Kutai Kertanegara - Desa Sepatin di Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur, memiliki sejarah panjang yang dimulai sekitar tahun 1600-an. Pada masa itu, para pendatang dari Sulawesi menetap di wilayah Pulau Pemangkaran dan Mangkubur. Pendatang ini kemudian menyebar ke beberapa pulau lain, termasuk Tanjung Kute, yang kemudian menjadi cikal bakal Desa Sepatin.
Akar Sejarah dan Komitmen Desa Untuk Pendidikan
Nama "Sepatin" diyakini berasal dari istilah "Salo Patin" , yang dalam bahasa setempat berarti "sungai yang banyak ikannya" yang mencerminkan kekayaan sumber daya perikanan di wilayah tersebut, terutama ikan patin, yang hingga kini menjadi identitas desa. Desa Sepatin resmi dibentuk pada tanggal 7 Desember 1941 atas titah Kesultanan Kutai Kartanegara.
Pulau yang terletak di gugusan paling depan di delta Mahakam ini, membuat pulau ini berhadapan langsung dengan Laut Sulawesi dan menjadikannya sebagai salah satu dari ribuan pulau di Indonesia yang masuk dalam Daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar atau 3T.
Untuk menuju Desa Sepatin ini, hanya bisa digunakan dengan menggunakan perahu, salah satunya dengan naik speedboat dari Dermaga Sungai Meriam, Anggana, Kukar. Perjalanannya memakan waktu 1,5 jam, di sepanjang perjalanan terlihat hutan mangrove dan nipah yang berjajar rapi di tepi sungai yang merupakan vegetasi khas kawasan pesisir, disisi lain kawasan ini juga menjadi habitat berbagai satwa, di vegetasinya banyak dihuni burung elang, bangau, bekantan, monyet, dan ular, sedangkan diperairannya hidup beragam biota laut, mulai dari berbagai jenis ikan, udang, kerang, kepiting hingga predator buas buaya.
Beruntungnya kawasan ini juga diberikan anugerah memiliki sumber daya Migas yang saat ini dikelola oleh PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM), sehingga di sepanjang perjalanan juga banyak terlihat pipa – pipa dan instalasi South Processing Unit (SPU). Jadi tidak salah, sebagai wilayah ring satu perusahaan, Desa Sepatin ini mendapatkan berbagai program Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan migas ini, terutama di dunia pendidikan.
Memasuki Desa Sepatin yang memiliki luas sekitar 558.190.000 m2 dengan jumlah penduduk lebih kurang 3.060 Jiwa, nampak rumah-rumah panggung yang berjajar rapi di tepi sungai yang di depannya banyak perahu yang tertambat, yang merupakan alat transportasi utama warga setempat.
Jika melihat kondisi ini, maka sudah jelaslah mata pencarian penduduknya sebagain besar adalah nelayan tambak dan pencari ikan. Dimana, sebagian besar pendidikan warganya, rata-rata berpendidikan dibawah SMP/sederajat.
[caption id="attachment_36965" align="alignnone" width="1018"] Suasana kampung diatas atas air Desa Sepatin, Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara, Kaltim, yang sebagian besar penduduknya ada adalah pencari ikan dan petambak, Rabu (22/10/2025). (dok : hlm/KK)[/caption]
Sebagai daerah 3T, desa ini memiliki visi Terciptanya Desa Sepatin MAJU ( Mandiri, Aman, Sejahtera dan Religius), dimana salah satunya memiliki misi mewujudkan tingkat pendidikan yang baik bagi masyarakat.
Kepala Desa Sepatin, Arianto Juanda mengatakan, Pemerintah Desa (Pemdes) sangat menaruh perhatian yang besar dengan dunia pendidikan bagi warga Sepatin, yang mana dana desa yang sebesar 3 persen dari pemerintah daerah semuanya digunakan untuk program beasiswa.
