SAMARINDA — Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik, bersama grup band legendaris, Slank, belum lama ini menanam padi di lokasi eks tambang PT Bukit Baiduri Energi (BBE), Desa Loa Duri Ulu, Kutai Kartanegara (Kukar).
Pihak Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Mareta Sari, menilai agenda itu sebagai tindakan pencucian dosa perusahaan.
Dia bahkan menilai, Pemprov Kaltim seolah-olah berbuat baik. Padahal begitu banyak lahan pertanian dan sumber air yang dirusak oleh pertambangan.
Baca Juga: Hari Sumpah Pemuda ke-96, Kaltim Fokus Cetak Pemuda Berdaya Saing Global
"Yang harus bertanggung jawab adalah pemberi izin dan korporasi yang mendapatkan izin, itu tanggung jawab negara, bukan malah mencuci dosa perusahaan," ucap Eta saat dihubungi Katakaltim, Sabtu 18 Januari 2025.
Baca Juga: Jaringan Advokasi Tambang Menilai Pikiran Pj Gubernur Kaltim Sangat Menyesatkan!
Menurut Eta, jika ini dibiarkan, perusahaan
lain berpotensi melakukan hal serupa (mereplika).
Mengingat reklamasi eks pertambangan butuh biaya banyak dan waktu yang lama.
"Jangan sampai cara ini direplikasi di daerah lainnya hanya karena praktiknya yang instan dan minim biaya tanpa dasar yang jelas," ucap Eta.
Dia menambahkan, fenomena ini akan menjadikan perusahaan meraih label atau stigma baik atas kebijakan yang belum jelas dasarnya itu.
Padahal, misalnya, wilayah konsesi PT BBE telah nyata menelan korban jiwa sejak 2016 hingga 2023.
"Padahal lokasi konsesi PT BBE telah menelan 4 korban," tukasnya.
Lokasi Eks Tambang Diragukan Kebersihannya
Lebih lanjut, Eta meragukan lokasi eks tambang bersih dari bahan kimia berbahaya.
Sebab belum ada hasil penelitian yang menunjukkan kondisi tanah dan air di lokasi eks PT BBE layak ditanami padi.
Mestinya, saran Eta, Pemprov Kaltim punya penelitian jelas terkait kualitas air dan tanah di lahan tersebut.
Jangan sampai ada bahan kimia berbahaya. Lalu seenaknya ditanami padi yang nantinya dikonsumsi khalayak.
"Apa dasar penelitiannya lahan bekas tambang bisa ditanami padi? Apakah ada jaminan lokasi tersebut tidak mengandung bahan kimia berbahaya? Siapa yang akan bertanggung jawab?," cecar Eta tampak menyesalkan.
Lebih jauh dia mengatakan, Jatam Kaltim telah meneliti kualitas air di lokasi pertambangan.
Ternyata ditemukan air di lokasi eks pertambangan mengandung logam berat serta zat berbahaya lainnya.
"Dari penelitian kami, air itu selain dapat menyebabkan kematian, juga punya zat berbahaya yang bisa berimplikasi ke tumbuhan di sekitar lokasi pertambangan," urainya.
Solusi Jatam Kaltim
Eta berpendapat, pemangku kebijakan harusnya lebih fokus pada proses reklamasi eks lokasi tambang.
Seperti tertuang dalam UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Ini supaya perusahaan lain tidak melakukan hal serupa, mengkalim telah melakukan reklamasi dengan cara instan.
"Saya lebih sepakat jika proses reklamasi di lokasi eks tambang tetap dilakukan. Karena itu sudah diatur UU, mengembalikan rona awal kawasan tersebut, meski waktunya lama, dan memakan banyak biaya. Tapi jika ini tidak dilakukan, maka perusahaan-perusahaan lain akan ikut," pungkasnya. (*)