Ilustrasi Program MBKM. (dok: Isak Mangele)

Sisi Lain Konversi Kredit Program MBKM

Penulis : Caca
17 December 2024
Font +
Font -

KALTIM — Kali ini katakaltim.com menyajikan ulasan salah satu mahasiswi Magister Administrasi Publik Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Isak Mangele, menyangkut Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Berikut ulasannya.

Universitas Mulawarman telah menjalankan Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) sejak 2020, membuka peluang bagi mahasiswa untuk memperkaya pengalaman akademik lintas disiplin dan mengembangkan keterampilan sesuai minat mereka. Program ini memberi kesempatan mahasiswa untuk belajar di luar program studi asal, namun hambatan besar muncul dalam hal pengakuan kredit.

Masalah yang dihadapi adalah bagaimana mata kuliah yang diambil di luar prodi dapat dikonversi menjadi SKS yang diakui dalam kurikulum program studi dimana mahasiswa berasal. Banyak mahasiswa merasa terjebak dalam dilema antara mengejar kesempatan MBKM yang ditawarkan atau berfokus pada kurikulum prodi mereka, karena tidak semua mata kuliah dari program MBKM dapat diakui penuh. Kondisi seperti ini berpotensi mengurangi minat mahasiswa untuk berpartisipasi dalam MBKM, sekaligus membatasi perkembangan lintas disiplin yang seharusnya menjadi inti program ini.

Untuk itu, Universitas Mulawarman perlu melakukan berbagai penyesuaian, seperti memperbaiki kebijakan pengakuan SKS, menyesuaikan kurikulum agar lebih akomodatif, dan meningkatkan sosialisasi mengenai mekanisme konversi.

Keterbatasan pengakuan terhadap SKS dalam program MBKM di Unmul menimbulkan beberapa dampak yang signifikan:

1. Menghambat Minat Mahasiswa dalam Mengikuti Program MBKM

Program MBKM bertujuan memberikan fleksibilitas bagi mahasiswa untuk mengeksplorasi minat akademik di luar prodi asal sehingga memperkaya wawasan lintas disiplin. Namun, tanpa adanya kepastian pengakuan SKS, mahasiswa cenderung mempertimbangkan ulang keputusan mereka untuk terlibat dalam program ini, mengingat risiko beban akademik tambahan jika SKS dari kegiatan MBKM tidak diterima di prodi mereka.

Ketidakpastian dalam pengakuan SKS ini tidak hanya mengurangi antusiasme mahasiswa tetapi juga memicu keraguan terhadap manfaat program MBKM itu sendiri. Mahasiswa, yang pada dasarnya tertarik mengeksplorasi potensi lintas bidang melalui MBKM, merasa dilematis antara mengambil peluang tersebut atau tetap berfokus pada kurikulum prodi agar tidak memperpanjang masa studi. Kondisi ini dapat menghalangi tujuan utama MBKM, yaitu menciptakan kesempatan belajar yang lebih inklusif dan membuka peluang lintas disiplin bagi mahasiswa.

Pada akhirnya, minat mahasiswa terhadap MBKM terancam menurun jika permasalahan pengakuan kredit tidak segera ditangani. Program yang seharusnya menjadi sarana peningkatan kompetensi multidisiplin ini justru dapat kehilangan daya tariknya karena adanya kekhawatiran akademik yang belum terjawab.

2. Pemborosan Waktu dan Usaha Mahasiswa

Jika mata kuliah yang diambil di luar program studi tidak dapat dikonversi menjadi SKS yang diakui, mahasiswa menghadapi konsekuensi yang cukup signifikan. Mereka harus mengulang mata kuliah dalam kurikulum prodi mereka, yang seharusnya sudah terpenuhi melalui kegiatan MBKM. Situasi ini menambah beban akademik dan juga menimbulkan rasa frustasi, karena usaha dan waktu yang telah dicurahkan dalam program MBKM menjadi terasa sia-sia jika tidak diakui secara formal.

Dampak langsung dari keterbatasan pengakuan kredit ini adalah potensi keterlambatan waktu kelulusan mahasiswa. Mahasiswa yang berharap dapat mempercepat studi melalui kegiatan MBKM, justru berisiko tertunda karena harus menyelesaikan beban SKS tambahan di prodi asal.

Dengan beban akademik yang lebih berat, mahasiswa tidak hanya menghadapi peningkatan tekanan akademik tetapi juga perlu mengalokasikan lebih banyak waktu untuk memenuhi persyaratan lulus, yang pada akhirnya dapat memperpanjang durasi studi dan meningkatkan biaya pendidikan. Kekhawatiran ini membuat mahasiswa berpikir ulang sebelum memanfaatkan kesempatan yang disediakan MBKM, meskipun program ini bertujuan memberikan pengalaman pendidikan yang lebih luas dan komprehensif.

