Dibaca
175
kali
DPRD Bontang menggelar rapat dengar pendapat (RDP) mengundang sejumlah pihak terkait, antara lain PT EUP, Dinas Ketahanan Pangan, Perikanan, dan Peternakan (DKPPP) Bontang, serta pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bontang, Kamis 27 Maret 2025. (Dok: agu/katakaltim)

Sejumlah Catatan Penting dalam RDP DPRD Bontang Bersama DLH, DKPPP dan PT EUP Terkait Dugaan Pencemaran Lingkungan

Penulis : Agu
27 March 2025
Font +
Font -

BONTANG — Akhir-akhir ini ribut masalah dugaan pencemaran lingkungan berupa limbah oleh Perusahaan Energi Unggul Persada (PT EUP) di Kota Bontang, yang berdampak pada sejumlah nelayan di Santan Ilir, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).

Tidak menunggu lama, DPRD Bontang langsung menggelar rapat dengar pendapat (RDP) mengundang sejumlah pihak terkait, antara lain PT EUP, Dinas Ketahanan Pangan, Perikanan, dan Peternakan (DKPPP) Bontang, serta pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bontang, Kamis 27 Maret 2025.

“Sayangnya wakil rakyat tak mengundang warga dan atau korban terdampak,” gumam redaksi dalam hati. Saat dikonfirmasi ke Rustam selaku dewan yang memimpin rapat tersebut, mengatakan warga diundang setelah hasilnya sudah ada.

Baca Juga: Camat Bontang Utara Muhammad Nur. (aset: ajijah/katakaltim.com)Kolaborasi DLH dan KSM Bantu Pengelolaan Sampah di Bontang Utara

“Jadi tadi itu memang konsepnya untuk mendengar masukan dan tanggapan OPD dan PT EUP aja,” kata Rustam dalam pesan singkatnya.

Baca Juga: Ketua KNPI Kota Bontang, Indra Wijaya soroti matinya ikan di kawasan perusahaan PT EUP yang diduga dampak dari pembuangan limbah ke laut (dok: agu/katakaltim)KNPI Kota Bontang Desak Investigasi Dugaan Pencemaran Lingkungan oleh PT EUP

Terlepas dari itu, pada kesempatan ini redaksi katakaltim akan menyajikan sejumlah catatan penting dalam RDP tersebut mengingat informasinya begitu simpang siur dan masing-masing memiliki pembelaan, plus datanya masih sangat minim.

Namun kami akan tetap menyampaikan beberapa pandangan penting serta tanggapan yang mengisi ruang RDP di Kantor DPRD Bontang yang digelar tengah hari hingga sore itu. Rapat tersebut alot, berlangsung selama 3 jam.

Pernyataan PT EUP

Manajemen atau Humas PT EUP, Jayadi, mengungkapkan video yang beredar viral itu diambil pada 19 Maret 2025 pagi. Mereka menerimanya pada sore hari dan pihaknya langsung turun melakukan pengecekan.

Jayadi mengklarifikasi bahwa video yang beredar itu bukan di pesisir bebas atau tidak berada dalam zona tangkap ikan. Tetapi ruang laut tersebut adalah zona industri, memiliki izin, dan bersebelahan dengan PT Indominco.

“Jadi koordinatnya bersentuhan dengan Indominco dan tidak ada satu pun ruang yang tersisa untuk ruang umum. Artinya ini untuk EUP dan Indominco,” tegasnya.

Semuanya Normal Saja

Jayadi menambahkan bahwa di hari itu juga, 19 Maret 2025, pihaknya melakukan investigasi untuk melihat langsung bagaimana proses Water Treatment Plant (WTP). WTP adalah fasilitas pengolahan air yang berfungsi menyaring dan membersihkan air dari sumber alami

Sampai saat ini, menurut dia, pihaknya berjalan sesuai prosedur dan normal-normal saja. Sesuai dengan SOP atau Standard Operating Procedure (Prosedur Operasional Standar) yang telah ditetapkan, dan bahkan sesuai dengan perizinan.

