SAMARINDA — Buku “Datang, Menanam dan Bertahan”, sebuah potret kehidupan masyarakat pertanian yang melakukan perlawanan terhadap kepungan pertambangan ekstraktif.
Buku ini berisi sehimpun kisah perlawanan masyarakat Desa Sumber Sari, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), yang menolak tanahnya ditambang demi mempertahankan kelangsungan hidup yang lebih layak.
Penulis buku, Diah Pitaloka (dok: ali/katakaltim)
Salah seorang penulis buku ini, Diah Pitaloka (22), bersama beberapa kawannya, berinisiatif mengabadikan momen heroik dan perjuangan warga Sumber Sari yang mengaku ditindas oleh perusahaan.
Baca Juga: Gegara Mabuk Suami di Kukar Aniaya Isteri, Begini Kronologinya..!!
Selain karena mahasiswi Fakultas Hukum, Diah mengaku begitu tergugah mengabadikan momen perlawanan warga Sumber Sari lantaran semangat juang warga yang tetap berapi-api, meski puluhan tahun telah diabaikan pemerintah.
Mahasiswa yang duduk di bangku semester 8 di Unmul Itu, menyaksikan langsung potensi ekonomi, pariwisata serta kebudayaan yang benar-benar terancam akibat pertambangan ekstraktif, membuatnya semakin tergugah untuk memotret situasi tersebut dalam bentuk tulisan.
"Ini menunjukkan bahwa masyarakat di sana tuh berhasil menolak tambang, berhasil mengorganisir dan sebagai bukti bahwa perlawanan mereka masih ada," terangnya kepada Katakaltim usai menggelar peluncuran buku, di Unmul pada Rabu 26 Februari 2025.
Melawan dengan Menanam
Masyarakat Sumber Sari yang melihat pertanian sebagai profesi mulia, yang hasilnya menjadi kebutuhan pokok manusia, terlebih karena tanahnya yang subur, tentu saja tak mau menggadai lahannya, jika pun diganti dengan bongkahan berlian dan demi butiran-butiran emas.
Mereka memilih bertahan dan melawan melalui aktivitas mengisi tanah mereka dengan benih-benih tanaman, demi kepentingan generasi dan anak serta cucu-cucu mereka kelak.
Kalian harus mengetahui, warga Sumber Sari yang nasibnya hampir malang karena pertambangan, telah memulai perjuangannya sejak tahun 2012 silam sampai saat ini.
Mereka melawan bujuk rayu pertambangan milik PT. Borneo Mitra Sejahtera (PT BMS) yang memiliki konsesi seluas 3.411 hektar.
Lebih jauh bahkan, pertambangan Illegal juga menjadi ancaman kondisi lingkungan mereka, terlebih lagi dilakukan secara terang-terangan.
Warga sudah berkali-kali mengadu ke aparat kepolisian, bahkan kata Diah, belum lama ini warga pernah menemui Akmal Malik, yang saat itu menjabat sebagai PJ Gubernur Kaltim, namun hasilnya tetap nihil.
"Awal mula mereka terorganisir itu ketika mereka melakukan semacam studi banding, jadi mereka melihat bagaimana sih desa yang terkena dampak pertambangan ekstraktif ini, seperti di desa Kerta Buana Kukar," ucap Diah.
Selain potret kehidupan dan perlawanan masyarakat Sumber Sari, buku ini juga berisi desakan kepada para pemangku kebijakan. Bertujuan supaya ada langkah taktis dan nyata menyelesaikan problem klasik ini.
"Agar segera mengambil langkah konkret. Melakukan perannya dengan sungguh-sungguh, tidak sekedar menyampaikan regulasi dan argumen normatif.
"Mendesak Menteri, Kepolisian, Gubernur, dan Bupati, serta dinas-dinas terkait, untuk menindaklanjuti hasil laporan ini," pungkas Diah.
Untuk melihat lebih jelas potret perlawanan masyarakat Sumber Sari, klik link ini untuk mengakses E-book Datang, Menanam dan Bertahan. (Ali)