Hambatan Implementasi Pengakuan SKS Lintas Prodi

Implementasi program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di Universitas Mulawarman (Unmul) mengalami hambatan serius dalam pengakuan Sistem Kredit Semester (SKS) dari kegiatan lintas prodi. Salah satu penyebab utama masalah ini adalah kurangnya standar pengakuan SKS yang seragam di setiap program studi (prodi). Standar pengakuan kredit sebenarnya telah dibuat oleh kementerian dalam “Buku Panduan MBKM” yang telah diterbitkan oleh direktorat jenderal pendidikan tinggi kementerian pendidikan dan kebudayaan pada tahun 2020.

Pada buku panduan dijelaskan bahwa prodi akan memfasilitasi mahasiswa yang akan mengambil pembelajaran lintas prodi dalam Perguruan Tinggi, menawarkan mata kuliah yang bisa diambil oleh mahasiswa di luar prodi dan luar Perguruan Tinggi beserta persyaratannya. Namun dalam implementasi Unmul masih belum dapat memenuhi secara utuh dan merata untuk setiap prodi terhadap pengakuan kredit tersebut. Hal ini disebabkan belum adanya pedoman baku yang seragam dalam mengonversi SKS dari kegiatan MBKM internal Unmul yang mengakibatkan muncul ketidakpastian dalam proses pengakuan kredit. Hal ini melemahkan tujuan utama MBKM, yaitu memberi kebebasan belajar lintas disiplin tanpa mengorbankan kelulusan tepat waktu.

Selain itu, keterbatasan fleksibilitas dalam kurikulum prodi juga turut menjadi hambatan besar. Banyak prodi di Unmul masih menerapkan kurikulum kaku yang menitikberatkan pada mata kuliah inti, sehingga sulit untuk mengakomodasi konversi SKS dari kegiatan lintas prodi. Kurikulum yang tidak fleksibel ini mempersulit mahasiswa yang berpartisipasi dalam MBKM karena mata kuliah atau kegiatan di luar prodi tidak dianggap setara dengan mata kuliah prodi asal.

Akibatnya, mahasiswa yang mengikuti MBKM harus mengulang mata kuliah atau memenuhi kredit tambahan yang seharusnya sudah mereka penuhi melalui kegiatan MBKM, yang menyebabkan pemborosan waktu dan beban akademik lebih berat.

Penyebab lainnya adalah kurangnya sosialisasi dan pemahaman tentang MBKM, baik dari sisi mahasiswa maupun dosen. Banyak mahasiswa dan dosen belum memahami bagaimana prosedur konversi SKS dari kegiatan lintas prodi dapat berjalan, sehingga mereka kebingungan mengenai aturan pengakuan kredit. Sosialisasi yang tidak merata ini menimbulkan ketidakpastian di kalangan mahasiswa, yang mengkhawatirkan dampak kegiatan MBKM terhadap rencana studi mereka.

Tanpa pemahaman yang memadai, mahasiswa merasa waswas akan risiko akademik dan cenderung mengurungkan niat untuk mengikuti program MBKM, yang pada akhirnya mengurangi partisipasi dan antusiasme terhadap program ini. Minimnya koordinasi antara pihak universitas dan prodi juga mempengaruhi keberhasilan konversi SKS dalam program MBKM. Kebijakan MBKM di tingkat universitas membutuhkan dukungan dan implementasi terkoordinasi di tingkat prodi agar sistem pengakuan kredit dapat berjalan optimal.

Namun, minimnya koordinasi menyebabkan kurangnya keselarasan dalam pelaksanaan kebijakan ini. Beberapa fakultas dan prodi di Unmul belum menyusun prosedur konversi SKS secara sistematis, yang membuat mahasiswa kehilangan kejelasan dalam mendapatkan pengakuan kredit. Hal ini semakin memperkuat ketidakpastian mahasiswa, yang pada akhirnya mengurangi minat mereka terhadap MBKM.
Terakhir, kebijakan pengakuan SKS dalam MBKM sendiri masih dalam tahap perkembangan.

Sebagai program baru, MBKM membutuhkan penyesuaian kebijakan yang terus-menerus agar dapat berjalan sesuai tujuan. Di Universitas Mulawarman, kebijakan ini belum sepenuhnya matang dan prodi masih beradaptasi terhadap pedoman MBKM nasional. Karena proses adaptasi ini memerlukan waktu, sebagian prodi belum siap menerapkan kebijakan pengakuan kredit secara optimal. Dengan kondisi tersebut, manfaat MBKM menjadi terbatas, dan mahasiswa kehilangan kesempatan untuk mengeksplorasi pembelajaran lintas disiplin secara maksimal.

