JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa Indonesia perlu memperluas lahan perkebunan kelapa sawit, mengingat komoditas tersebut merupakan produk strategis yang dibutuhkan banyak negara.
Dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025-2029 di Jakarta, Senin (30/12), ia meminta seluruh pejabat daerah, termasuk TNI dan Polri, untuk menjaga kebun kelapa sawit sebagai aset nasional yang sangat penting.
Prabowo bahkan menyatakan tidak khawatir dengan isu deforestasi yang mungkin terjadi akibat perluasan kebun sawit. Menurutnya, kelapa sawit juga merupakan pohon yang menyerap karbon dioksida.
"Saya kira ke depan kita juga harus tambah tanam kelapa sawit. Tidak usah takut katanya membahayakan (karena menyebabkan) deforestasi. Namanya kelapa sawit ya pohon, ya kan? Kelapa sawit itu pohon, ada daunnya kan? Ya dia menyerap karbon dioksida," ujar Prabowo mengutip VOA, Jumat (03/01/2025).
Ia juga menyinggung regulasi European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang membatasi produk kelapa sawit Indonesia. Prabowo yakin pembatasan tersebut justru akan merugikan industri di Eropa, mengingat banyak produk seperti cokelat, kosmetik, dan detergen bergantung pada kelapa sawit.
Pernyataan Prabowo terkait hal ini menuai kritik dari Juru Kampanye Hutan Greenpeace, M Iqbal Damanik, Iqbal mengingatkan bahwa deforestasi memiliki dampak besar terhadap krisis iklim global.
“Statement ini berbahaya bahwa deforestasi katanya tidak bermasalah. Emisi karbon sudah sangat tinggi, dan hutan alam adalah salah satu benteng terakhir untuk menghadapi krisis iklim,” kata Iqbal.
Ia juga menilai logika Prabowo yang menyamakan kebun kelapa sawit dengan hutan alam tidak tepat. Menurutnya, hutan alam memiliki kemampuan yang jauh lebih besar dalam menyerap karbon dan menjaga ekosistem.
Iqbal menyarankan pemerintah untuk memaksimalkan potensi kelapa sawit dengan cara yang lebih berkelanjutan, seperti memperbaiki lahan kritis, melakukan intensifikasi produksi, dan meremajakan kebun sawit yang ada, tanpa harus membuka hutan baru.
“Kenapa harus deforestasi kalau ada cara lain? Kita bisa melakukan peremajaan, menanam di lahan yang sudah ada, atau memanfaatkan lahan kritis. Logika ini lebih berkelanjutan dan tidak merusak ekosistem," tambahnya.
Ia juga meminta pemerintah untuk mendorong perusahaan kelapa sawit melakukan peremajaan lahan kritis, alih-alih membuka hutan baru demi alasan ekonomi. (*)