SAMARINDA — Menyambut momentum kampanye jelang Pilkada serentak 27 November 2024, netralitas Jurnalis plus medianya menjadi perhatian warga.
Pertanyaan terhadap netralitas kemudian dituangkan melalui Diskusi Publik bertajuk “Netralitas Adalah Kunci, Jurnalis Bukan Juru Kampanye” berlangsung di salah satu kafe, Jalan Banggeris, Sungai Kunjang, Minggu (17/11/2024), sore tadi.
Koordinator Jurnalis Milenial Samarinda (JMS), Faishal Alwan Yasir mengatakan jurnalis seharusnya menjadi jembatan antara peristiwa dan masyarakat.
Bukan malah terlibat dalam politik praktis dan harusnya mereka menyampaikan informasi secara akurat, berimbang dan tidak memihak alias tidak netral.
Baca Juga: Bawaslu Kaltim Petakan 26 Indikator Potensi TPS Rawan
Namun, dalam prakteknya, tak jarang jurnalis ikut campur dan memberikan dukungan bahkan menjadi aktor perancang kampanye politik kandidat kepala daerah.
“Ketika jurnalis kehilangan netralitasnya, maka kepercayaan publik akan terkikis,” ujar Isal sapaan karibnya.
Sementara, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda, Yuda Almerio mengatakan kepentingan perusahaan dengan kepentingan redaksi harus dibedakan.
Sehingga produk pers tidak mencelakakan kode etik dan profesi jurnalis. Sebab, jurnalis dan perusahaan pers merupakan dua hal yang berbeda
“Jurnalis adalah pewarta yang mencari berita di lapangan dan terikat oleh kode etik jurnalistik dan harus mengedepankan kepentingan publik,” ucap dia.
Sehingga produk jurnalistik tersebut haruslah objektif. Berbeda dengan perusahaan pers. Meski demikian, perlu adanya politik redaksi yang dilakukan agar produk pers tetap relevan untuk dibaca dan disuguhkan kepada masyarakat.
“Akan sangat memalukan apabila wartawan bertindak demikian dan membawa kepentingan personal ke dalam profesi jurnalistik, ya jurnalis bukan juru kampanye,” bebernya.
Ia pun beranggapan apabila ada perusahaan yang tidak netral, bagi AJI silahkan keluar karena itu sudah melanggar kode etik jurnalistik. Terlebih jurnalis ini pekerja krusial dan memberikan informasi kepada masyarakat.
“Kalau berpihak apa bedanya produk pers dengan humas?,” cecarnya.
Senada, Ketua PWI Kaltim, Abdurrahman Amin mengatakan kebenaran itu tidak netral, melainkan berpihak. Begitu juga kepada profesi wartawan.
Ia menilai wartawan itu manusia yang subjektif, dan dia dituntut membuat karya yang objektif dengan sebaik-baiknya. Meskipun karya jurnalistik pasti ada sisi subyektifnya.
“Nah selama tendensinya untuk kepentingan publik itu sah saja. Bahayanya kalau wartawan itu tidak bisa membedakan antara personal dan profesi dan terbawa-bawa dengan produk jurnalistiknya. Wartawan sebagai profesi maupun personal itu harus dibedakan,” ungkapnya.
Melihat perkembangan demokrasi dan politik di Kaltim, Rahman yang juga Pemimpin Redaksi Samarinda Pos tersebut menyarankan pentingnya memposisikan kapan diri secara personal untuk berbicara dan kapan harus berbicara sebagai pewarta.
“Wartawan ini masuk ke dalam wilayah publik, secara filosofis wartawan tidak punya atasan. Atasan wartawan itu adalah kepentingan publik. Kenapa dikatakan sebagai profesi karena terikat dengan kebebasan dan kode etik,” jelasnya.
Pun demikian, Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kaltim, Wiwid Marhaendra juga mengucapkan media yang tidak netral itu adalah kebijakan dari setiap perusahaan.
Maka, pemilik perusahaan tidak boleh masuk ke dalam redaksi. Kalau pemilik media menjadi pimpinan redaksi, itu yang akan menjadi kacau dan berpotensi berpihak.
“Politik redaksi adalah solusi dalam mendesain keberpihakan media, tapi sebagai wartawan yang harus diutamakan adalah netralitasnya,” ucap dia.
Begitu juga dari Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Kaltim, Mohammad Sukri mendorong independensi terhadap setiap insan pers.
Itu sebagai upaya menjaga produk pers dan tidak mencederai profesi jurnalis meskipun dalam momentum politik.
“Kalau di Kaltim tentunya berharap netralitas para pengusaha media. Kita tidak boleh menyerang pasangan calon lain dan harus memberikan pemberitaan yang jujur,” pungkasnya.
Pasca dari Diskusi Publik Jurnalis Milenial Samarinda dan AJI Kota Samarinda menggelar deklarasi tentang dukungan terhadap netralitas pers selama momentum politik. Khususnya menangkal hoaks dan berita negatif serta teguh pada kode etik jurnalistik. (*)