Semuanya sesuai, begitu kata Jayadi. Baik di dalam persetujuan teknis (Pertek) yang dikeluarkan Lingkungan Hidup (LH) maupun dengan Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) yang dikeluarkan oleh Gubernur.

“Nah kemudian kami juga rutin melakukan uji sampling air limbah, dan semuanya masih memenuhi nilai ambang batas,” terangnya.

Asumsi Faktor Eksternal

Berdasarkan bukti-bukti, walaupun masih sepihak, yang disampaikan Jayadi, maka lahir berbagai asumsi bahwa ribuan ikan yang mati di perairan Bontang Lestari bisa saja karena air pasang.

“Jadi kalau ada ikan yang mati, mungkin itu berasal dari faktor eksternal, terbawa arus yang mungkin sebelumnya memang dibawa oleh air pasang,” katanya.

“Bisa juga faktor sabotase, oksigen dan sebagainya yang terlalu lama ditangkap di jaring kemudian dibawa, ditabur, bisa jadi begitu. Tapi itu semuanya asumsi,” jelas dia.

Semua asumsi itu tidak akan mampu menjelaskan keadaan sebenarnya. Untuk itu ia meminta agar semua ini dibuktikan dengan kelengkapan data.

Jayadi pun menegaskan, pihaknya di PT EUP tidak mau kalau hasil uji lab dan datanya itu tidak langsung dari mereka yang punya kewenangan, dalam hal ini adalah negara.

“Untuk bisa disimpulkan, harus ada kesimpulan dari negara dalam hal ini LH. Di luar dari itu kami menolaknya. Karena semuanya diputuskan oleh negara,” imbuhnya tampak tegas.

Tanggapan DLH Bontang

Kepala DLH Kota Bontang, Heru Triatmojo, mengatakan pihaknya juga menerima laporan pada 19 Maret. Esok harinya, pada 20 Maret 2025, Heru memerintahkan para pengawas dan bidang laboratorium (lab) mengambil sampel yang diduga tercemari limbah.

Pihaknya mengambil sampel di 3 titik. Pertama di wilayah otulet pembuangan limbah PT EUP. Kemudian dua titik di depannya. Salah satunya adalah titik pentaatan yang diterbitkan di dalam izin pembuangan limbah cair PT EUP sendiri.

“Sekali lagi ini dugaan pencemaran. Belum jelas hasilnya,” katanya. Berdasarkan pantauan, pengambilan sampel tersebut dalam kondisi cuaca gerimis.

Solusi Lab Samarinda

Heru mengatakan telah mengambil parameter pH (potensial of Hidrogen) air di lokasi tersebut. Kemudian Total Suspended Solids (TSS) air, yaitu parameter kualitas air yang menunjukkan kadar padatan tersuspensi dalam air.

Termasuk parameter BOD (Biological Oxygen Demand), yaitu ukuran jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme untuk mengurai bahan organik dalam air.

“Kemudian ada parameter minyak dan lemak,” katanya.

Namun, karena ini butuh penanganan khusus, makanya mereka meminta langsung agar praktisi lab yang turun adalah yang punya sertifikasi. Mengingat lab di DLH Bontang jauh dari kata canggih.

Kemudian, bersama pihak Laboratorindo Alam Bestari, DLH kembali mengambil sampel pada 25 Maret 2025. Mereka mengambil 20 parameter.

Hasil uji lab DLH Bontang pada 20 Maret 2025 (dok: agu/katakaltim)

Hasil uji lab DLH Bontang pada 20 Maret 2025 (dok: agu/katakaltim)

Heru mengakui berdasarkan parameter pH yang mereka ambil pada tanggal 20 Maret, kadar air di perairan Bontang lestari memang normal.

“Yang 20 parameter itu kami kirim karena lab Samarinda, karena lab kami belum tersertifikasi. Hasilnya nanti menunggu 14 hari kerja,” jelasnya.

