Dibaca
44
kali
Ilustrasi genetika (dok: canva/katakaltim)

OPINI: Trauma Bisa Jadi Warisan Genetika untuk Lintas Generasi

9 February 2025
Font +
Font -

OPINI — Kali ini redaksi katakaltim akan menyajikan sudut pandang menarik dari sebuah penelitian yang ditorehkan dalam opini. Penulis opini ini merupakan Konselor Pemberdayaan Perempuan di Kabupaten Kutai Timur, Eva Dipanti, yang selama ini aktif dalam bidang psikologi. Berikut opininya:

Konselor Pemberdayaan Perempuan di Kutim, Eva Dipanti (dok: ain/katakaltim)

Konselor Pemberdayaan Perempuan di Kutim, Eva Dipanti (dok: ain/katakaltim)

Saya akan menyajikan sedikit pandangan mengenai warisan yang diturunkan lintas generasi. Saya menuliskan ini karena banyak respons dari berbagai pihak, termasuk pasien dan teman-teman saya mengenai video yang saya posting tentang “Kenapa Gen Z Dikit-dikit Trauma”.

Hampir semuanya memiliki rasa penasaran yang dalam terhadap penyakit dan perasaan mental yang mereka rasakan. Apakah ada hubungannya semua yang mereka rasakan dengan trauma masa lalu dari kedua orang tua mereka?

Tentu orang yang sering mengikuti tulisan-tulisan saya sejak dahulu kala pasti sudah tidak asing dengan apa yang menjadi concern saya.

Bagaimana proses kehamilan yang dirasakan dan dialami seorang ibu akan berpengaruh besar pada janin? (Tapi banyak yang tidak percaya dengan omongan saya tersebut). Saya pun kadang heran.

Para Ilmuwan sekarang mulai berlomba-lomba membuka tabir rahasia di balik kehamilan ini. Apa dan bagaimana manusia diproses sejak pertemuan sel telur dan sperma ini.

Karena prosesnya di dalam dan tak mampu kita lihat, itu pun hanya ibu yang mampu merasakan, maka banyak ilmuwan kesulitan untuk meneliti dan mengobservasinya.

Tetapi ada ilmuwan bernama Bruce Lipton. Seorang ahli biologi dari Amerika Serikat. Meneliti bahwa cetak biru kehidupan manusia dimulai dari pertemuan sel telur dan sperma ini.

Sperma ayah membelah berlipat ganda ketika mengalami pubertas, sedangkan sel telur ibu lahir dengan suplai sel telur sepanjang hidupnya.

Begitu sel-sel telur terbentuk dalam rahim nenek, dia akan berhenti membelah. Jadi sekitar 12 sampai 40 tahun kemudian salah satu sel telur kita akan dibuahi oleh sperma ayah kita dan menjadi kita sekarang ini.

Sehingga bisa dipastikan bahwa kedua belah pihak, baik sel telur dan sperma tersebut membawa peristiwa-peristiwa masa lalu yang berpotensi memengaruhi lintas generasi ke depan.

Karena sperma ayah terus-menerus berkembang selama masa remaja dan dewasa, maka saat proses tersebut sperma akan rentan terhadap jejak-jejak Traumatis yang diturunkan dalam GEN (DNA), sampai akhirnya pada titik ketika kita dalam kandungan.

Para Ilmuwan menyakini bahwa Gen orang tua kita membentuk cetak biru dan model perkembangan dalam diri kita. Sebab pengaruh-pengaruh lingkungan dari yang sangat dini, seperti pembuahan mulai membentuk kita secara emosional, psikologis, dan biologis. Nah, proses pembentukan ini terus berlanjut sepanjang kehidupan kita.

Sinyal-sinyal lingkungan dalam proses kehamilan yang dirasakan oleh ibu kita bisa beroperasi melintasi Membran Sel sehingga mampu mengendalikan perilaku dan filologi sel, sehingga pada akhirnya bisa mengaktifkan atau membungkam suatu Gen (On/Off DNA).

Sehingga, sekarang kita memahami betul bahwa dengan emosi ibu, seperti ketakutan, amarah, cinta harapan dan lain-lain, bisa secara biokimia mengubah ekspresi genetika turun-temurun.

Selama kehamilan, nutrisi dalam darah ibu menjadi usapan untuk janin melalui dinding placenta, sehingga bisa melepaskan sejumlah hormon dan sinyal informasi yang dihasilkan oleh emosi di dalamnya.

Sinyal-sinyal kimia inilah yang mengaktifkan protein reseptor tertentu dalam sel sehingga memicu sejumlah perubahan fisiologis, metabolisme dan prilaku dalam tubuh ibu dan janin.

Dari sini bisa disimpulkan bahwa traumatik masa lalu nenek moyang kita, termasuk dulu kita pernah dijajah selama 3,5 abad lamanya juga membajak Gen dalam diri kita yang tentu juga berpengaruh pada mental dan psikis kita.

Bagaimana cara agar traumatik ini tidak mempegaruhi cetak biru kehidupan kita ke depan dan juga anak cucu kita?

Menurut Bruce Lipton, dia menekankan pentingnya apa yang ia sebut sebagai pengasuhan berkesadaran. Yaitu bagaimana sebelum proses pernikahan atau kehamilan setiap pasangan betul-betul harus mempersiapkan diri terlebih dahulu.

Persiapan mental, pemikiran yang dalam bahwa proses kehamilan sampai perkembangan pasca kelahiran, pertumbuhan dan kesehatan anak bisa sangat dipengaruhi oleh pikiran, sikap dan prilaku dua orang tuanya.

Jadi, ini lah yang selalu kami perjuangan dalam kelembagaan kami untuk terus menerus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pendidikan Pranikah Genetika sebelum pasangan menikah.

Jika ada yang ingin berkonsultasi, silakan hubungi saya. Ini gratis semuanya, tanpa biaya apapun.

Penulis: Eva Dipanti (Konselor Pemberdayaan Perempuan di Kutim)

Catatan: Seluruh isi konten dikembalikan kepada penulisnya. Redaksi katakaltim tidak bertanggung jawab atas kandungan konten di atas.

Font +
Font -
# ePaper
Lebih Banyak >