“Untuk pendidikan saya komitmen, Insyaallah lah, dana desa sebesar 3 persen semuanya saya alokasikan untuk beasiswa, termasuk untuk program saya 1 juz satu penghapal Al quran, saya kasih 1 juta, termasuk santri asal sepatin yang mondok di ponpes, SPP nya kami yang bayar. Jadi kami anggarkan itu sebanyak Rp125 juta pertahun khusus untuk pendidikan dan keagaman, nah sisanya baru untuk kegiatan di desa,” ujarnya.
Peran CSR dalam Membangun Sekolah Laut
Arianto Juanda juga tidak menampik, besarnya peran PT PHM dalam memajukan dunia pendidikan di Desa Sepatin ini, mulai dari tingkat SD hingga SMP. Dimana khusus untuk SMP Negeri 6 Sepatin, Anggana, PT PHM memberikan bantuan SDM berupa guru penggerak yang bekerjasama dengan Indonesia Mengajar (IM).
“Kami harapkan program ini bisa berlanjut terus, karena ini sangat baik bagi warga dan desa kami,” tukasnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga meminta pemerintah untuk membangun Sekolah Menengah Atas (SMA) karena di desa ini masih belum ada sekolah tersebut, sehingga untuk melanjutkan sekolah anak-anak desa ini harus menuju kota kabupaten atau kecamatan.
“Daerah kami memang masuk 3T, tapi kami tidak putus asa, kami tetap berupaya agar bisa dibangun kan SMA di desa kami, agar anak-anak kami bisa melanjutkan pendidikannya di desa kami saja. Disini kami ingin negara bisa hadir di desa kami, dimana kami juga ingin maju seperti daerah lainnya yang ada di Indonesia,” harapnya.
SMP Negeri 6 Anggana atau lebih dikenal dengan Sekolah Laut atau Sekolah Terapung, saat ini memiliki sebanyak 54 siswa yang berada di kelas 7-9, dengan 7 guru dan 1 kepala sekolah serta 1 guru penggerak bantuan PT PHM yang dikonktrak selama 1 tahun.
Kepala Sekolah SMP Negeri 6 Anggana, Tandarman mengatakan, pembelajaran di sekolahnya merupakan kombinasi antara papan tulis digital dan chromebook bantuan pemerintah. Dimana melalui chromebook pembelajarannya menggunakan classroom dengan memanfaatkan aplikasi google.
“Jadi guru tinggal mengarahkan, materi apa yang harus dipejari, sehingga proses interaksi belajar mengajarnya dilakukan di classroom tersebut,” ucapnya.
[caption id="attachment_36969" align="alignnone" width="994"] Kegiatan proses belajar dan mengajar di SMP Negeri 6 Anggana yang sudah menggunakan papan tulis digital dan crome book, dengan menggunakan jaringan internet starlink bantuan dari PT. PHM, Rabu (22/10/2025). (dok : hlm/KK)[/caption]
Sekolah Rujukan Google dari Tengah Laut
Tandarman menambahkan, sekolahnya ini juga sudah menjadi satu-satunya sekolah di Kecamatan Anggana, Kukar, yang saat ini sudah menjadi sekolah rujukan google atau institusi pendidikan yang menggunakan teknologi Google for Education secara inovatif dan efektif untuk menciptakan dampak positif pada pembelajaran siswa dan menjadi contoh bagi sekolah lain.
“Untuk menuju sekolah rujukan google, prosesnya panjang dimana para guru-gurunya harus lulus seleksi dan harus sudah tersertifikasi. Disisi lain, proses pembelajarannya juga dilihat oleh google, dan dilakukan interview tentang apa saja yang sudah dilakukan. Nah, keunggulan kami adalah melakukan penanaman mangrove, dimana perkembangan tanaman mangrove yang ditanam dilakukan menggunakan aplikasi google tersebut, rupanya ini dipantau juga,” ungkapnya.
