Dibaca
7
kali
Proses belajar mengajar (dok: BKHM Kemendikdasmen)

OPINI: Pendidikan Bermutu Butuh Semangat Kolektif dari Semua Elemen Bangsa

 | Editor : Agu
20 May 2025
Font +
Font -

Penulis: Aolia, Pengamat Pendidikan dan Ekonomi, Mahasiswa Jabodetabek Raya

Katakaltim — Pendidikan bermutu adalah hak setiap anak bangsa sekaligus fondasi utama pembangunan masa depan Indonesia. Namun, mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan merata bukan tugas yang mudah. Diperlukan sinergi dan semangat kolektif dari semua elemen masyarakat agar cita-cita ini dapat terwujud secara optimal. Dalam konteks tersebut, partisipasi semesta menjadi kunci, yang memiliki dasar yuridis, historis, filosofis, dan sosiologis yang kuat.

Selain itu, keberlanjutan dan peran aktif berbagai stakeholder harus dijaga agar pendidikan bermutu bukan sekadar jargon, melainkan realitas. Pemerintah, khususnya Kemendikdasmen, telah meluncurkan Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) sebagai terobosan strategis untuk mengatasi berbagai tantangan dalam dunia pendidikan.

Baca Juga: Dukung Demo Indonesia Gelap, Dosen Unmul Pindahkan Perkuliahan ke Jalan

Secara yuridis, partisipasi semesta dalam pendidikan tercantum dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 yang menyatakan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Pemerintah wajib mengupayakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang bermutu dan merata. Dasar hukum ini menjadi pijakan konstitusional bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan kewajiban kolektif seluruh elemen masyarakat.

Baca Juga: Anak SD sedang membaca buku (dok: pixabay)OPINI: Mengapa Partisipasi Semua Pihak Penting untuk Mewujudkan Pendidikan Bermutu

Secara historis, perjalanan pendidikan Indonesia sejak masa kemerdekaan telah memperlihatkan pentingnya peran serta masyarakat. Mulai dari gerakan pendidikan rakyat hingga pembangunan sekolah-sekolah di daerah terpencil, keterlibatan komunitas lokal dan organisasi sosial menjadi kekuatan pendorong utama keberhasilan pendidikan.

Filosofisnya, pendidikan adalah proses pembentukan insan yang utuh—bukan sekadar transfer ilmu, tetapi pengembangan karakter, moral, dan keterampilan sosial. Ini menuntut sinergi semua pihak agar proses pendidikan berjalan efektif dan sesuai nilai-nilai luhur bangsa.

Dari sisi sosiologis, pendidikan berfungsi sebagai alat mobilitas sosial dan pembentuk kesetaraan kesempatan. Oleh karena itu, partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat dalam pendidikan adalah bentuk solidaritas sosial yang menguatkan kohesi dan identitas nasional.

Sinergi dan Keberlanjutan Peran Stakeholder

Pendidikan bermutu merupakan pilar fundamental dalam pembangunan sumber daya manusia dan kemajuan bangsa. Namun, pencapaian pendidikan bermutu bukanlah sebuah tujuan yang instan, melainkan agenda jangka panjang yang mensyaratkan keterlibatan berkelanjutan dan sinergis dari seluruh stakeholder pendidikan. Konsep partisipasi semesta dalam pendidikan tidak dapat dipahami hanya sebagai keterlibatan sesaat atau episodik yang bersifat simbolis, melainkan harus diimplementasikan secara konsisten, terpadu, dan sistematis agar proses peningkatan mutu pendidikan dapat berlangsung secara berkesinambungan di seluruh lapisan masyarakat.

Peran pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, merupakan tulang punggung dalam penyelenggaraan pendidikan bermutu. Pemerintah daerah, khususnya, memiliki mandat strategis untuk mengadaptasi dan mengimplementasikan kebijakan pendidikan nasional sesuai dengan kondisi, karakteristik, dan kebutuhan lokal. Data terbaru dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek, 2024) mengungkapkan ketimpangan akses pendidikan berkualitas secara regional yang signifikan. Sebagai contoh, di Provinsi Papua hanya 55% sekolah yang memenuhi standar fasilitas minimal, sementara di Jawa Barat mencapai 90%. Ketimpangan ini mencerminkan tantangan yang harus dijawab oleh pemerintah daerah melalui inovasi kebijakan dan pengelolaan anggaran yang efektif guna memastikan pemerataan mutu pendidikan.

Lebih lanjut, pemerintah pusat dan daerah wajib melakukan monitoring dan evaluasi secara sistematis dan transparan terhadap pelaksanaan program-program pendidikan. Implementasi sistem akuntabilitas yang baik dan transparan adalah prasyarat mutlak agar sumber daya pendidikan—baik anggaran, sarana, maupun SDM—dapat dimanfaatkan secara optimal dan tepat sasaran. Tanpa mekanisme evaluasi yang kuat, risiko pemborosan dan ketidakefektifan program akan meningkat, sehingga tujuan peningkatan mutu pendidikan sulit dicapai.

