KUTIM — Sat Reskrim Polres Kutai Timur (Kutim) ungkap kasus pencabulan dan persetubuhan anak di bawah umur yang dilakukan oknum tenaga pendidik di Kutim.
Dalam jumpa pers yang diselenggarakan, Kapolres Kutim, Rabu (18/9/2024), AKBP Chandra Hermawan mengungkapkan, motif tersangka NS (34) melakukan tindakannya akibat perasaan suka kepada Korban (11).
"Tersangka melakukan pencabulan dan persetubuhan anak di bawah umur dikarenakan tersangka memiliki perasaan suka kepada korban," bebernya.
Baca Juga: Prioritas Pembentukan BNNK, Bupati Kutim: Jangan Anggap Remeh Penyalahgunaan Narkoba
Ditanyai awak media, Kapolres Chandra mengungkapkan pelaku yang berasal dari daerah Yogyakarta itu, telah memiliki istri dan anak, yang terpisah jauh di kampung.
Motif lain kejadian itu, karena korban diberikan HP yang menarik perhatian. HP tersebut kemudian dijadikan alat komunikasi antara tersangka dan korban, yang mana isi percakapan tersebut, terdapat perbincangan seksual.
Chandra menjelaskan kronologi kasus ini terungkap, akibat orang tua korban menemukan HP yang diberikan tersangka di ransel sekolah milik korban sekitar awal September 2024.
Kronologinya, pada Senin 2 September 2024, sekitar pukul 14.00, korban melakukan kegiatan ekskul di sekolah, dan teman korban menyampaikan agar korban mendatangi tersangka ke studio, setelah kegiatan ekskul.
"Kemudian tersangka melakukan bujuk rayu dan menarik tangan korban, sementara korban hanya bisa pasrah setelah itu tersangka melakukan aksinya dengan mencabuli dan menyetubuhi korban," jelasnya.
Ada 8 orang yang menjadi saksi dalam pengungkapan kasus ini. 2 saksi orang tua korban, 2 saksi tenaga pendidik, dan 4 orang saksi siswi sekolah yang menjadi lokasi kejadian tersebut.
Dengan alat bukti berupa hasil pemeriksaan visum Et Repertum korban, 4 helai pakaian yang digunakan korban, 2 handphone milik tersangka dan 2 hp korban, serta 3 barang spesial yang diberikan rersangka kepada korban.
Atas perbuatannya itu, tersangka dikenai Pasal 81 ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 76 D dan atau Pasal 82 ayat (1) Jo 76 E Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, kemudian ditambah 1/3 karena status tersangka merupakan tenaga pendidik. (*)