[caption id="attachment_36968" align="alignnone" width="1009"] SMPN 6 Anggana sudah menjadi sekolah rujukan google atau institusi pendidikan yang menggunakan teknologi Google for Education, Rabu (22/10/2025). (dok : hlm/KK)[/caption]
Selain itu, SMP Negeri 6 Anggana ini juga memberikan imbas ke SDN 16 Anggana untuk program ini, bahkan juga akan menjalin kemitraan dengan SMP Negeri 5 Anggana.
“Jadi kami mengajak sekolah yang belum menjadi rujukan google, untuk juga bisa mengembangkan program tersebut,” pungkasnya.
Disisi lain, Tandarman mengakui, ada beberapa kendala dunia pendidikan di Desa Sepatin ini, khususnya SMP Negeri 6 Anggana ini dimana sekolah ini masih kekurangan guru. Dimana idealnya, untuk seluruh mata pelajaran yang diajarkan maka jumlah gurunya ada 11 orang dan tidak kalah pentingnya saat ini adalah administrasi, karena sampai saat ini sekolah tidak memiliki pegawai untuk tata usaha (TU).
“Yah, jadi selama ini untuk administrasi semuanya dibeban ke Kepsek,” jelasnya.
Guru dan Siswa Sekolah Laut Berprestasi Dunia
Tandarman menambahkan, meski banyak menghadapi kendala, namun sekolah ini juga memiliki guru dan siswa yang berprestasi Internasional, dimana Nurul Fitriana, guru bahasa inggris SMP Negeri 6 Anggana mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan study Amerika Serikat dan seorang siswa bernama Idul yang meraih Juara 1 Lomba menggambar skala internasional di Amerika Serikat serta Ainun Nisa Siswa Kelas 7 SMP Negeri 6 Anggana ini juga terpilih mengikuti ajang Tushar Non-Less dan Nature for All yang digelar Wildlife Foundation.
Kemudian dua guru lainnya terpilih sebagai mengikuti kompetisi the Artgeng Online Exhibition di skala Asia Tenggara dan terpilih maju ke lomba Science Without Borders Challenge di USA.
Sedangkan untuk prestasi nasional, yang mana 3 guru sekolah pesisir dimana diantaranya ada guru SMP Negeri 6 Sepatin, Anggana yang terpilih menjadi tim penyusun modul Kemendikbud RI, dan 14 siswa meraih medali di Kompetisi Sains Nasional Tingkat Sekolah/Olimpiade, Sains/Olimpiade Nasional/STE dan SMP Negeri 6 Sepatin, Anggana ini juga meraih penghargaan Adiwiyata.
Perjuangan Menciptakan Jenjang Pendidikan
Tandarman juga menceritakan, bagaimana ia berupaya menghadirkan jenjang pendidikan SMP di desa nya tersebut. Awalnya, di desanya ini para siswa akan berhenti sekolah setelah bisa membaca, menulis dan berhitung. Bahkan, rata-rata siswa kelas 5 akan naik ke kelas 6 SD langsung berhenti sekolah, sehingga pihaknya melakukan pendekatan ke orang tua siswa.
“Orang tua mereka beranggapan, buat apa lulus sekolah toh SMP-nya tidak ada, jadi bisa berlajar membaca, menulis dan berhitung saja sudah cukup. Akhirnya yang lulus SD saat itu hanya 3 orang saja,” ucapnya sedih.
Melihat hal itu, ia mencoba membuat jenjang pendidikan SMP dengan membuka SMP terbuka yang berafiliasi dengan SMP Negeri 1 Anggana. Awalnya 7 siswa saja yang bersekolah dan semuanya perempuan karena yang laki-laki pada umumnya sudah bekerja di laut.
“Melihat ada anak yang berseragam SMP, lama-lama anak SD yang akan lulus akhirnya tertarik dan mau juga bersekolah hingga jenjang SMP,” pungkasnya.
