KUKAR — Pengamat politik Kalimantan Timur (Kaltim) Saipul menilai pergantian figur baru calon Bupati Kukar nomor urut 1 tidak memengaruhi pilihan warga Kukar terhadap pemimpinnya.
Ini menandakan ada semacam pembacaan warga terhadap visi-misi pasangan calon (Paslon) 1, Aulia Rahman Basri dan Rendi Solihin, bahwa kepemimpinan bukan saja soal figur, tetapi realisasi dan cita-cita.
“Secara normatif dan secara teoritis ini bisa berarti mengarahkan kepada visi dan misi program Paslon,” ucap Ipul kepada katakaltim, Rabu 23 April 2025.
Baca Juga: Gelora Ancam Pecat Kader Membelot Tak Dukung Aulia-Rendi di PSU Pilkada Kukar
Terlebih lagi sudah ada fakta-fakta kinerja dari Bupati Kukar Edi Damansyah, bahwa memang masyarakat sangat menyukai program-program Edi.
Lebih lanjut akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) itu menyampaikan, kemenangan Palson 1 berdasarkan hitung cepat mencapai 56 persen, menunjukkan warga Kukar percaya bahwa Aulia Rahman Basri sangat tepat menggantikan Edi.
Mereka meyakini Aulia sebagai figur yang mampu menguatkan dan memastikan visi-misi serta program yang sudah dijalankan Edi-Rendi kembali dapat dijalankan, diperkuat dan diperluas.
“Yaa bahkan kemungkinan akan ada beberapa bagian yang dievaluasi juga, kemudian diperbaiki untuk dijalankan di periode berikutnya,” tandasnya.
Saipul juga menanggapi adanya isu hasil PSU Kukar kembali akan digugat ke MK. Dia mengatakan ruang menggugat ke MK memang sangat terbuka secara normatif.
Namun sebenarnya, kata Ipul, setelah hitungan suara di TPS, kemudian di Kecamatan lalu di tingkat Kabupaten, pihak Paslon seketika itu dapat mengajukan keberatan.
Artinya, dalam tahapan rekapitulasi, pihak Palson yang keberatan segera memberi bukti bahwa memang ada kecurangan yang dilakukan Paslon lain.
“Sehingga itu bisa diperbaiki,” jelasnya. “Jadi sebenarnya kalau di situ ada kekeliruan secara administratif, itu bisa disampaikan kepada jajaran KPU,” sambung dia.
Kalau ada indikasi pelanggaran pidana atau pelanggaran administratif dan tidak ada tindak lanjut KPU misalnya, maka mereka bisa melaporkan langsung ke Bawaslu.
Ipul—sapaan akrabnya—menyampaikan jika gugatan PSU Pilkada ini kembali dilayangkan, kemungkinan besar tidak akan sama dengan dalil yang digunakan di Pilkada putaran pertama, November 2024.
Namun demikian, Ipul memberikan semacam rekomendasi bahwa yang menarik untuk digugat adalah tindakan terstruktur, sistematis dan masif (TSM), jika itu ada bukti-bukti.
“Cukup disayangkan ya, karena kalau menurut saya yang relevan digugat ke MK adalah jika terjadi TSM,” katanya. “Tapi kalau untuk persyaratan calon mestinya itu sudah selesai di tingkat pencalonan,” sambung dia.
Apabila gugatan itu kembali mengarah kepada Paslon, kata Ipul, kenapa Palson lainnya tidak menggabung saja keberatan mereka sejak awal?
Sebab jika ke depannya Paslon kembali menggugat dengan pelanggaran administrasi yang sama, maka jelas sangat membuang-buang anggaran.
“Apalagi jika diterima MK. Makin ribet lagi. Karena MK kan tidak pikir soal anggaran. Mereka tidak mau tau itu,” paparnya.
Ipul berharap jika pun Paslon tertentu nantinya hendak menggugat ke MK, lebih baik mengumpulkan bukti-bukti bahwa Palson 01 melakukan TSM.
“Baiknya yang menyentuh ketentuan pasal 70, 71 dan juga 73 UU nomor 10 tahun 2016. Artinya ke sana arahnya kalau mau ada gugatan,” jelasnya.
“Tapi kalau kembali ke hal-hal persyaratan personal lagi, ya menurut saya ini kasihan juga anggaran. Mending dipakai untuk bantuan sosial, dipakai benahi rumah dan lain-lain,” pungkasnya. (*)