Ilustrasi (aset:katakaltim)

Mengenang Munir Said Thalib, Aktivis HAM yang Dibunuh di Langit Eropa 20 Tahun lalu

Penulis : Sunardi
 | Editor : Admin
9 September 2024
Font +
Font -

Katakaltim — Satu dari sekian konsekuensi keberanian adalah kematian. Kalimat ini tepat disematkan pada seorang Munir Said Thalib, pejuang Hak Asasi Manusi (HAM), pembongkar kasus-kasus besar, terutama pada era Seoharto.

Munir lahir 20 tahun pasca proklamasi kemerdekaan RI. Lahir di Malang, Jawa Timur 8 Desember 1965. Ibunya bernama Jamilah, dan Ayahnya Said Thalib.

Menempuh pendidikan dasar ditanah kelahirannya hingga kuliah di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang.

Dikutip dari kompas.com, Semasa kuliah, Munir merupakan aktivis diberbagai organisasi, diantaranya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia, dan Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir.


Setelah lulus kuliah, Munir bekerja Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, dan sempat menjadi Wakil Ketua Bidang Operasional Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Dalam rangka mewadahi aktivitasnya dalam membela Hak Asasi Manusia, Munir mendirikan KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) pada 20 Maret 1998.

Lembaga ini merupakan respon Munir terhadap penculikan dan kekerasan terhadap aktivis yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru yang represif dan militeristik.

Mengutip suara.com antara kasus besar yang pernah ditangani Munir adalah, kasus Marsinah, kasus penghilangan paksa 1997-1998, dan Kasus Tanjung Priok.

Kasus penghilangan paksa 1997-1998 terjadi ketika masa transisi pemerintahan Orde Baru ke Reformasi. Melalui lembaga Kontras, Munir menuntut dan mendesak Negara agar bertanggung jawab atas penculikan tersebut.

Kasus Marsinah terjadi pada tahun 1993. Seorang aktivis buruh yang diculik dan dibunuh pasca dirinya melakukan demonstrasi di PT CPS Sidoarjo, Jawa Timur, tempat dia bekerja.

Kasus Tanjung Priok terjadi di tahun 1984, sejumlah aktivis berdemonstrasi menuntut penolakan penerapan asas tunggal Pancasila yang diusung pemerintah Orde Baru.

Dikutip dari detik.com, masih banyak kasus yang ditangani oleh munir, diantaranya penembakan mahasiswa di Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, , Kasus Talangsari pada 1989,kasus Timor Timur pasca dilakukan referendum tahun 1999, DOM Aceh dan Papua, kalimantan, Poso serta kerusuhan di Maluku.

7 September 2004, tepat dilangit Eropa, didalam pesawat Garuda Indonesia GA-974, Munir diracun dengan arsenik saat penerbangannya dari Indonesia menuju Belanda dalam rangka melanjutkan study di Universitas Utrecht.

Kematian Munir tentu saja ada hubungannya dengan rentetan kasus besar yang pernah ditanganinya. Dendam pihak-pihak yang merasa dirugikan, bahkan merasa terancam dengan keberanian Munir dalam mengawal keadilan, maka jalan terakhir untuk mengatasinya adalah membunuh.

Salah satu ungkapan dari cendekiawan Indonesia, Syafii Maarif yang pernah dipublikasikan didalam kertas kerja Kontras, “Di masa-masa yang mencekam saat rezim Orde Baru masih berkuasa, saat kebebasan dipasung dan segala aktivitas yang berseberangan dengan negara diawasi secara ketat, ia tak kenal takut untuk menyuarakan nasib kaum buruh, aktivis mahasiswa dan pemuda, serta kelompok-kelompok masyarakat lain yang mengalami penindasan,”

Sampai hari ini masih menjadi misteri, siapa sebenarnya dalang dibalik pembunuhan Munir.

Aktivis HAM terus menuntut Pemerintah Indonesia untuk membuka kasus kematian Munir seterang-terangnya.

Munir adalah sang legenda yang diselimuti misteri. (*)

Font +
Font -