[caption id="attachment_36971" align="alignnone" width="999"] Perjuangan Tandarman Kepsek SMPN 6 Anggana menciptakan jenjang pendidikan yang setara di Desa Sepatin seperti sekolah lainnya, Rabu (22/10/2025). (dok : hlm/KK)[/caption]
Disisi lain katanya muncul permasalahan lainnya, dimana di desa ini tidak ada jenjang Sekolah Menangah Atas (SMA). Untuk itu, pihak sekolah terutama para guru, terus memotivasi para siswa untuk menjadi siswa yang berprestasi.
“Jadi kami minta informasi, untuk jenjang SMA dan SMK, apa saja persyaratan untuk mendaftar, maka kami siapkan siswanya karena untuk jalur reguler siswa ini akan sulit bersaing karena bukan zonanya, maka kami siapkan mereka untuk menjadi siswa berprestasi,” paparnya.
Peran Guru Penggerak dan Perubahan Paradigma Warga
Disisi lain, Tandarman juga memberikan apresiasi terhadap dukungan PT PHM untuk dunia pendidikan di sekolahnya, terutama dengan adanya bantuan PLTS sehingga sekolah ini bisa memiliki Listrik, termasuk pemasangan star link untuk jaringan anak-anak sekolah belajar dan menggunakan jaringan internet.
“Tidak kalah pentingnya adalah, bantuan guru penggerak yang merupakan kerjasama PT PHM dengan Indonesia Mengajar (IM) yang terus memotivasi kami dan siswa, dan juga turut menyadarkan kepada orang tua siswa,” ujarnya.
Guru Penggerak SMPN 6 Anggana, Naila Faza Kamila yang merupakan program bantuan PT PHM bekerjasama dengan Indonesia Mengajar (IM) mengatakan, sebagai guru pengerak, ia melakukan analisis kebutuhan saat tiba di sekolah 3T ini, kemudian melakukan penyesuian untuk melakukan intervensi guru dan siswa agar bisa mengembangkan potensinya.
“Hasil analisis dan intervensi yang harus dilakukan berbeda-beda,” jelasnya.
[caption id="attachment_36972" align="alignnone" width="1600"] Guru Penggerak, Naila Faza Kamila kerjasama PT PHM dan Indonesia Mengajar (IM) yang sudah selama 4 tahun mendedikasikan dirinya di SMPN 6 Anggana, Rabu (22/10/2025). (dok : hlm/KK)[/caption]
Misalnya, untuk siswa yang akan melanjutkan sekolah dari SMP ke SMA, SMK atau Ponpes, maka di analisis tantangan apa yang menghalangi mereka untuk bisa melanjutkan sekolah, ternyata ada beberapa diantaranya tantangan finansial, paparan informasi tentang lanjut sekolah dan mindset dari orang tua. Lalu apa intervensi yang harus dilakukan, Faza menjelaskan, salah satunya dengan melakukan home visit, yakni dengan mengunjungi satu persatu rumah orang tua dan siswa kelas 9 untuk mengetahui apa tindak lanjutnya setelah lulus SMP, kemudian dari data lapangan tersebut, maka dipetakan problem solvingnya.
“Nah biasanya itu tantangannya tentang finansial, karena di Desa Sepatin ini daerah 3T dan tidak ada SMA, sehingga setelah lulus SMP, untuk melanjutkan sekolah harus ke darat, baik itu di sungai Meriam ataupun di Kota Samarinda, sehingga butuh akomodasi mulai tempat tinggal dan makan, ini jadi salah satu tantangan,” jelasnya.
Untuk itu hasil pemetaannya, kata Faza, dalam permasalahan tersebut adalah, dimana yang bersangkutan punya saudara di daerah yang dituju, atau dibuatkan mess dengan teman-temannya yang lain, sehingga ini bisa meringankan biaya mereka selama bersekolah.
“Jika kami melihat tantangannya, kalau tantangannya tentang paparan informasi sekolah, maka kami melaksanakan edu fair. Dimana siswa dan orang tua, kita kenalkan dengan SMA, SMK, MA dan Ponpes, sehingga orang tua akan memiliki gambaran apakah anaknya ingin cepat kerja, maka bisa masuk SMK, jika ingin lanjut kuliah maka bisa masuk SMA dan sebagainya,” ungkapnya.
