KUTIM — Kabupaten Kutai Timur (Kutim), dengan wilayah yang sangat luas dan kompleks, tentu saja menghadapi berbagai tantangan dalam pembangunan.
Demikian pernyataan Asisten Perekonomian dan Pembangunan (Perekobang) Sekretariat Kabupaten (Seskab) Kutim, Zubair.
Dibandingkan dengan kota-kota lain seperti Samarinda atau Bontang yang berikuran kecil, skala besar Kutim menunjukkan tingkat kendali yang lebih rumit.
Baca Juga: Pemkab Kutim Komitmen Membangun Wilayah Perbatasan
“Wilayah yang sangat besar itu berarti rentang kendalinya tinggi. Karena ibaratnya ya, kalau Kutim ini wajah kita, maka Samarinda, Bontang itu hanya tahi lalat yang ada di wajah. Sangking gedenya Kutim ini,” ucapnya saat ditemui katakaltim beberapa waktu lalu.
Zubair kembali mencontohkan, salah satu masalah utama adalah variasi harga bahan antar daerah di kutim.
“Kemudian beda angka kemahalannya. Katakanlah, harga bahan yang ada di Sangatta, beda dengan yang ada di Sandaran, nggak sama yang ada di Kombeng,” ungkapnya.
Hal ini, tandas dia, menuntut kebijaksanaan ekstra dalam perencanaan berbagai kebijakan agar sesuai standar lokal masing-masing lokasi.
“Jadi kita harus bijak memperhitungkan lagi standar-standar yang berlaku di lokasi setempat,” tukasnya.
Untuk itu, diperlukan pemahaman mendalam akan ilmu perencanaan untuk dapat mengatasi hambatan-hambatan tersebut secara efektif.
Meskipun membutuhkan upaya keras dari semua pihak terkait serta kerjasama yang solid, namun jika dilakukan secara bersinergi maka segala rintangan dapat terpecahkan.
“Nah ini yang harus betul-betul direncanakan dengan baik. Harus ada ilmu perencanaan yang baik,” ujarnya.
“Memang berat, tapi insyaallah kalau semua memahami, dan semua pihak mau bekerja sama, bisa berkontribusi, insyaallah hambatan bisa teratasi,” jelasnya.
Zubair menambahkan, sebagai contoh konkret adalah persoalan pasokan air bersih bagi penduduk setempat.
Ketika jumlah populasi meningkat drastis tanpa disertai peningkatan kapasitas layanan publik seperti penyediaan air bersih misalnya; hal itu menjadi sebuah ujian tersendiri bagi sistem infrastruktur setempat.
“Contoh, sekarang saya mendesain kebutuhan air bersih untuk masyarakat sekian per hari. Nah tiba-tiba datang ribuan bahkan puluhan ribu orang. Mereka butuh air bersih kan,” katanya.
Pada titik inilah pentingnya melakukan evaluasi ulang atas rencana-rencana strategis pengembangan fasilitas umum termasuk sarana distribusi air minum guna menjawab kebutuhan massif akibat pertumbuhan pesat penduduk.
“Berarti harus direview ulang perencanaan air bersih itu. Nah untuk memenuhinya, ketika kita menambah kapasitas, biaya produksi harus nambah juga,” tandasnya.
“Tahun sekian penduduknya 100 ribu. Tahun depan dan tahun depannya lagi berapa. Tapi dengan mempertimbangkan pertumbuhan bukan hanya alami, tapi juga karena migrasi,” sambungnya.
Artinya, kata dia, “jika kita sudah tau sekian jumlah penduduknya, berarti nanti kebutuhan mereka kita sesuaikan. Insyaallah dengan perencanaan yang baik, semuanya teratasi.” (Adv)