Dokumen PT EUP

Heru menambahkan, sekaligus melakukan klarifikasi, bahwa untuk persetujuan lingkungan PT EUP atau izin pembuangan limbah air ke laut, tertuang dalam keputusan Gubernur Kaltim tahun 2024, ditetapkan pada 4 Desember.

“Ini tentang air limbah yang boleh dibuang di perairan, berlaku selama 5 tahun,” jelasnya.

Kemudian Pertek pemenuhan baku mutu limbah dikeluarkan oleh surat Dirjen pada 25 Oktober 2024. Termasuk dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) diterbitkan oleh Gubernur.

“Jadi kewenangan semuanya di provinsi. Kami di DLH Bontang prinsipnya membantu saja. Dalam hal ini mengawasi proses dugaan pencemaran tersebut,” jelasnya.

Bukan Domain Dinas Perikanan

Kepala Dinas Perikanan (DKPPP) Kota Bontang mengaku pihaknya juga merasa jadi korban. Setelah melihat video tersebut, pihaknya langsung melakukan koordinasi ke Provinsi.

Dia mengatakan bahwa pihak Provinsi menyampaikan laut dengan jarak 0 sampai 12 mil, merupakan domain provinsi.

“Jadi kami tidak punya domain di situ,” jelasnya.

Dia juga menyampaikan harusnya para nelayan tidak langsung mengekspos video tersebut. Namun Kepala DKPPP bilang bahwa mereka yang melakukan itu adalah nelayan di Santan Ilir.

“Nah itu tidak masuk wilayah Bontang. Yang kami bina selama ini adalah nelayan Bontang,” jelas dia.

Lebih jauh dirinya menerangkan apabila ikan sudah mati, maka 24 jam tidak bisa lagi dilakukan uji lab. Alasannya sudah tercampur dengan bakteri.

“Maka sekali lagi, kami di sini hanya ingin membela para nelayan. Kami berharap ini bisa dituntaskan. Kami juga menginginkan kepada semua pihak supaya bersabar karena ada mekanisme,” terangnya.

Dewan Geram

Wakil Rakyat Bontang Muhammad Sahib mengawali pembicaraannya dengan nasehat-nasehat.

“Apa yang kita lakukan pada siang hari ini adalah sesuatu yang harus diseriusi. Harus jujur. Kenapa? Tidak mungkin itu ikan mati kalau tidak ada penyebabnya,” tegas Ibe, sapaan akrabnya.

Ibe meminta seluruh pihak yang terlibat harus jujur. Pihak terkait wajib membuktikan. Mengingat sebelumnya ada hasil lab yang dimanipulasi.

“Jangan sampai ada kongkalikong antara perusahaan dan pemerintah. Jadi harus jujur. Ini bulan puasa ini,” kata dia.

Ibe Bantah DLH dan DKPPP

Politisi NasDem itu kemudian menyoroti hasil penelusuran DLH Bontang, bahwa semuanya dalam keadaan standar. Namun berdasarkan observasi Ibe, semua ikan mati.

“Tidak mungkin ikan itu disuntik mati pak. Dan itu tidak sedikit pak. Ribuan. Saya mendatangi tempat itu,” tegas dia.

Kepada DKPPP, Ibe membeberkan di wilayah tersebut banyak nelayan dari warga Bontang. Dan itu tidak sesuai dengan pernyataan DKPPP.

“Nelayan bapak banyak di sana. Mungkin tidak melaporkan saja,” tandasnya.

Hukuman Harus Setimpal

Ibe lalu menceritakan kisah anak Bontang yang dipenjarakan pihak perusahaan hanya karena menuntut keadilan agar diberdayakan sebagai pekerja. Tetapi perusahaan malah memenjarakan pemuda tersebut hanya karena merusak 1 seng.

“Ada salah satu anak Bontang yang menuntut keadilan tapi dianggap bersalah, maka dia dipenjarakan,” katanya. Apabila PT EUP dikatakan bersalah, Ibe juga meminta agar mereka dipenjarakan.

