Dibaca
1,070
kali
Istri pekerja Teras Samarinda yang suaminya belum dibayar oleh pihak kontraktor pengerjaan proyek Teras Samarinda (dok: ali/katakaltim)

Indahnya Teras Samarinda, Mencetak Luka Para Pekerja

Penulis : Ali
 | Editor : Agu
1 March 2025
Font +
Font -

SAMARINDA — Huru hara perkara proyek Teras Samarinda, kini menghamparkan tangisan para pekerja.

Puluhan buruh tak menikmati hasil keringatnya. Alih-alih uang, harapan pun kini mulai pudar.

Persoalan ini berakhir ricuh di rumah rakyat Samarinda. Buntut seorang ibu rumah tangga melaporkan keluhnya.

Baca Juga: Wali Kota Samarinda, Andi Harun (kiri) didampingi Wawali Kota Samarinda, Saefuddin Zuhri (kanan) usai ramah tamah dan buka puasa bersama di Gor Segiri, Senin 3 Maret 2025 (dok: ali/katakaltim)Soal Upah Pekerja Teras Samarinda, Wali Kota Sebut Sudah 4 Kali Mediasi Bersama Disnaker

Adu mulut pun terjadi sana. Sempat hampir baku jotos antara wakil rakyat dan pemerintah.

Kasus ini viral kemana-mana. Itulah dampak dari pemerintah tidak safety dalam mengurus pekerjaan.

Apalah dikata, beras sudah menjadi bubur. 500-an juta rupiah pun belum mengalir ke kantong-kantong puluhan buruh yang kini hati dan fisiknya telah ditindas.

Proyek itu memang megah, merogoh kocek pemerintah melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), sebesar Rp36,9 miliar.

Hampir 1 Tahun Tak Bergaji

Nasib makin pilu bagi pekerja Teras Samarinda, tatkala kerja kerasnya tak dibayarkan hampir setahun.

Edi (50), seorang mandor pembangunan Teras yang dibangga-banggakan pemerintah itu, mengaku hanya dapat upah setelah Ramadan tahun lalu.

Edi bahkan membeberkan puluhan pekerjanya belum mendapatkan bayaran. Malang betul nasib mereka.

"Sekitar 84 anggota saya belum dibayar," ucapnya saat ditemui, Jumat 28 Februari 2025.

Nahasnya, pihak kontraktor tidak lagi dapat dihubungi setelah pengerjaan proyek sudah selesai.

Dipimpong Pemerintah

Mandor itu berkata sebenarnya sudah mengikuti arahan sang penguasa Kota, Andi Harun.

Ia sudah menuruti prosedur. Tetapi hasil yang diperoleh, nihil.

Edi bilang ia sudah ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Samarinda.

Mandor pembangunan Teras Samarinda, Edi Waono (Dok: ali/katakaltim)

Mandor pembangunan Teras Samarinda, Edi Waono (Dok: ali/katakaltim)

Bahkan dirinya berkunjung sebanyak 3 kali. Lagi-lagi nahas tak ada hasil. Kosong melompong.

"Kemarin kata pak Wali, kalau sudah ada anjuran dari Disnaker kan bilangnya mau cepat diselesaikan gaji yang belum terbayarkan, ternyata nda ada juga," ucapnya.

Edi tidak muluk-muluk dalam persoalan ini. Katanya para buruh hanya meminta hak mereka.

Namun, kontraktor utama Teras Samarinda, PT Samudra Anugrah Indah Permai, yang merupakan perusahaan asal Jakarta, malah membuat perih hati pekerja.

"Yang penting itu hak kita dikasih. Kita nda minta yang lain. Apa nda perih kalau gitu," sesal Edi.

Kesah Ibu Kantin

Lebih jauh lagi, didapati ternyata bukan hanya para pekerja, gaji security dan ibu kantin pun masih belum terbayarkan.

Eva (46), ibu kantin yang melayani kebutuhan makan para buruh, mengaku rugi puluhan juta rupiah.

Eva dengan ekonomi pas-pasan merogoh kocek keluarganya.

Itu hanya untuk modal dan biaya makan para pekerja selama proses pengerjaan Teras Samarinda.

"Jadi saya tanggung mandor. Kalau mandornya belum dibayar, ya terakhir saya yang menderita, karena tunggu pencairan dari kontraktor," tuturnya kepada Katakaltim, Jumat 28 Februari 2025.

Eva mengaku imbas bekunya gaji para pekerja, ia harus mengorbankan pendidikan anaknya.

Padahal anaknya baru saja duduk dibangku perkuliahan. Katanya sudah semester 4. Tapi sayang, buah hatinya itu harus mengambil cuti.

