KALTIM — Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur (Jatam Kaltim) menilai pikiran Akmal Malik sangat menyesatkan.
Pernyataan itu dilontarkan pihak Jatam Kaltim, Mareta Sari usai Akmal menyatakan bahwa dirinya tidak mampu melarang penambangan ilegal di Bumi Etam atas dasar tanah mereka sendiri.
Alasan sesat pikirnya Pj Gubernur Kaltim itu menurut Jatam lantaran pernyataan tersebut menunjukkan minimnya keseriusan Pemprov memberantas praktik tambang ilegal, yang jelas-jelas sangat merugikan negara dan merusak lingkungan.
Baca Juga: Hari Sumpah Pemuda ke-96, Kaltim Fokus Cetak Pemuda Berdaya Saing Global
"Pernyataan pak Pj Gubernur Kaltim itu sesat pikir,” ujar Eta saat dihubungi Katakaltim, Rabu 15 Januari 2025.
Baca Juga: Jatam Kaltim Desak Izin MCM Paser Dicabut, Buntut Kekerasan Pos Hauling
Padahal, sambung Eta, otak yang waras akan mengatakan bahwa pemerintah selaku pemegang otoritas, harusnya punya cara menindaki seluruh aktivitas yang bertentangan dengan regulasi, apalagi pertambangan ilegal yang kini sangat marak di Kaltim.
"Statement pak Pj menunjukkan Pemprov Kaltim tidak memiliki keberpihakan untuk memberantas tambang ilegal ini," tandasnya.
Apa yang Harus Dilakukan Pemprov?
Lebih jauh Eta menegaskan, pun kewenangan menindak pelaku penambangan ilegal bukan sepenuhnya di tangan Pemprov, namun mereka dapat berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk menyelesaikan masalah ini.
"Kan ada kepolisian. Ada pengadilan. Dinas Pertambangan dan ESDM. Sebenarnya banyak pihak yang bisa digandeng untuk menyelesaikan masalah ini," tukas dia.
Bahkan, menurut Jatam Kaltim, Pj Gubernur mestinya berpatokan pada peraturan perundang-undangan dalam penegakan hukum tambang ilegal, atau yang dalam UU Minerba disebut sebagai pertambangan tanpa izin.
Dalam UU Minerba pasal 158 menyebutkan, setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin, sebagaimana dimaksud pada pasal 35, dapat dipidana penjara minimal 5 tahun atau denda sebesar Rp100 miliar.
Jatam Kaltim juga, diakui Eta, sudah pernah bertemu langsung dengan Akmal Malik. Pada kesempatan itu Jatam Kaltim menyampaikan bahwa Pj Gubernur punya kewenangan dalam pembentukan tim penanganan kasus tambang ilegal ini.
Regulasi yang memperlihatkan itu antara lain UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Pada Pasal 91 ayat (2) dan ayat (4). Kemudian juga pada PP Nomor 33 Tahun 2018 tentang pelaksanaan tugas dan wewenang Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.
“Berdasarkan perundang-undangan tersebut, seharusnya tidak ada alasan lagi bagi Pj berdalih untuk tidak menindak tegas para pelaku tambang ilegal di Kaltim ini,” tandas Eta.
Kritik Pendekatan Persuasif
Dia juga menyoroti pernyataan Akmal terkesan membenarkan praktik penambangan ilegal, yang merupakan pelanggaran luar biasa di bidang lingkungan hidup dan kehutanan.
“Kalau pak Pj mengatakan mereka menambang di tanahnya sendiri, berarti pak Pj turut mengamini pertambangan ilegal ini, padahal kan ini sama dengan pencurian,” tegasnya.
Untuk itu, pernyataan Akmal yang mengaku ingin melakukan pendekatan kemanusiaan atau secara persuasif kepada para pihak penambang ilegal, juga merupakan kekeliruan yang jelas.
“Lahh untuk apa melakukan pendekatan persuasif sama mereka sementara ini ilegal? Menurut kami itu sangat keliru,” ujarnya dengan nada keheranan.
Eta menambahkan dari data yang dikumpulkan Jatam Kaltim menunjukkan pada 2022, terdapat 168 titik tambang ilegal yang tersebar di seluruh Provinsi Kaltim.
“Kalau yang ilegal, data kami sekitar 168 titik. Itu data hingga 2022,” singkatnya.
Pernyataan Akmal Malik
Diketahui, sebelumnya Akmal mengaku tidak bisa berbuat apa-apa soal tambang ilegal selain pendekatan kemanusiaan.
Pun sangat marak, Akmal masih tetap meyakini perlunya pendekatan persuasif kepada para penambang.
“Kita membutuhkan pendekatan-pendekatan yang lebih humanis dan persuasif lah kepada pihak-pihak (yang menambang-red),” ucapnya saat ditanyai katakaltim, Rabu 8 Januari 2025 di Samarinda.
Lebih jauh dia bahkan mengatakan tidak mampu melarang para penambang, sekalipun ilegal. Alasannya, tanah Bumi Etam ini adalah tanah milik mereka.
“Kita tidak bisa melarang mereka untuk menambang di tanahnya sendiri. Orang tanahnya sendiri kok,” tukas dia.
Pun demikian, Akmal menyampaikan semua itu adalah urusannya di pusat. Daerah sulit mengambil langkah-langkah untuk memberantas masalah ini.
“Itu urusannya di Kementerian, bukan kita,” tukasnya singkat.
Kecuali, sambung dia, dalam hal penegakan hukum, Akmal menyatakan terus berupaya memaksimalkannya.
“Kalau kita pastinya ada penegakan hukum. Kalau itu menyangkut kerusakan lingkungan, kita turun kok. Bagi saya ini persoalan penegakan hukum,” tutupnya. (*)