Pasalnya, kata Faza, dalam masalah dunia pendidikan ini, jika hanya anaknya saja yang ingin terus bersekolah, namun tidak mendapatkan dukungan orang tua maka akan sulit tercapai.
“Dalam analisis ini, kami menggunakan beberapa metode, salah satunya adalah dengan menggunakan metode SWOT atau teknik analisis strategi yang mengidentifikasi Kekuatan (Strengths), Kelemahan (Weaknesses), Peluang (Opportunities), dan Ancaman (Threats) untuk membantu pengambilan keputusan dan perencanaan strategis,” tukasnya.
Guru SMP Negeri 6 Anggana, Tata Fitriani mengatakan, ia sudah mengabdikan diri menjadi tenaga pengajar di sekolah 3T ini selama 5 tahun, awalnya saat penerimaan cpns, ia melihat Desa Sepatin, Anggana, Kukar yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Kota Balikpapan tempat asalnya.
“Awalnya saya liat dipeta, oh jaraknya dekat dari Kota Balikpapan, sehingga saya berpikir mungkin bisa bolak balik pulang ke rumah. Namun setelah mengecek lokasi dan perjalanan juga harus menggunakan speedboat, saya berpikir, wow kayanya saya harus tinggal di desa ini,” ujarnya.
Tata juga sempat kaget, dimana di desa ini Listrik baru menyala setelah pukul 18.00 wita dan padam pada pukul 06.00 wita, sehingga sempat kebingungan dan harus segera menyesuaikan diri.
“Jadi kaya, hemm, yah namanya sudah pilihan, maka harus di jalani,” ucapnya.
Diakuinya, diawal dalam proses mengajar di sekolah 3T ini banyak kendala dan tantangan yang harus dihadapi, pasalnya banyak anak disini lebih memilih untuk bekerja dari pada untuk belajar, sehingga butuh usaha yang keras untuk mengajak anak-anak disini untuk bisa terus melanjutkan pendidikannya.
“Namanya anak pesisir, setelah pagi bersekolah, sorenya mereka harus bekerja membantu orang tuanya, dan mendapatkan hasil. Sehingga pemikirannya yang penting sekedar sekolah saja, disinilah tantangannya bagaimana memberikan pemahaman tentang pentingnya sekolah untuk masa depan bagi anak-anak di pesisir ini,” ungkapnya.
Tapi ini diawal-awalnya, namun lambat laun paradigma ini mulai berubah, setelah para guru bekerjasama dengan orang tua, tokoh desa, warga desa dan pemdes. Upaya ini juga tidak lepas dari bantuan dari PT PHM, sehingga bisa menjadi motivasi bagi anak-anak.
“Salah satunya dengan melakukan pembelajaran luar sekolah, di lokasi-lokasi SPU milik PT PHM dan melihat langsung bagaimana para karyawan PT PHM bekerja, sehingga anak-anak ini mau fokus bersekolah,” tukasnya.
Disisi lain, katanya, pihaknya juga memberikan contoh langsung dengan menjadikan para guru berprestasi baik di skala internasional, nasional, dan tingkat kabupaten sebagai motivasi.
[caption id="attachment_36973" align="alignnone" width="1020"] Perjalanan menyusuri sungai dengan menggunaan speedboat menuju Desa Sepatin, Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara, Kaltim, Rabu (22/10/2025). (dok : hlm/KK)[/caption]
Dampak Positif yang Nyata
Salah satu orang tua siswa yang juga warga desa Sepatin, Budiya mengatakan, salah satu anaknya bernama Radit yang lulusan SMP Negeri 6 Anggana sudah melanjutkan ke jenjang SMA di Samarinda. Awalnya, anaknya itu tidak mau melanjutkan sekolah, namun setelah diberikan arahan oleh gurunya, ia bersedia melanjutkan sekolah.