Unmul perlu menangani masalah keterbatasan pengakuan SKS program MBKM. Keterbatasan ini membatasi fleksibilitas mahasiswa untuk belajar lintas disiplin, sehingga mereka enggan berpartisipasi dalam program yang sebenarnya dirancang untuk memperluas kompetensi mereka di luar prodi asal. Ketiadaan standar konversi SKS yang seragam, kurikulum yang masih kaku, kurangnya sosialisasi, serta minimnya koordinasi antar-unit menjadi penyebab utama mahasiswa ragu mengikuti MBKM.

Sebagai solusinya, Unmul perlu menerapkan kebijakan yang memastikan SKS dari kegiatan MBKM diakui secara memadai agar mahasiswa termotivasi untuk mengeksplorasi pendidikan lintas disiplin tanpa khawatir kehilangan waktu dan usaha akademik. Kebijakan yang dapat diberikan adalah membuat peraturan rektor yang memberi panduan lenkap mengenai program MBKM khusus mahasiswa Unmul, dimana dengan peraturan tersebut maka akan ada keseragaman di masing-masing prodi terhadap penterjemahan maksud dan tujuan dari kegiatan MBKM yang diprogramkan oleh kementerian. Sosialisai peraturan rektor yang telah dibuat nantinya harus tersampaikan tidak hanya pada level fakultas namun dipastikan juga tersampaikan kepada prodi, dosen dan mahasiswa yang dimana semuanya itu merupakan komponen yang saling terkait.

Beberapa universitas telah menerapkan alternatif kebijakan pengakuan SKS untuk mendukung keberhasilan MBKM. Universitas Gadjah Mada (UGM) telah menyusun mekanisme konversi yang lebih fleksibel dengan memetakan mata kuliah di tiap prodi yang dapat dikonversi dari kegiatan MBKM. UGM menggunakan kurikulum berbasis capaian yang memungkinkan mahasiswa mengonversi pengalaman luar kampus sesuai dengan capaian pembelajaran program studi asal. Kebijakan ini dapat menjadi contoh bagi Unmul, yang dapat melakukan penyesuaian kurikulum berbasis capaian, sehingga konversi SKS menjadi lebih mudah diterapkan dan sesuai dengan standar pembelajaran di prodi asal.

Universitas Indonesia (UI) juga mengimplementasikan kebijakan konversi kredit yang inovatif dengan mempermudah proses konversi melalui sistem daring, yang terintegrasi setiap program studi. UI memanfaatkan platform digital yang memungkinkan mahasiswa, dosen, dan koordinator prodi mengajukan, meninjau, dan menyetujui konversi SKS secara transparan dan cepat. Mahasiswa memiliki akses untuk memantau status pengakuan SKS mereka secara langsung. Unmul dapat mengadopsi model ini dengan mengembangkan platform yang memastikan proses konversi lebih terpantau dan akuntabel, sehingga mahasiswa merasa lebih percaya diri untuk terlibat dalam kegiatan MBKM.

Selain itu, Universitas Airlangga (Unair) menyediakan sosialisasi intensif dan pelatihan mengenai prosedur MBKM, termasuk bagaimana proses konversi SKS dapat berjalan di setiap program studi. Sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa dan dosen tentang manfaat MBKM dan mekanisme pengakuan SKS. Pendekatan ini efektif dalam mengurangi kebingungan dan meningkatkan minat mahasiswa, karena mereka memahami bagaimana kegiatan luar prodi dapat diakui sebagai kredit dalam kurikulum asal. Unmul dapat menerapkan langkah serupa, misalnya dengan mengadakan sesi informasi rutin dan pelatihan bagi mahasiswa serta dosen untuk memahami prosedur dan mekanisme konversi SKS.

Rekomendasi ini ditujukan kepada pihak rektorat, dekanat, serta koordinator program studi di Unmul. Universitas dapat menerapkan standar konversi SKS yang seragam dan memodernisasi kurikulum agar lebih fleksibel dalam mengakomodasi kegiatan MBKM.

Selain itu, koordinasi yang lebih intensif antar-unit untuk memastikan pemahaman yang merata mengenai kebijakan ini di seluruh fakultas dan prodi. Melalui itu Unmul dapat meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam program MBKM, sekaligus memastikan bahwa pengalaman pendidikan lintas disiplin ini diakui secara optimal dan mendukung pencapaian kompetensi mahasiswa di dunia kerja. (*)

Font +
Font -
# ePaper
Lebih Banyak >