“Kemarin orang itu hanya merusak 1 seng. Tapi dipenjarakan. Kalau ini sudah merusak lingkungan, membuat ikan mati beribu-ribu, maka saya minta yang bertanggung jawab akan dipenjarakan seumur hidup. Harus fair ini hidup ini,” tegas dia.

Sembari menunjukkan gambar pembuangan limbah PT EUP, Ibe pun semakin geram. “Di mana dapat pembuangan limbah seperti ini?” Kemudian ada asumsi sabotase, “dari mana nelayan mau sabotase?”

Ibe pun meminta agar pihak perusahaan hidup berdampingan dengan masyarakat dan jangan selalu mencari masalah. Terkait domain provinsi, Ibe mengatakan yang hidup di Bontang adalah warga Bontang. Mereka harus menjaga kearifan lokalnya.

Fix Limbah dari PT EUP

“Mohon maaf saya mendahului pak ketua. Ini adalah limbah daripada EUP,” kata Ibe.

Dia juga menjelaskan bahwa Indominco tidak menimbulkan limbah seperti itu. PT Graha yang berada di wilayah tersebut juga tidak menimbulkan limbah semacam itu. Apalagi PT Badak, terlebih jika diasumsikan limbah tersebut datang dari PKT, Ibe mengatakan tidak.

“Tidak ada proyek di luar PT EUP yang memproduksi minyak di Bontang. Di video itu ada minyak di atas air,” jelasnya.

“Maka minta maaf dan bertanggung jawab lah kepada masyarakat,” pinta dia.

Tanggapan Nur Salam

Salam mengatakan memang ini adalah kewenangan provinsi. Namun DLH Bontang tidak boleh menutup mata atas kejadian ini. Mereka harus tetap melakukan pengawasan.

Benar bahwa masih menunggu hasil lab yang tersertifikasi. Tetapi sejauh alat yang digunakan itu sama, maka hasilnya juga tidak akan jauh berbeda.

“Yang tersertifikasi itu hanya pengakuan dari negara. Karena sumber bakunya sama ya persentase hasilnya juga tak jauh beda. Kecuali titiknya berbeda. Itu pasti berbeda,” jelasnya.

Salam mengutip UU 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada Pasal 104:

Setiap orang yang membuang limbah ke lingkungan hidup tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar. Pelaku dapat dikenakan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar jika melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin

Ia mengatakan bahwa ada dua persoalan ketika menilik pasal tersebut, yaitu izin pengelolaan limbah cair dan limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya).

“Nah apakah keduanya ini memiliki izin? Kalau limbah B3 harus ada izin damping. Tapi tidak boleh melebihi ambang baku yang dipersyaratkan,” katanya.

Sebelumnya pihak PT EUP mengatakan bahwa wilayah tersebut adalah zona industri. Namun Salam mengatakan bukan berarti seenaknya saja perusahaan membuang limbah di situ tanpa pengelolaan yang baik.

Lebih jauh, politisi Golkar itu mengira-ngira jangan sampai ada ketoledoran pihak PT EUP dalam persoalan ini. Misalnya oknum yang membuang limbah tanpa mengikuti prosedur yang telah dipersyaratkan.

“Nah jangan sampai ada oknum di dalam yang sengaja membuang limbah tak mengikuti prosedur tanpa sepengetahuan pak Jayadi. Sama halnya ikan mati karena faktor eksternal. Itu bisa terjadi. Tapi itu kan memerlukan uji data,” terangnya.

“Prinsipnya, kalau memang terbukti menabrak aturan, maka EUP harus dikenai pasal tersebut (104),” tandas dia.

Apa Kata Awing?

Wakil rakyat lainnya, Awinardi, menyoroti DLH Bontang ihwal masalah pengambilan sampel. Sejauh pemahaman dia, karena juga pernah terlibat dalam pengambilan sampel, harusnya ada sampel logam berat.