Dalam konteks pelaksana pendidikan di lapangan, guru merupakan aktor utama sekaligus agen perubahan. Penelitian oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan (Balitbang, 2023) secara tegas menyatakan bahwa kualitas guru merupakan faktor dominan yang menentukan keberhasilan hasil belajar siswa. Namun, ironisnya data Kemendikbudristek tahun 2024 menunjukkan bahwa sekitar 20% guru di Indonesia belum memiliki sertifikat pendidik, dan 15% lainnya belum memenuhi kualifikasi akademik minimal S-1 atau D-4.

Kondisi ini mengindikasikan perlunya program peningkatan kapasitas guru secara berkelanjutan, termasuk pelatihan, sertifikasi, dan pengembangan profesional yang sistematik. Upaya ini tidak hanya meningkatkan kompetensi pedagogis dan profesional, tetapi juga dapat memotivasi guru untuk berinovasi dan adaptif terhadap perkembangan pendidikan dan teknologi pembelajaran.

Tidak kalah penting adalah peran orang tua dan masyarakat sebagai mitra dalam proses pendidikan. Keterlibatan orang tua dalam mendukung proses belajar anak secara aktif telah terbukti secara empiris memberikan dampak positif terhadap prestasi akademik dan perkembangan karakter siswa. Survei Kemendikbudristek (2024) mencatat bahwa sekolah yang memiliki tingkat partisipasi orang tua tinggi menunjukkan peningkatan rata-rata nilai ujian nasional sebesar 10-15% dibandingkan dengan sekolah yang kurang didukung oleh orang tua.

Hal ini menegaskan bahwa partisipasi orang tua bukan hanya bersifat normatif, melainkan strategis dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Di samping itu, masyarakat luas juga berperan dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif melalui pengawasan terhadap keamanan sekolah dan promosi budaya literasi. Komunitas yang aktif dan peduli dapat mendukung program pendidikan nonformal dan memperluas akses pendidikan di daerah tertinggal dan terpencil.

Selain pemerintah, guru, orang tua, dan masyarakat, dunia usaha dan industri merupakan mitra strategis yang tidak dapat diabaikan dalam pengembangan pendidikan bermutu, khususnya dalam ranah pendidikan vokasi dan penguatan keterampilan kerja. Melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) dan kemitraan dengan institusi pendidikan, dunia usaha dapat memberikan dukungan konkret berupa beasiswa, pelatihan kerja, magang, serta penyediaan fasilitas yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Data Kementerian Ketenagakerjaan (2023) memperlihatkan bahwa sekitar 30% lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mengalami kesulitan terserap ke dunia kerja, terutama disebabkan oleh kurangnya kesesuaian antara kurikulum pendidikan dan kompetensi yang dibutuhkan industri. Hal ini menunjukkan perlunya kolaborasi yang berkelanjutan antara dunia usaha dan institusi pendidikan agar lulusan memiliki keterampilan dan kompetensi yang sesuai dengan tuntutan pasar tenaga kerja yang dinamis.

Secara keseluruhan, keberlanjutan sinergi peran stakeholder pendidikan merupakan fondasi esensial dalam mewujudkan pendidikan bermutu yang inklusif dan berdaya saing tinggi. Tanpa koordinasi, komitmen, dan kolaborasi yang berkesinambungan dari pemerintah, guru, orang tua, masyarakat, serta dunia usaha, maka upaya peningkatan mutu pendidikan akan menghadapi berbagai kendala yang berujung pada ketidakmerataan dan ketidakberlanjutan pencapaian kualitas pendidikan nasional. Oleh karena itu, pembangunan sistem pendidikan yang kuat dan responsif terhadap kebutuhan masa depan harus dibangun melalui mekanisme partisipasi yang bersifat integratif dan holistik.

Optimalisasi Strategis PHTC dalam Reformasi Pendidikan Indonesia

Menjawab berbagai tantangan kompleks yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia, khususnya dalam rangka percepatan peningkatan mutu dan pemerataan layanan pendidikan dasar dan menengah, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memperkenalkan Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC). Program ini secara resmi diluncurkan oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, pada tahun 2025 sebagai salah satu langkah strategis pemerintah dalam mereformasi sistem pendidikan secara komprehensif dan sistemik.

PHTC menjadi terobosan penting yang dirancang untuk mempercepat perbaikan mutu pendidikan melalui pendekatan multisektoral yang mengintegrasikan tiga fokus utama: perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, digitalisasi pembelajaran, serta peningkatan kualitas dan kompetensi guru. Ketiga fokus ini dipilih berdasarkan analisis mendalam terhadap masalah struktural yang menghambat kemajuan pendidikan di Indonesia.

