BONTANG — Kota Bontang, yang dikenal sebagai Kota Taman, nyatanya menyimpan sebuah ironi. Di tengah klaim kemajuannya, masih ada 149 jiwa yang hidup dalam kemiskinan ekstrim, dengan pengeluaran harian hanya sekitar Rp11.000.
Coba bayangkan, jika demikian uang belanja mereka, maka pengeluaran mereka dalam 1 bulan hanya Rp330 ribu. Bagi pecinta warung kopi, barangkali ini hanya belanja dalam sehari.
Kondisi ini tentu saja menyentuh bahkan menyayat hati Neni Moerniaeni dan Agus Haris, Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bontang terpilih dalam perhelatan Pilkada November 2024 lalu.
Baca Juga: Ketua Tim Pemanangan Neni-Agus, Kahar Kalam: Kami Bukan Batang Pisang
Atas dasar kemanusiaan, mereka berdua pun berkomitmen memberantas kemiskinan ekstrim dalam 100 hari pertama kepemimpinan mereka.
Begitu lah pengakuan Neni dalam keterangan tertulis yang diterima katakaltim pada Sabtu 28 Desember 2024.
“Sangat ironis Bontang masih ada warga miskin ekstrim. Kita akan tuntaskan. Insyaallah,” ucap Neni meyakinkan.
7 Program atasi Masalah ini
Bukan hanya sekadar janji, Neni dan Agus telah menetapkan tujuh program terobosan. Program ini dirancang untuk memberikan bantuan yang menurut redaksi katakaltim sangat komprehensif (menyeluruh).
Bagaimana tidak, mulai dari bantuan permodalan tanpa bunga dan pelatihan kewirausahaan, hingga pendidikan gratis dan pembebasan biaya PDAM dan listrik, semuanya ditanggung oleh pemerintah.
Bahkan, politisi Golkar dan Gerindra itu menargetkan untuk satu sarjana per keluarga miskin ekstrim, akan dibiayai oleh pemerintah kota.
Inovasi lainnya yang tak kalah penting adalah program penanggulangan sampah, yang akan menyerap tenaga kerja dari keluarga miskin ekstrim sebagai pegawai harian lepas.
Bahkan lebih jauh, sebagai bentuk kepedulian personal dan meningkatkan kesejahteraan keluarga, setiap pejabat utama Pemkot Bontang akan menjadi orang tua asuh bagi satu keluarga miskin ekstrim.
“Jadi nanti Wali Kota, Wakil Wali Kota, Kepala Dinas, Asisten, Sekretaris Dinas diberi tanggung jawab memonitor 1 KK menjadi orang tua asuh,” terang Neni.
Berapa Anggarannya?
Neni Moerniaeni yang juga merupakan seorang penulis buku itu merincikan anggaran wajib digelontorkan oleh Pemkot Bontang untuk menuntaskan masalah ini.
Jika dihitung-hitung, warga miskin ekstrim di Kota Bontang sebanyak 42 KK. Dari puluhan KK ini terdapat 149 jiwa.
Neni mengatakan semuanya akan disubsidi Rp300 ribu hingga Rp500 ribu per jiwa, setiap bulannya.
“Insyaallah target 100 hari 42 KK sebanyak 149 jiwa yang miskin ekstrim di Bontang ini kita zero (nol),” ungkapnya.
Untuk itu investasi yang dibutuhkan untuk menuntaskan program ini diperkirakan mencapai Rp536.400.000 per tahun untuk 149 jiwa tersebut.
Harapan Baru Warga Bontang
Komitmen Neni dan Agus untuk mewujudkan “Bontang tanpa kemiskinan ekstrim” menunjukkan harapan baru bagi warga yang selama ini hidup dalam kesulitan dan keterbatasan.
Program-program yang telah disebutkan bukan hanya solusi jangka pendek, tetapi juga upaya membangun kemandirian ekonomi dan masa depan yang lebih baik bagi keluarga-keluarga miskin ekstrim di Bontang.
Bagi redaksi katakaltim, langkah berani semacam ini menjadi inspirasi bagi daerah lain dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Bagaimana dengan Orang Miskin?
Saat ini di Kota Bontang orang yang dikategorikan masuk dalam kemiskinan (selain miskin ekstrim) mencapai 4 ,11 persen.
Dari jumlah keseluruhan warga Bontang berarti orang miskin di wilayah tersebut mencapai 7.700 orang.
Kata Neni, bantuan pemerintah ternyata tidak hanya untuk mereka yang miskin ekstrim, tetapi juga untuk semua warga miskin diberikan Rp300 ribu setiap bulannya.
Jika dikalkulasikan, 7.700 dikali Rp300 ribu, maka mencapai angka Rp2 miliar lebih dalam satu bulan. Maka investasi pemerintah yang harus dikeluarkan selama setahun untuk warga miskin di Kota Bontang diperkirakan sebanyak Rp27 miliar.
“Insyaallah kita akan upayakan semuanya. Semoga ini menjadi langkah praktis untuk menyelesaikan masalah kita,” tutur Neni penuh harap. (*)