“Jadi pH saja tidak cukup pak. Logamnya juga berapa. Yang saya lihat di sini cuma pH. Kalau pH kan ini relatif. Yang terpenting itu zat beracunnya dan logam beratnya,” kata Awing, sapaan akrabnya.

Untuk itu Awing menyarankan agar DLH Bontang tidak setengah-setengah mengambil sampel. DLH harusnya juga mengambil sampel tanah, daun, pohon yang ada di wilayah tersebut.

“Coba ambil sampel di dedaunan, pohon, dan juga tanahnya,” saran dia.

Bontang Cinta Investasi

Awing lebih lanjut menyampaikan bahwa Kota Bontang sangat mencintai investasi. Maka perusahaan dibebaskan beroperasi. Namun perusahaan juga harus mengikuti aturan.

“Tapi kalau perusahaan tidak ikuti aturan, ayo kita ‘keroyok’. Buktikan barang itu.!!! Kalau perlu ajak teman-teman Polres dan media untuk investigasi,” tegasnya.

Untuk itu Awing meminta agar PT EUP dan pihak terkait membuktikan apa yang menjadi tudingan masyarakat. Kalau memang ini bukan kesalahan perusahaan, harusnya secepatnya diselesaikan.

“Agar tidak ada dinamika asumsi gitu,” tandasnya.

“Kita senang kalau ada EUP, kita cinta juga masyarakat. Tapi perusahaan harus sesuai SOP dong,” pintanya.

Betul PT EUP punya teknik pengelolaan limbah, namun bisa jadi ada human error atau kesalahan manusia.

“Siapa yang bisa sangkal?” Tanya dia.

“Pesan kami jangan pernah takut. Kami tidak mendesak. Tapi buktikan Anda tidak bersalah. Artinya yang diminta publik untuk buktikan ya buktikan,” tegasnya.

Debat Kusir

Joni Alla Padang mengaku pertemuan ini akan menjadi debar kusir jika tidak ada penyajian data. Apa yang diharapkan dalam RDP ini sebenarnya adalah pihak perusahaan juga membawa data. Bukan hanya klaim saja.

“Jadi, data apa yang kami mau lihat? cecarnya. “Kita duduk di sini supaya bisa mengetahui penyebabnya dan ada solusinya,” sambung dia.

Bicara UU tentang asas kelestarian, kata Joni, justru bertentangan dengan pernyataan pihak PT EUP. Seperti yang diulang beberapa kali, bahwa Jayadi mengatakan itu adalah kawasan industri dan bukan zona tangkap ikan.

“Saya kaget dengan statemen yang disampaikan dari pak Jayadi bahwa itu adalah ruang industri dan bukan ruang umum,” katanya.

Joni menilai pernyataan tersebut tersembunyi pemikiran bahwa walaupun ikan itu mati, namun jika dalam kawasan industri, maka itu bukanlah sebuah masalah.

Joni lebih jauh menanyakan ke DLH soal Sparing limbah, yaitu sistem pemantauan kualitas air limbah secara otomatis, terus menerus, dan dalam jaringan. Sistem ini diwajibkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.

Alat ini digunakan untuk memantau air limbah selama 24 jam yang terkoneksi dengan dinas terkait.

“Nah masalah pabrik CPO ini apakah dalam Permen LHK itu bukankah diwajibkan untuk memasang sparing?” Tanya dia.

“Kalau kita bicara tentang limbah. Itu kan keluarnya 24 jam. PT EUP itu limbah basah. Artinya dipastikan debit yang keluar itu lebih banyak,” sambung dia menerangkan.

Untuk itu, Joni kembali menyampaikan harapannya agar pihak terkait menunjukkan data spesifik.

“Kalau memang datanya menunjukkan tidak ada pelanggaran terhadap baku mutu yang ditetapkan, nah kita bisa sama-sama menganalisanya,” tandasnya

Ia juga meminta agar pihak PT EUP, dalam hal ini adalah Jayadi tidak membuat statemen yang membuat masyarakat sakit hati. (Agu)

Font +
Font -
# ePaper
Lebih Banyak >