Perbaikan Infrastruktur Pendidikan sebagai Fondasi Mutu

Data resmi dari Kemendikbudristek tahun 2023 mengindikasikan bahwa sekitar 40% sekolah di Indonesia masih membutuhkan renovasi atau pembangunan ulang fasilitas pendidikan. Kondisi ini mencakup ruang kelas yang tidak layak, laboratorium yang kurang memadai, fasilitas sanitasi yang tidak memenuhi standar kesehatan, serta sarana pendukung pembelajaran lainnya yang sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar. Temuan ini sejalan dengan laporan Bank Dunia (2022) yang menyatakan bahwa kualitas infrastruktur pendidikan merupakan salah satu determinan utama keberhasilan pencapaian hasil belajar siswa di negara-negara berkembang.

Lingkungan fisik sekolah yang layak dan kondusif bukan sekadar persoalan estetika, melainkan berpengaruh langsung terhadap motivasi belajar siswa dan efektivitas pengajaran guru. Studi longitudinal oleh UNESCO (2023) menunjukkan bahwa perbaikan infrastruktur pendidikan secara signifikan dapat meningkatkan tingkat kehadiran siswa hingga 12%, serta memperbaiki hasil belajar matematika dan literasi rata-rata sebesar 8-10%. Oleh sebab itu, PHTC menempatkan perbaikan sarana dan prasarana sebagai prioritas utama untuk menciptakan lingkungan belajar yang mendukung tercapainya mutu pendidikan yang optimal.

Digitalisasi Pembelajaran: Menjembatani Kesenjangan dan Mempersiapkan Generasi Society 5.0

Transformasi digital menjadi elemen krusial dalam modernisasi pendidikan. Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII, 2024), penetrasi internet di daerah pedesaan Indonesia telah mencapai 65%. Angka ini menunjukkan peluang besar untuk mengembangkan pembelajaran berbasis digital guna menjangkau wilayah-wilayah yang selama ini terisolasi dari akses pendidikan bermutu. Namun demikian, masih terdapat kesenjangan infrastruktur digital dan literasi digital antar daerah yang harus diatasi secara sistemik.

Program digitalisasi pembelajaran dalam PHTC dirancang untuk tidak hanya menyediakan akses internet dan perangkat teknologi, tetapi juga mengembangkan konten pembelajaran digital yang interaktif dan relevan dengan kebutuhan kurikulum serta karakteristik siswa. Penelitian oleh OECD (2023) mengungkapkan bahwa integrasi teknologi dalam pembelajaran dapat meningkatkan motivasi siswa dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreatif, serta kemampuan literasi digital yang sangat dibutuhkan di era Society 5.0.

Selain itu, digitalisasi juga menjadi solusi strategis dalam mengurangi disparitas kualitas pendidikan antar daerah. Dengan pembelajaran digital, siswa di daerah terpencil dapat mengakses materi yang setara dengan yang diperoleh siswa di kota besar. Dalam konteks ini, PHTC juga mengedepankan pelatihan guru dalam pemanfaatan teknologi pendidikan, guna memastikan bahwa transformasi digital berjalan efektif dan berkelanjutan.

Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Insentif dan Pelatihan Berkelanjutan

Kompetensi guru adalah faktor determinan utama keberhasilan pendidikan. Data Kemendikbudristek (2024) mengungkapkan bahwa sekitar 20% guru non-ASN belum memiliki sertifikat pendidik, sementara 15% guru lainnya belum memenuhi kualifikasi akademik minimal S-1 atau D-4. Kondisi ini berimplikasi pada rendahnya kualitas pembelajaran yang diberikan, serta kurangnya inovasi pedagogis dalam proses belajar mengajar.

PHTC memberikan perhatian khusus terhadap peningkatan kompetensi guru melalui pemberian insentif dan pelatihan yang berkelanjutan. Insentif ini berfungsi sebagai motivasi bagi guru untuk meningkatkan kualifikasi dan sertifikasi profesi mereka. Studi yang dilakukan oleh Balitbang Kemendikbud (2023) menunjukkan bahwa guru yang mengikuti pelatihan profesional berkelanjutan mampu meningkatkan hasil belajar siswa hingga 15%.

Selain itu, pelatihan ini juga mengasah kemampuan guru dalam mengimplementasikan metode pembelajaran inovatif, termasuk penggunaan teknologi digital dan pendekatan pembelajaran berbasis proyek.
Dalam hal ini, program PHTC bertujuan untuk membangun ekosistem pembelajaran yang berpusat pada guru sebagai agen perubahan, sekaligus meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan guru sebagai fondasi utama pendidikan bermutu.

