Kutim — Anggota Komisi A DPRD Kutai Timur (Kutim), Novel Tyty Paembonan beri komentar atas memanasnya Bontang dan Kutim terkait masalah Kampung Sidrap.
Menurut Novel, Desa Martadinata atau yang sering disebut Kampung Sidrap merupakan wilayah Kutim yang diakui secara de facto dan de jure oleh negara.
Dia menegaskan isu tapal batas ini, telah sering digaungkan pada momentum tertentu. "Persoalannya, isu ini sesekali diangkat dan datang pada hari-hari tertentu," ucapnya kepada Katakaltim.com, Senin (5/8).
Pun begitu, dia juga meminta pemerintah tidak menutup mata dengan fasilitas layanan yang ada di desa tersebut. Sehingga masyarakat bisa merasakan perhatian Pemerintah Kutim.
Baca Juga: Tak Bentuk Poros Ketiga di Pilkada Kutim, Gerindra Sebut Demokrat Enggan Koalisi
"Betul bahwa masyarakat di sana dekat dengan Bontang, tapi kalau Kutim ini mampu memberikan pelayanan terbaik saya yakin mereka pasti berpikir," terangnya.
Masalahnya, kata dia, komunikasi antara Pemerintah Kutim dengan masyarakat Desa Martadinata masih perlu ditingkatkan. “Supaya mereka tidak gampang terbawa isu-isu, bujuk rayu dan sebagainya," kata Novel.
Novel mengakui, bisa saja masyarakat mudah terpengaruh, terlebih jika fasilitas layanan yang diberikan Kutim sangat kurang memadai. Sementara itu, Bontang memperlihatkan fasilitas yang sangat menggiurkan.
"Coba Anda main-main kesana itu, ada kan beberapa jalan yang masih becek itu. Jadi bisa saja. Sekarang liat, danau di PT Indominco itu sudah mulai dikelola untuk dijadikan sumber air yang nanti itu digunakan untuk Kota Bontang dan sebagian Kutim di desa-desa yang dekat dengan Bontang," bebernya.
Sekali lagi, Novel menegaskan, terkait batas wilayah telah jelas sejak awal disepakati. Hanya saja Pemerintah Kutim memang perlu melakukan tindakan agar masalah ini segera teratasi.
"Batas wilayah kutim itu kan sudah jelas, patok-patoknya itu sudah jelas, sekarang muncul masyarakat kutim yang mau pindah ke bontang, pertanyaanya kenapa mereka mau pindah?," cecarnya.
Karenanya legislator Gerindra itu meminta agar Pemerintah Kutim lebih giat mendengarkan harapan dan keinginan masyarakat di perbatasan.
"Jadi dengarkan apa harapan mereka, apa yang membuat mereka sedikit kesal dengan Kutim sehingga bisa kita selesaikan," tandasnya. (*)