“Saya senang, anaknya mau sekolah, bahkan kalau bisa melanjutkan kuliah,” ucapnya sambil tersenyum sumringah.
Budiya juga mengakui, saat untuk pendidikan sudah mendapatkan perhatian dari pemerintah dan juga bantuan dari PT PHM, sehingga untuk melanjutkan pendidikan tidak butuh biaya banyak.
“Kan ada sekarang sekolah yang gratis, jadi ee.. tidak butuh biaya banyak,” ujarnya dengan logat pesisir yang kental.
Dikatakannya, total anaknya ada 5 orang dan semuanya sudah bersekolah dan bahkan sudah ada yang bekerja. Dan anak yang sudah bekerja tersebut, saat ini sudah diangkat menjadi karyawan offshore di Sisi Nubi milik PT PHM.
“5 anak saya, 1 sudah bekerja, 2 sekolah SMA dan 2 lagi masih SMP bersekolah di SMP Negeri 6 Anggana ini,” ungkapnya.
Budiya mengatakan, saat ini aktifitasnya berjualan di sekitar sekolah dan sementara suaminya sudah tidak bekerja lagi karena kapal yang biasanya digunakan untuk melaut mencari ikan sudah dijual karena butuh biaya untuk berobat.
Salah seorang siswa, Siti Kharisma, Kelas 8 SMPN 6 Anggana mengatakan, setelah lulus SDN 16 Anggana, sempat ragu untuk melanjutkan sekolah, namun setelah melihat beberapa temannya melanjutkan sekolah akhirnya ia mau melanjutkan sekolah.
“Jadi habis lulus SD, saya langsung minta ke orang tua untuk melanjutkan ke SMP, “ ujarnya.
Dikatakannya, pembelajaran di SMPN 6 Anggana cukup menyenangkan selain sekolah baru, juga sudah dilengkapi dengan papan tulis digital, chromebook dan listrik tenaga surya serta internet starlink bantuan PT PHM.
“Berkat bantuan PHM, saya berhasil menjadi juara Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat provinsi,” ujarnya sumringah.
Senada dengan itu, Siswa Kelas 7 Ainun Nisa yang terpilih mengikuti ajang Tushar Non-Less dan Nature for All yang digelar Wildlife Foundation mengatakan, ia melanjutkan sekolah setelah mendapatkan dukungan orang tua, disekolah ini ia mendapatkan chromebook sehingga ia semakin bersemangat bersekolah.
“Sekolahnya sudah pake chromebook, dan ada listrik serta internetnya sehingga, saya semakin semangat sekolahnya,” ucapnya.
Ainun mengatakan, setelah bersekolah di SMPN 6 Anggana ini, ia bisa mengembangkan hobinya dalam menggambar. Bahkan, berkat bantuan guru penggerak, ia berhasil memenangkan lomba menggambar tentang alam yang gambarnya tersebut akan di pamerkan di Abu Dhabi, UEA.
“Kemarin, saingan saya dalam menggambar berasal dari beberapa negara, mulai dari India, Amerika, Iran dan juga dari Indonesia, Alhamdulillah bisa menang,” ujarnya sambil tersenyum senang.
Kedepan, katanya, jika ada lomba serupa baik itu berskala provinsi, nasional hingga bahkan internasional, ia akan coba mengikutinya.
[caption id="attachment_36976" align="alignnone" width="1024"] Siswa Kelas 7 SMP Negeri 6 Anggana, Ainun Nisa yang berprestasi dunia memperlihatkan hasil karya gamabarnya yang terpilih mengikuti ajang Tushar Non-Less dan Nature for All yang digelar Wildlife Foundation yang karyanya akan di pamerkan di Abu Dhabi, UEA, Rabu (22/10/2025). (dok : hlm/KK)[/caption]
Ketika Teknologi dan Energi Menyalakan Harapan
Sementara itu, Head of Communication Relations & CID Zona 8 PHM, Achmad Krisna Hadiyanto mengatakan, dalam pengembangan program CSR yang dilakukan PT PMH di Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara, Kaltim. Khususnya di bidang pendidikan dilakukan terhadap dua desa yang berada di wilayah Delta Mahakam yang masuk dalam kawasan 3T.
