KUTIM — Ketua DPRD Kutim, Jimmi, menilai defisit anggaran Kutim lantaran instruksi presiden (Inpres) ihwal penundaan transfer belanja APBD Kutim 2025.
Dengan adanya edaran penundaan tersebut, Pemkab Kutim harus efisien.
Jimmi pun mengaku tidak tahu pasti alasan pemerintah pusat.
Baca Juga: Legislator Kutim Minta Pemkab Kolaborasi Pihak Perusahaan Bangun Infrastruktur
Tapi dia mengira, berdasarkan laporan yang didengarnya, Bank Indonesia (BI) agak kewalahan.
Baca Juga: Jantur Mapan Terlihat Indah Tapi Banyak Bangunan Kumuh Seperti Kurang Perhatian
"Kurang salur dari pemerintah pusat. Penyebabnya apa itu enggak tau. Cuman alasan mereka bilangnya itu uang cash yang nggak ada. Jadi BI itu mungkin agak kesulitan," kata Jimmi kepada awak media usai menghadiri Rapat Banggar DPRD Kutim, Senin 3 Februari 2025,
Politisi PKS itu mengatakan jumlah kurang salur tersebut senilai Rp1,7 Triliun.
Dampaknya ada beberapa penggunaan anggaran yang mesti dipangkas.
Seperti pengadaan ATK dipangkas hingga 90%, serta perjalanan dinas hingga 50%.
Artinya, anggarannya sebesar Rp400 miliar lebih, akan menjadi Rp200 miliar.
"Dipangkas menjadi Rp200 Miliar. Cuma bisa setengahnya aja. Jelas pasti berpengaruh. Kalau kita sepakat aja itu digunakan untuk yang betul-betul konkret, yang bermanfaat," katanya.
Ditanyai jadwal pasti transfer penuh dari pusat, Jimmi mengaku masih belum mengetahui.
"Mereka sih sarannya jangan khawatir, itu aja," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman mengakui cukup kaget dengan adanya instuksi tersebut.
"Arahan ini tentu menjadi perhatian, dan kita juga memiliki tingkat kesulitan untuk menunda kegiatan, jangan sampai kita nanti terlambat kegiatan di lapangan," ucapnya kepada awak media, Kamis 23 Januari 2025, di Kantor Bupati Kutim.
Ardiansyah menerangkan belum mengetahui batas waktu kebijakan yang dibuat Pemerintah Pusat ini.
"Kita harapkan jangan terlalu lama instruksi presiden itu. Semoga April atau Mei bisa turun," harapnya.
Meski begitu, dia mengaku dengan APBD Kutim 2025 sebesar Rp11,15 triliun, diusahakan mendukung semua program yang telah direncanakan.
"Namanya bisa disebut anggaran kurang bayar aja. Paling pengaruhnya satu sampai dua triliun. Artinya fokus kita nanti ke angka yang ada aja yang bisa kita maksimalkan, jadi masih aman," tandasnya.
Ardiansyah menambahkan Pemerintah Pusat memberikan keleluasaan bagi kepala daerah terpilih untuk mengalokasi anggaran.
Menurutnya, hal tersebut menjadi kunci penyelesaian permasalahan setelah pelantikan Bupati terpilih nantinya. (Ca)