Dibaca
39
kali
Ayatullah Khomeini, Formatur HMI Cabang Berau, Tokoh Pemuda Berau (Dok: pribadi)

Surat Terbuka untuk Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim dari Ayatullah Khomeini

 | Editor : Agu
3 June 2025
Font +
Font -

Penulis: Ayatullah Khomeini, Formatur HMI Cabang Berau, Tokoh Pemuda Berau

BERAU — Bapak Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Timur yang saya hormati, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kesehatan dan kebijaksanaan kepada Bapak beserta jajaran, demi kemajuan Kalimantan Timur yang adil dan berdaulat.

Saya, Ayatullah Khomeini, Formatur HMI Cabang Berau, lahir dan dibesarkan di bumi Batiwakkal Berau, tak bisa diam menyaksikan rencana pengambilalihan pengelolaan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kepulauan Derawan dan Perairan Sekitarnya (KKP3K-KDPS) oleh Provinsi.

Kebijakan ini—tanpa urun rembug dengan Pemkab Berau—mengancam kedaulatan kami atas aset yang selama ini kami jaga dengan darah dan keringat.

Fakta Kritis yang Tak Bisa Dipungkiri

1. Pengelolaan UPTD yang Rapuh

Baca Juga: Api melalap satu bangunan warga yang menjual bahan sembako di jalan Marsma Iswahyudi, Kelurahan Rinding, Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten Berau, pada Selasa 3 Juni 2025, malam. (Dok: rin/katakaltim)Api Melalap Toko Sembako di Berau, Ditaksir Alami Kerugian Ratusan Juta Rupiah

Provinsi berencana menyerahkan kawasan seluas 285.548,95 hektare -termasuk Pulau Kakaban yang jadi ikon pariwisata Berau—kepada UPTD berkantor di Tanjung Batu.

Ironisnya, UPTD ini hanya diisi 3 orang SDM! Bagaimana mungkin tim kecil ini mengawasi kawasan dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, jalur migrasi biota langka, dan segitiga terumbu karang global?

2. Skema BLUD: Solusi Semu untuk Masalah Nyata

Provinsi menjanjikan efisiensi melalui Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Tapi, apa gunanya fleksibilitas keuangan jika kapasitas SDM tak memadai? Bandingkan dengan fakta:

- Tanpa BLUD sekalipun, Derawan-Marauta sudah maju dengan akomodasi, resort, bandara, dan ekonomi kreatif yang menggeliat.
- Dengan BLUD, provinsi justru mengambil alih 100% kewenangan (0-12 mil), mencabut hak Berau mengelola izin pantai/laut yang selama ini dijalankan DKP Berau dengan sosialisasi nelayan, penjagaan terumbu karang, dan perikanan ramah lingkungan.

3. Pelanggaran Terhadap UU No. 23/2014

Di mana keadilan otonomi daerah ketika urusan diselenggarakan sesuai potensi lokal? Provinsi mengabaikan semangat UU ini dengan menyamakan Berau dan Raja Ampat—dua ekosistem dengan kompleksitas berbeda.

Pulau Kakaban: Warisan Dunia yang Bukan Milik Provinsi

Di sini, di Kakaban, bangsa dunia menyelam bersama ubur-ubur tak menyengat—satu-satunya di Asia Tenggara selain Misool dan Eil Malk. Inilah mutiara Berau yang kami pilihkan untuk anak cucu, bukan untuk diambil alih lalu terbengkalai."

Kekhawatiran kami nyata:

1. Provinsi mengurus 10 kabupaten/kota. Fokus terpecah, risiko terbengkalai tinggi.
2. BLUD bukan solusi ajaib. Pendanaan berkelanjutan untuk konservasi butuh lebih dari sekadar tarif jasa lingkungan ; butuh komitmen SDM dan kehadiran negara di lapangan—seperti yang selama ini Pemkab Berau buktikan dengan patroli pengawasan illegal fishing dan alat tangkap terlarang.

Solusi Konkret: Kolaborasi, Bukan Pengambilalihan

Bapak Gubernur, kami tidak meminta bantuan kosong. Kami mohon:

1. Dukungan Infrastruktur, bukan pencabutan kewenangan:

- Perbaikan jalan darat menuju Berau (kabupaten terjauh dari ibu kota provinsi!) untuk kenyamanan wisatawan.
- Tambahan armada udara dan kebijakan tarif terjangkau.

2. Promosi Global

Bantu kami pasarkan Kakaban ke mancanegara ekosistem unik ini layak jadi duta pariwisata Kaltim di panggung internasional!

3. Penguatan SDM Lokal

Alih-alih UPTD sentralistik, berdayakan nelayan dan pemuda Berau yang paham medan.

Suara Anak Berau yang Tak Bisa Diam

Bapak Gubernur, Wakil Gubernur, Berau telah berjuang puluhan tahun membangun Derawan-Kakaban dari nol.

Jangan patahkan tekad Ibu Bupati yang berkomitmen menjadikan pariwisata sebagai tulang punggung ekonomi pasca-tambang. Jika provinsi ingin berkontribusi, dukunglah jangan kuasai.

"Kami rela berkorban untuk konservasi, tapi jangan rampas hak kami untuk mengelola tanah yang menghidupi ribuan keluarga." (*)

Font +
Font -
# ePaper
Lebih Banyak >