demokrasi tidak boleh dilemahkan secara sistematis tanpa disadari publik,” tutupnya. (*)

Font +
Font -
# ePaper
Lebih Banyak >