Ellisa Wulan Oktavia, Wakil Bendahara Umum (Wabendum) Kohati PB HMI (dok: caca/katakaltim)

Milad HMI ke-78: Peran Kohati dalam Menyikapi Tantangan Ekonomi dan Ketahanan Perempuan

Penulis : Caca
5 February 2025
Font +
Font -

Katakaltim — Kali ini katakaltim akan menyajikan opini dari salah satu aktivis perempuan di Indonesia. Dia adalah Ellisa Wulan Oktavia, yang juga selaku Wakil Bendahara Umum (Wabendum) Kohati PB HMI. Berikut ini opininya.

Milad Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) bukan hanya momentum perayaan, tetapi juga ajang refleksi terhadap peran dan kontribusi organisasi dalam menjawab tantangan zaman.

Dalam usia ke-78 tahun ini, HMI dan Korps HMI-Wati (Kohati) dihadapkan pada realitas sosial yang semakin kompleks, salah satunya adalah krisis ekonomi yang berdampak langsung pada perempuan dan keluarga.

Fenomena kelangkaan gas elpiji yang terjadi di berbagai daerah akhir-akhir ini bukan sekadar masalah teknis distribusi, tetapi juga mencerminkan persoalan sistemik dalam pengelolaan sumber daya.

Dampaknya sangat dirasakan oleh masyarakat kecil, terutama perempuan yang mengelola rumah tangga. Di banyak keluarga, perempuan menjadi pihak yang paling terdampak oleh naiknya harga kebutuhan pokok, termasuk kelangkaan gas yang menyebabkan meningkatnya biaya hidup.

Baca Juga: Paradigma Gelar Dialog Dengan Tajuk “Apa Kabar Gerakan Mahasiswa”

Lebih luas, masalah ekonomi seperti inflasi, sulitnya lapangan pekerjaan, serta kesenjangan akses terhadap sumber daya ekonomi semakin memperberat beban perempuan.

Amartya Sen, seorang ekonom peraih Nobel, menekankan bahwa ketimpangan ekonomi dapat menghambat pembangunan sosial karena kelompok yang paling rentan termasuk perempuan tidak memiliki akses yang setara terhadap sumber daya ekonomi.

Dalam konteks ini, perempuan tidak hanya menjadi korban ekonomi, tetapi juga agen perubahan yang memiliki peran penting dalam menciptakan solusi berbasis komunitas.

Sosiolog Pierre Bourdieu juga menjelaskan dalam konsep capital (modal) bahwa perempuan sering kali mengalami keterbatasan dalam mengakses economic capital (modal ekonomi) dan social capital (modal sosial), yang berdampak pada keterbatasan mereka dalam menghadapi krisis ekonomi. Oleh karena itu, pemberdayaan perempuan menjadi faktor kunci dalam menciptakan ketahanan sosial.

Lantas, bagaimana peran Kohati dalam merespons realitas ini?

Pertama: Kohati harus hadir sebagai ruang edukasi bagi perempuan dalam memahami isu ekonomi yang berdampak pada kehidupan mereka.

Perempuan harus memiliki kesadaran kritis terhadap kebijakan ekonomi yang mempengaruhi kesejahteraan mereka, baik di tingkat lokal maupun nasional.

Pemahaman ini penting agar perempuan tidak hanya menjadi korban keadaan, tetapi juga bisa ikut mendorong kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat kecil.

Kedua: Kohati dapat berperan dalam pemberdayaan ekonomi perempuan melalui berbagai program pelatihan dan advokasi.

Naila Kabeer, seorang ahli gender dan pembangunan, menjelaskan bahwa pemberdayaan ekonomi perempuan bukan hanya soal meningkatkan pendapatan, tetapi juga memberikan mereka kontrol terhadap sumber daya dan keputusan ekonomi.

Kohati dapat menginisiasi program literasi ekonomi, wirausaha berbasis komunitas, atau advokasi kebijakan yang mendukung ketahanan ekonomi perempuan.

Ketiga: Kohati harus semakin aktif dalam mengawal isu-isu kebijakan publik yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat, termasuk kelangkaan gas, kenaikan harga kebutuhan pokok, dan ketimpangan ekonomi.

Sebagai bagian dari HMI yang memiliki tradisi intelektual dan gerakan sosial, Kohati memiliki potensi besar untuk menjadi motor penggerak dalam gerakan sosial yang berpihak pada perempuan dan kelompok rentan lainnya.

Momentum Milad HMI ke-78 ini harus menjadi ajang bagi Kohati untuk menegaskan kembali perannya sebagai garda terdepan dalam membangun ketahanan perempuan.

Kohati bukan hanya tempat pengkaderan perempuan Muslim, tetapi juga wadah perjuangan dalam membangun kesadaran kritis dan gerakan yang berdampak nyata bagi masyarakat.

HMI dan Kohati harus terus menjadi bagian dari solusi atas persoalan bangsa. Karena sejatinya, perjuangan ini tidak hanya tentang membangun kapasitas individu, tetapi juga tentang bagaimana HMI dan Kohati dapat berkontribusi dalam menciptakan perubahan sosial yang lebih adil dan berkeadilan. (*)

Penulis:

Ellisa Wulan Oktavia
Wabendum Kohati PB HMI

Font +
Font -
# ePaper
Lebih Banyak >