Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan kembali menggelar persidangan tambang galian C ilegal eks Hotel Tirta Balikpapan, Rabu 5 Februari 2025. (Dok: hlm/katakaltim)

Sidang Kasus Tambang Ilegal di Balikpapan, Terdakwa Rohmad Akui Setor Uang Setiap Minggu Kepada NH

Penulis : Hilman
 | Editor : Agung
5 February 2025
Font +
Font -

BALIKPAPAN — Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan kembali menggelar persidangan tambang galian C ilegal eks Hotel Tirta Balikpapan, Rabu 5 Februari 2025.

Dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa Rohmad ini terungkap sejumlah fakta baru.

Salah satunya terdakwa menyetorkan uang hasil tambang pasir ilegal kepada saksi NH selaku Kuasa Direktur Operasi PT PT Cahaya Mentari Abadi (CMA).

Baca Juga: Bawaslu Balikpapan tangani kasus dugaan pelanggaran politik uang (foto: ist)Bawaslu Balikpapan Tangani Dugaan Kasus Pelanggaran Money Politics

Sidang kasus nomor 736/Pid.Sus/2024/PN Bpp dipimpin Ketua Majelis Hakim Ari Siswanto dan hidari JPU Septiawan, terdakwa Rohmad dan pengacara terdakwa Efi Maryono.

Baca Juga: Sidang kasus tambang ilegal di Kota Balikpapan pada Rabu 22 Januari 2025 (dok: hlm/katakaltim)Kasus Tambang Ilegal di Eks Hotel Tirta Balikpapan Terus Bergulir di Persidangan

Dalam persidangan ini, Rohmad memberikan keterangan mengenai keterlibatannya dalam kegiatan galian C ilegal tersebut, didampingi oleh Penasehat Hukumnya, Efi Maryoni.

Melalui Penasehat Hukumnya, diketahui ada sekitar 100 hingga 200 rit pasir yang dikirim ke lokasi milik seseorang berinisial OBW.

OBW adalah direktur PT Cahaya Mentari Abadi (CMA) pemilik lahan eks Hotel Tirta tersebut. Di mana pada agenda pemeriksaan saksi sebelumnya, juga dihadirkan untuk memberikan keterangan.

"Saksi NH mengungkapkan bahwa pasir-pasir itu dikirim atas perintah terdakwa kepada BW, yang merupakan direktur perusahaan tersebut," ujar Efi Maryono saat ditemui usai sidang.

Adapun fakta persidangan lain yang terungkap yakni adanya setoran uang dari hasil penjualan tanah yang ditambang.

Terdakwa Rohmad mengaku menyetorkan uang tersebut kepada NH, yang berlangsung dua hingga tiga kali dalam seminggu, dengan jumlah sekali setor antara Rp2 hingga 3 juta.

“NH tidak hanya tahu tentang hal ini, tetapi juga memberikan izin kepada terdakwa untuk membeli galian C tersebut dan menjualnya,” ucapnya.

Selain itu, dalam persidangan, Rohmda menyebutkan NH juga menerima hasil dari penjualan tanah tersebut, setelah dipotong untuk operasional pengerukan.

Menurut Efi, sidang ini juga mengungkap bahwa saksi OBW juga turut menerima galian C tersebut, meskipun bukan dalam bentuk uang, melainkan sejumlah 200 rit pasi tambang pasir galian C ilegal yang dilakukan terdakwa.

"Fakta baru yang terungkap adalah pengakuan terdakwa bahwa BW juga menerima galian C tersebut," tegasnya.

Dari pengakuannya dalam persidangan, terdakwa Rohmad mengatakan, ia hanya menjalankan perintah, dan hasil dari kegiatan tersebut lebih banyak dinikmati oleh pihak yang memberikan perintah.

“Terlihat jelas bahwa terdakwa bertindak atas instruksi, dan hasil dari pekerjaan itu dimanfaatkan oleh yang memberi perintah,” jelasnya.

Efi juga menyoroti peran salah satu OPD yang pernah dihadirkan juga dalam pemeriksaan saksi dalam kasus ini.

Menurutnya, kesaksian yang sudah terungkap menunjukkan bahwa beberapa pihak bertindak berdasarkan perintah yang diberikan kepada mereka, dan pihak OPD tersebut seharusnya sudah menghentikan aktivitas penggalian ilegal ini sejak awal.

“Para saksi sebelumnya menunjukkan bahwa mereka bertindak atas perintah. Pihak OPD dalam hal ini Satpol PP tidak menjalankan SOP mereka dengan benar, meskipun mereka sudah mengetahui bahwa galian C tersebut seharusnya dihentikan,” tukasnya.

Diberitakan sebelumnya bahwa pada sidang Rabu (22/1/2025), menghadirkan BW sebagai saksi. BW, yang merupakan Direktur PT CMA dan pemilik bekas Hotel Tirta, mengungkapkan perusahaannya membeli lahan tersebut pada tahun 2004 dengan luas 7.800 meter persegi, berstatus Hak Guna Bangunan (HGB).

BW mengaku hanya memberikan kuasa kepada NH untuk membongkar bangunan pada tahun 2022, tanpa mengetahui adanya aktivitas penggalian ilegal.

Menurut OBW, pembongkaran dilakukan untuk tujuan penjualan lahan dan seluruh pendanaan berasal dari HW, komisaris perusahaan sekaligus ayahnya.

Efi menambahkan, pembongkaran bangunan dilakukan atas kuasa yang diberikan kepada NH, selaku manajer operasional perusahaan.

"Saya tidak tahu-menahu mengenai pengerukan tanah atau penggalian. Saya juga tidak tahu jika terjadi sedimentasi di sekitar lokasi galian," tegasnya kepada Majelis Hakim.

Namun, keterangan BW mendapat sorotan dari Hakim Ketua Ari Siswanto. Hakim menemukan ketidaksesuaian dalam surat kuasa yang disebut-sebut OBW.

Surat itu ternyata hanya mencakup negosiasi dan pertemuan, tanpa mencantumkan aktivitas pembongkaran yang dikuasakan.

"Tujuan pembongkaran adalah untuk dijual. Tidak ada laporan ke saya terkait penambangan pasir," ujar OBW.

OBW juga menyatakan bahwa seluruh pendanaan pembongkaran bersumber dari HW, komisaris PT CMA yang juga ayah dari saksi OBW.

Meski demikian, HW, yang telah tiga kali dipanggil oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), kini tetap tidak menghadiri persidangan.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan juga mengungkapkan bahwa mereka telah memanggil saksi lain, yakni SW sebagai salah satu operator yang membongkar bangunan hotel.

Namun menurut JPU Septiawan, yang bersangkutan diketahui sudah tidak berdomisili di Balikpapan.

“Sudah kami panggil dan kami temui ketua RT di lingkungan tempat tinggalnya namun yang bersangkutan sudah pindah keluar kota,” ujar JPU. (*)

Font +
Font -
# ePaper
Lebih Banyak >