SAMARINDA — Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menegaskan rencana relokasi Pasar Subuh bukan inisiatif sepihak Pemkot Samarinda.
Tapi dari permintaan pemilik lahan tempat pasar subuh beroperasi saat ini.
Bahkan, menurut Andi Harun, pemilik tanah sudah dua kali melayangkan surat ke Pemkot Samarinda.
Baca Juga: Andi Harun Target 100 Persen Akses Air Bersih pada 2029, Butuh Kucuran Dana Rp2 Triliun
"Mereka sudah dua kali menyurati, jauh sebelum ada wacana pemindahan ke Jalan PM Noor," ungkap Andi Harun saat ditemui di Balaikota, Senin 5 Mei 2025, malam.
Baca Juga: Bawa 5 Tuntutan, Pedagang Pasar Subuh di Samarinda Tolak Rencana Relokasi
Surat pertama dari pemilik lahan disampaikan melalui pihak kelurahan. Dan baru-baru ini kembali diperbarui setelah isu relokasi mencuat ke publik.
Menurutnya, ini membuktikan klaim yang menyebutkan relokasi tak berdasar menjadi gugur.
"Jadi tidak benar kalau dibilang ini bukan tanah milik pemerintah kota, lalu dianggap tidak bisa ditertibkan. Ini tanah pribadi, dan yang punya tanah yang justru minta agar digunakan sebagaimana mestinya," terangnya.
Politisi Gerindra itu juga menepis isu bahwa relokasi pasar berkaitan dengan rencana penataan kawasan Pecinan.
Ia menegaskan, pembahasan relokasi sudah dilakukan jauh sebelumnya dalam konteks penataan ruang kota.
"Konsep tata ruang kita tidak lagi memungkinkan Pasar Subuh tetap berada di lokasi sekarang," terangnya.
"Tidak mungkin kita terus biarkan pasar berada di tengah kota yang semrawut, bau, becek, dengan ruang bongkar muat dan parkir yang tak tertata," sambungnya.
Dia meminta warga memahami bahwa penataan kota adalah bagian dari kebijakan publik yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup warga, pun bisa saja menimbulkan ketidaknyamanan di awal.
"Kebijakan publik tak pernah diniatkan untuk menyakiti warga. Tapi kita harus siap meninggalkan zona nyaman demi penataan kota yang lebih baik," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, rencana Pemerintah memindahkan Pasar Subuh ke Pasar Beluluq Lingau di Jalan PM Noor memicu polemik.
57 pedagang menolak rencana relokasi tersebut. Mereka menuding proses relokasi dilakukan tanpa kesepakatan. Bahkan cenderung memaksa.
Ketua Paguyuban Pedagang Subuh (PPS), Abdul Salam, mengungkapkan para pedagang tidak pernah menyetujui relokasi tersebut secara resmi.
Ia menilai pertemuan pada 2023 hanya menjadi ajang tekanan atau intimidasi terhadap para pedagang.
“Pertemuan itu hanya formalitas. Aspirasi kami tidak digubris, dan tanda tangan yang dikumpulkan hanyalah absensi, bukan bentuk persetujuan,” jelas Salam pada konferensi pers di Pasar Subuh pada Minggu 4 Mei 2025.
Ia juga membantah anggapan bahwa pengambilan nomor lapak oleh sebagian pedagang menandakan persetujuan mayoritas.
Menurutnya, keputusan tersebut bersifat individual dan tidak mewakili keseluruhan pedagang.
Salam turut menyinggung sosok ketua paguyuban lama yang disebut mendukung relokasi.
“Dia tidak lagi aktif berdagang sejak enam tahun lalu dan tidak pernah terpilih secara sah sebagai ketua,” bebernya.
Polemik semakin rumit karena pemerintah menggunakan Perda No. 19 Tahun 2021 tentang penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai dasar hukum relokasi.
Salam menegaskan pedagang Pasar Subuh bukanlah PKL, melainkan pedagang resmi yang menyewa lahan milik pribadi dan memiliki kartu identitas pedagang.
Diketahui, penertiban dijadwalkan berlangsung besok, Senin 5 Mei 2025, para pedagang menegaskan tetap akan beraktivitas seperti biasa.
Pun demikian, Salam menyatakan pihaknya masih membuka ruang dialog dengan pemerintah.
“Kami tidak menutup pintu musyawarah, asalkan prosesnya adil dan tidak sepihak,” pungkasnya. (*)