Penulis: Aswar Alimuddin (Ketua Sidrap Cinta Palestina)
Katakaltim — Pernyataan resmi mengenai Deal of the Century disampaikan oleh Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, pada tanggal 28 Januari 2020 di Gedung Putih, Washington D.C.
Dalam konferensi pers tersebut, Trump mengumumkan rencana perdamaian Israel–Palestina yang ia sebut sebagai "Peace to Prosperity: A Vision to Improve the Lives of the Palestinian and Israeli People" (Dari Perdamaian Menuju Kemakmuran: Sebuah Visi untuk Meningkatkan Kehidupan Rakyat Palestina dan Israel).
Baca Juga: OPINI: Rencana Prabowo Evakuasi Warga Gaza, Aksi Kemanusiaan atau Suksesi Proyek Donald Trump?
Istilah itu kemudian dikenal luas sebagai Deal of the Century.
Baca Juga: Nestapa Perayaan Lebaran di Gaza, Tak Berjumpa Keluarga, Pesimis Keadaan Kembali Semula
Ia menyampaikannya didampingi oleh Perdana Menteri Israel saat itu, Benjamin Netanyahu, tanpa kehadiran perwakilan dari Palestina—yang sejak awal sudah menolak terlibat dalam proses tersebut karena dianggap bias sepihak terhadap Israel.
Trump menawarkan "kemerdekaan bersyarat" kepada Palestina: sebuah negara tanpa tentara, tanpa kendali wilayah udara, tanpa hak atas Yerusalem, dan tanpa jaminan kedaulatan. Apa itu bukan bentuk baru dari penjajahan? Bung Karno sejak dulu telah mengingatkan:
“Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menentang penjajahan Israel.”
Kini, dengan Trump kembali terpilih sebagai Presiden AS, proyek ini kembali digulirkan—dan tahap barunya sedang berlangsung: pengosongan Gaza. Dunia diseret untuk menganggap “evakuasi” rakyat Gaza adalah bentuk belas kasih. Padahal, ini adalah langkah sistematis untuk menciptakan Gaza tanpa warga Palestina—menghapus mereka dari peta, dari sejarah, dari masa depan.
Lebih mengecewakan lagi, Presiden Indonesia saat ini, Prabowo Subianto, justru menggagas evakuasi warga Gaza atas nama misi kemanusiaan.
Tetapi, jika ditelaah secara geopolitik, langkah itu sangat rawan menjadi bagian dari skenario besar Trump dan Netanyahu: menyukseskan Deal of the Century melalui pengusiran paksa yang dibungkus niat baik.
Indonesia, dengan sejarah panjang anti-kolonialisme, seharusnya tidak terseret dalam skenario licik ini. Mengeluarkan rakyat Palestina dari Gaza tanpa jaminan kembali, bukan solusi—itu kontribusi terhadap kejahatan. Itu seperti memberi cat baru pada dinding penjara: terlihat indah, tapi isinya tetap penindasan.
Ingat pesan Soekarno: "Selama bangsa Palestina belum merdeka, maka selama itu pula bangsa Indonesia memikul hutang moral terhadap Palestina." Jangan sampai di era ini, hutang itu justru kita lunasi dengan membantu penjajah menyelesaikan proyeknya.
Rakyat Palestina tidak butuh kemerdekaan bersyarat dan juga "EVAKUASI" Mereka butuh haknya dikembalikan.
Mereka butuh dunia yang jujur mengakui bahwa perjuangan mereka bukanlah terorisme—melainkan bentuk terakhir dari harapan sebuah bangsa yang dirampas.
Dan ketika dunia diam, biarlah kita tetap terus bersuara "Free Palestine, Boikot Zionis, Free Gaza". (*)