Warga Kutim keluhkan ulah PT Indexim Coalindo yang menambang tanpa ganti rugi lahan dan tanam tumbuh warga (aset: katakaltim.com)

PT Indexim Tak Kunjung Ganti Rugi, Ribuan Warga Kutim Terancam Gegara Penambangan Batu Bara

Penulis : Agu
10 June 2024
Font +
Font -

Kutim — Sengketa lahan antara Kelompok Tani Bina Warga dengan PT. Indexim Coalindo tak kunjung usai. Bendahara Poktan Bina Warga, Sudirman, pun membeberkan kronologi permasalahan ini.

Dia mengatakan, sebelumnya PT Santan Borneo Abadi (SBA) mengadakan Memorandum of Understanding (MoU) dengan pihak Poktan Bina Warga terkait pengelolaan lahan tersebut.

Bendahara Kelompok Tani Bina Warga Sudirman (dok: katakaltim.com)

Bendahara Kelompok Tani Bina Warga Sudirman (dok: katakaltim.com)

Namun setelah dikelola, ada aturan yang mengikat agar statusnya ditingkatkan ke Kelompok Tani Hutan (KTH). Mereka pun mengurus agar statusnya berganti pada tahun 2020.

“Kami sudah lama tinggal di sini, saya ini sudah masuk ke generasi ketiga, termasuk orang tua saya generasi kedua. Kemarin waktu SBA masuk mengelola lahan, mereka ketemu sama kami. Akhirnya terjadilah kesepakatan, MoU untuk mengelola lahan,” ucapnya saat ditemui katakaltim.com pada Senin 10 Juni 2024.

“Setelah terjadi itu, kemudian kita tau bahwa ada aturan yang mengikat harus dinaikkan ke tingkat KTH. Maka kita tingkatkan lah jadi KTH di tahun 2020. Nahh 2023 barulah IPPK indeks terbaru keluar. Jadi kami sudah lebih dulu ada di situ baru mereka. Kemudian KTH kami tahun 2020 sudah diregistrasi sama Dinas Kehutanan,” sambungnya menerangkan.

Baca Juga: Ketua TRC-PPA Kaltim Rina Zainun, dan Anggota DPRD Kaltim Agiel Suwarno (foto:kolase/katakaltim)Anak Usia 5 Tahun Diperkosa Pamannya, TRC-PPA dan DPRD Kaltim Geram, Kini Dalam Proses Penyidikan

Menurut Sudirman, pengelolaan lahan yang ada di wilayah Karangan itu belum menemui titik terang. Alasannya, PT. Indexim mengira pihaknya tidak punya tanggungjawab sedikit pun atas hak-hak warga setempat.

Karena itu, ditegaskan Sudirman, pihaknya berkeberatan agar Indexim memenuhi permintaan warga. Apalagi selama ini warga juga punya kekuatan hukum atas pengelolaan lahan tersebut.

“Nahh lahan inilah yang berpotensi habis. Makanya kami merasa keberatan, kok Indexim ini tidak ada pedulinya terhadap masyarakat. Selama ini kan tidak ada titik terang, artinya mereka (Indexim) menganggap bahwa telah mengantongi izin, karena itu mereka berpikir tidak lagi punya tanggungan untuk menyelesaikan hak-hak kami, karena berpikir itu wilayah kawasan,” ucapnya.

“Sementara kami ini kan punya legal juga dari Dinas Kehutanan terkait pengelolaan lahan. Selanjutnya kalau kita bicara adat-istiadat, sejak dulu, sebelum ada namanya surat dan lain-lain, kami sudah hidup di sini,” beber Sudirman.

Lebih jauh ia membeberkan pengelolaan PT Indexim terhadap lahan itu bisa berdampak pada ribuan orang yang nyatanya menggantung hidup atas lahan tersebut.

“Di sini kan ada 300-an orang yang setidaknya menggantungkan hidup, kalau ditambah dengan anak-anaknya kan sekitar ribuan. Nahh sekarang lahan yang dikelola di situ sekitar 200-an hektar, lahan tanam tumbuh kami yang kami kerjasamakan dengan SBA itu sudah banyak yang dirusak,” bebernya.

Karena itu Sudirman berharap pihak Indexim melakukan ganti rugi atas apa yang dilakukannya. “Harapan kami lahan ini kan termasuk sumber penghidupan kami. Janganlah Indexim menggarap lahan itu, mengambil hasilnya, lalu kami ditiadakan di situ.”

“Apalagi di situ kan ada hasil. Minimal mereka ganti lah hasil itu. Kita harapakan jangan semena-mena lah, apalagi di situ ada aset kami,” sambungnya dengan mata berkaca-kaca.

Dia pun merincikan kemungkinan kerugian yang dialami warga. “Kalau mau berhitung masalah tanam tumbuh, itu kan jelas ada aturannya. Harga tanam tumbuh kan ada, misalnya kayu Akasia itu 350 ribu 1 pohon. Kalau Ekaliptus 400 ribu per pohon. Nahh dalam satu hektarnya bisa ada sekitaran 300 sampai 350 pohon.”

“Nahh lahan 73 hektar adalah lahan yang berada di luar kemitraan dengan SBA. Tapi sudah digarap PT Indexim. Kemudian sekitar 274 hektar yang berada dalam kemitraan dengan SBA yang selanjutnya mereka tambang. Dan saat ini mereka sudah masuk ke areal kemitraan kami melakukan penambangan. Kalau kami hitung-hitung mereka sudah menggarap lahan kami kurang lebih 200 hektar,” bebernya.

Sementara pihak Indexim mengatakan bakal mencatat semua apa yang disampaikan warga. “Kami akan catat semua, saya sepakat bahwa kita harus selesaikan dengan baik. Namun untuk mengambil keputusan kapan, saya belum bisa berikan. Tapi tidak lama ini, semoga bisa dua minggu ke depan,” terangnya.

Di kesempatan itu juga Kapolsek Sangkulirang, Sudarwanto, mengatakan pihaknya telah memediasi kedua belah pihak. Setelah dimediasi, ada keputusan untuk mengganti rugi. Namun mediasi selanjutnya, PT Indexim enggan melakukan pembayaran ganti rugi.

“Saya sudah dua kali memediasi. Pertama kita lakukan, sudah mengerucut. Kemudian yang kedua saya ikutkan dari rekan-rekan KPHP Bengalon. Saat itu sudah mengerucut. Artinya, kedua pihak sudah mulai ada titik temu. Tinggal bicara terkait dengar harga,” terangnya.

“Nahh setelah dijadwalkan pertemuan ketiga, pihak Indexim katanya tidak akan memberikan ganti rugi, karena ada surat yang menjadi pokok, bahwa Indexim tidak perlu melakukan pembayaran. Nahh kami kepolisian hanya bisa memediasi supaya tidak terjadi gesekan. Keduanya, di hati kami sama, harus diayomi. Kami hanya bisa menengahi. Memberikan solusi, semuanya nanti itu tergantung kedua belah pihak,” sambungnya.

Senada Kapolsek, Danramil Sangkulirang mengatakan pihaknya juga telah memberikan solusi. “Solusinya sudah kami berikan, tapi kadang-kadang tak dianggap. Nahh saya sampaikan, kami tak ada kepentingan di Indexim mau pun kelompok tani.”

“Keinginan kita adalah bagaimana keduanya harmonis. Tapi Kelompok Tani kerja sama SBA, lalu SBA kerja sama dengan Indexim tapi ketiganya tidak mau duduk bersama,” pungkasnya. (*)

Font +
Font -