Komitmen Pemerintah: Mengintegrasikan Kebijakan untuk Pendidikan Berkelanjutan

Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa tanpa perbaikan menyeluruh pada tiga aspek strategis tersebut — sarana dan prasarana, digitalisasi pembelajaran, dan peningkatan kompetensi guru — Indonesia akan sulit mencapai kemajuan signifikan dalam bidang pendidikan. PHTC bukan sekadar program insidental, melainkan wujud komitmen serius pemerintah dalam menanggapi problematika pendidikan secara cepat, efektif, dan berkelanjutan.

Keberhasilan PHTC sangat bergantung pada sinergi dan koordinasi lintas sektor, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia pendidikan, hingga masyarakat dan sektor swasta. Dengan pendekatan holistik ini, PHTC diharapkan mampu menjadi katalis percepatan reformasi pendidikan Indonesia yang mampu menyiapkan generasi masa depan menghadapi tantangan global dan era Society 5.0 secara kompetitif dan inklusif.

Membangun Pendidikan Bermutu Melalui Partisipasi Semesta dan Implementasi Strategis

Mewujudkan pendidikan bermutu yang inklusif dan merata bukanlah tanggung jawab yang dapat dipikul oleh satu pihak secara parsial, melainkan merupakan sebuah perjuangan kolektif yang menuntut keterlibatan dan partisipasi semesta dari seluruh elemen masyarakat. Partisipasi ini harus didasarkan pada fondasi yang kokoh, baik dari segi yuridis yang mengatur hak dan kewajiban secara legal, historis yang merefleksikan perjalanan dan evolusi sistem pendidikan nasional, filosofis yang mengedepankan nilai-nilai humanisme dan keadilan sosial, serta sosiologis yang memahami dinamika sosial dan kebutuhan konteks kultural masyarakat Indonesia.

Pendekatan multidimensional ini menegaskan bahwa keberlanjutan dan efektivitas partisipasi berbagai stakeholder — mulai dari pemerintah pusat dan daerah, lembaga pendidikan, tenaga pendidik, orang tua, hingga komunitas sosial dan dunia usaha — merupakan prasyarat mutlak agar pendidikan bermutu dapat terwujud secara nyata dan berkesinambungan di seluruh wilayah tanah air.

Dalam konteks ini, PHTC yang diinisiasi oleh Kemendikdasmen bersama presiden Prabowo, tampil sebagai sebuah intervensi strategis yang komprehensif dan terukur, yang wajib mendapatkan dukungan penuh dari seluruh pemangku kepentingan pendidikan. PHTC secara sistemik mengatasi tiga aspek utama yang selama ini menjadi kendala utama dalam peningkatan mutu pendidikan, yaitu perbaikan sarana dan prasarana pendidikan sebagai basis fisik yang memadai, digitalisasi pembelajaran sebagai respons adaptif terhadap tuntutan revolusi teknologi dan era Society 5.0, serta peningkatan kompetensi guru yang merupakan ujung tombak pelaksanaan proses pembelajaran berkualitas. Pendekatan terintegrasi ini, sebagaimana didukung oleh data empiris dan kajian akademik, berpotensi menghasilkan dampak signifikan dalam mempercepat transformasi pendidikan yang adaptif, inklusif, dan berkelanjutan.

Lebih jauh, keberhasilan program ini sangat bergantung pada semangat kolektif dan sinergi lintas sektor yang mampu menyatukan visi dan misi dalam pengelolaan pendidikan nasional. Dalam perspektif teori sistem sosial, pendidikan adalah subsistem yang kompleks dan dinamis, sehingga setiap upaya reformasi pendidikan harus memperhatikan interaksi dan keterkaitan antar berbagai elemen di dalamnya.

Oleh karenanya, kolaborasi erat antara pemerintah, akademisi, praktisi pendidikan, serta komunitas luas menjadi fondasi utama untuk memastikan bahwa pendidikan bermutu bukan sekadar idealisme, tetapi terealisasi sebagai sebuah kenyataan yang memberikan dampak positif nyata. Pendidikan yang berkualitas pada akhirnya akan membentuk sumber daya manusia unggul, yang tidak hanya siap menghadapi tantangan global tetapi juga mampu bersaing secara kompetitif dalam tatanan masyarakat dunia yang semakin kompleks.

Dengan demikian, partisipasi semesta yang berkelanjutan, ditunjang oleh kebijakan strategis dan implementasi program-program inovatif seperti PHTC, adalah kunci utama dalam membangun masa depan Indonesia yang gemilang, berdaya saing tinggi, dan berkeadilan sosial. Upaya bersama ini sekaligus merupakan investasi jangka panjang yang esensial dalam pencapaian visi pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berorientasi pada kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. (*)

Font +
Font -
# ePaper
Lebih Banyak >