"Kalau saya pribadi, untuk modal sama hasil lah ya, Rp30 juta. Dampaknya itu anak saya yang kuliah semester 4 (jadi cuti),” ungkapnya.

Menuntut ke Wakil Rakyat

Perjuangan panjang nan sulit para pekerja masih tetap berlanjut.

Di hari Kamis 27 Februari 2025, para pekerja bersama Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim, sambangi wakilnya di Samarinda.

Mereka pun membuka forum. Para dewan menyebut forum itu dengan Rapat Dengar Pendapat (RDP).

Disayangkan lagi, RDP itu belum menampakkan benang merah. Malah sangat dan semakin kusut benangnya.

Sebab, pihak kontraktor dan Kadis PUPR Samarinda, Desy Damayanti, enggan hadir dalam pertemuan penting itu.

Saking tidak menghormati panggilan dewan, Dinas PUPR Kota Tepian hanya mengutus PPK Proyek Samarinda, Ilham namanya.

Suasana RDP pun sempat memanas lantaran Ilham selaku bawahan tidak dapat menjamin apa-apa.

Bahkan ia mengaku masih harus membawa pembahasan RDP kepada Kepala Dinas PUPR.

Alhasil, wakil Rakyat Samarinda, Abdul Rohim naik pitam dan begitu geram. Bahkan melempari Ilham dengan kotak makanan.

Keributan pun tidak terhindarkan. Ruangan dipenuhi emosi dan suara teriakan yang dialamatkan kepada pemerintah.

Rohim dengan Ilham hampir pun baku hantam. Untung saja masih banyak yang menginginkan perdamaian dalam forum tersebut.

Wakil Rakyat Minta Andi Harun Turun Tangan

Setelah suasana RDP kembali kondusif, anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Anhar, meminta orang nomor wahid Kota Tepian untuk langsung turun tangan menangani masalah ini.

Bahkan, tandas Anhar, jika Andi Harun tidak bisa mengurusi huru-hara ini, maka Andi Harun sebenarnya tidak becus sebagai kepala daerah.

Bahkan Anhar begitu tegas mengatakan berencana membentuk panitia khusus (Pansus) untuk mengawal masalah ini hingga tuntas.

"Kasih tau Wali Kota urusi yang begini, kalau ini tidak bisa diatasi Wali Kota, berarti gagal. Kasih tau Walikota, hadirkan dong (Kadis PUPR) jangan tanggung-tanggung, kalau perlu kita bentuk pansus," ucapnya dengan kesal.

Pendampingan TRC PPA Kaltim

Keterlibatan TRC PPA dalam perkara ini mungkin disanksikan oleh sebagian orang. Alasannya, untuk apa TRC PPA mengurusi masalah pekerja proyek?

Ternyata, TRC PPA Kaltim begitu prihatin dengan masalah ini lantaran tertundanya gaji berimbas pada istri dan anak para pekerja.

Dengan begitu, TRC PPA Kaltim yang selama ini mengurusi hak-hak perempuan dan anak, tidak ingin tinggal diam menyaksikan kondisi ini.

Sebelumnya, Biro Hukum TRC PPA Kaltim, Sudirman mengaku pihaknya telah mendapat aduan dari Rina (43) yang merupakan istri dari salah satu pekerja Teras Samarinda.

"Pertama kali menghadap dan membawa laporan ke kami itu adalah seorang perempuan, ibu itulah yang kemudian datang pertama kali di TRC PPA Kaltim," jelasnya.

TRC PPA Kaltim pun mengaku akan berkomitmen mengawal kasus ini hingga hak-hak perempuan dan anak dapat terpenuhi.

Dampak Sistematik Pekerja tak Digaji

Dampak sistematik saat pekerja tidak digaji tentu saja adalah bukan hanya para pekerja, tetapi juga keluarga mereka yang menanti-nanti hasil keringat keluarganya.

Adalah Rina, istri salah satu pekerja Teras Samarinda, mengaku terlilit hutang setelah suaminya tak lagi mendapatkan upah dari hasil kerjanya.

Saat ditemui pada Jumat 28 Februari 2025, Rina bahkan tidak menahan sakit hatinya. Lantaran saat ini suaminya pergi meninggalkan dia tanpa memberitahu keberadaannya.

Rina pun saat ini harus tinggal di gudang bersama kedua anaknya, setelah dipaksa minggat dari kontrakan lantaran tak sanggup membayar tunggakan.

"Karena nggak punya uang, jadi nggak bisa lanjut kontrakan. Terus disuruh pergi karena ada yang mau isi," singkat Rina tampak dengan pipi dibasahi air mata. (*)

Font +
Font -
# ePaper
Lebih Banyak >