“Dua Desa itu adalah Desa Tani yang meliputi SMPN 14, SDN 14 dan SDN 17. Sedangkan di Desa Sepatin dilakukan pada SMPN 6, SMPN 5 dan SDN 16,” jelasnya.
Achmad menambahkan, pihaknya melalui program sekolah negeri terapung mulai periode 2021-2022 dengan melakukan inisiasi, kemudian dilanjutkan tahun 2022-2023 dengan melakukan penguatan, tahun 2023-2024 dengan pengembangan I dan 2024-2025 pengembangan II dan 2025-2026 untuk menuju kemandirian.
“Khusus dibidang pendidikan program utamanya, pendampingan melalui guru penggerak 3 Orang, sebagai pengajar, fasilitator, trainer, dan motivator. Kemudian juga ada pembentukan dan pengembangan Komunitas Belajar Kukar Pintar Idaman PHM Kecamatan Anggana, pendampingan sarjana pesisir, beasiswa sarjana pesisir untuk 3 orang, bantuan biaya Pendidikan Mahakam bagi 28 guru dan siswa, advokasi ke Pemerintah skala Kecamatan, Kabupaten, dan Provinsi, termasuk Jejaring dengan Balai Guru Penggerak Kaltim, pameran pendidikan skala propinsi dalam bentuk karya guru dan siswa pesisir Delta Mahakam dan PHM Mengajar (employee volunteerism),” tukasnya.
[caption id="attachment_36978" align="alignnone" width="961"] Head of Communication Relations & CID Zona 8 PHM, Achmad Krisna Hadiyanto saat menjadi guru pengajar dan memberikan motivasi kepada siswa siswi SMP Negeri 6 Anggana, Rabu (22/10/2025). (dok : hlm/KK)[/caption]
Dikatakannya, melalui sustainability compass atau sebuah alat strategis untuk membantu organisasi, institusi, atau komunitas merumuskan dan menerapkan strategi keberlanjutan secara holistik dengan mempertimbangkan empat dimensi utama, Nature (Alam), Economy (Ekonomi), Society (Masyarakat), dan Well-being (Kesejahteraan).
Melalui Nature (Alam), pihaknya sudah membantu 4 Sekolah dengan membangun PLTs berkekuatan 6,7 Kwp sehingga mampu mengurangi pemakaian BBM 3.600 Liter/tahun dan mampu menurunkan emisi sebesar 7.6380 Ton CO2/Tahun.
Economy (Ekonomi) dari sisi ini, PT PHM juga membantu penghematan biaya operasional 6 sekolah yang karena sudah menggunakan Energi Baru Terbarukan sebesar Rp38,8 juta/tahun dan penghematan biaya transportasi siswa dari Muara Pantuan ke Tani Baru dari jembatan kayu (sebelumnya menggunakan ketinting) sebesar Rp460 juta/tahun.
Kemudian dari sisi Society (Masyarakat), katanya, sebanyak 503 Murid dan 40 Guru sudah mendapatkan peningkatan kapasitas, 4 lulusan Sarjana kembali untuk membangun desa, 251 Siswa di 2 Desa mendapat akses jalan aman ke sekolah dan 7 Km jembatan kayu memudahkan akses pendidikan sudah dibangun.
Terakhir dari sisi Well-being (Kesejahteraan) ada sebanyak 62 Prestasi total diraih siswa dan guru tahun 2022-2024, 4 Penghargaan Internasional Sekolah Negeri Terapung, Total 101 Siswa Lolos Perguruan Tinggi dan Beasiswa KIP, Pendampingan Sarjana Pesisir 2021-2024 dan dukungan 3 Guru Penggerak Guru bisa mengajar di masing masing sekolah (tidak dobel).

