KUTIM — Sekretaris Majelis Kode Etik Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menerangkan kode etik menyangkut pernikahan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Katanya, sering terjadi masalah ketidakpatuhan pernikahan dan perceraian PNS berujung pelanggaran yang cukup berat.
Sebab dalam kode etik, berbeda dengan aturan umum. Contohnya seorang perempuan PNS berdasarkan Undang-undang kepegawaian tidak boleh menjadi istri kedua atau dimadu.
"Karena ketidakpatuhan ini, maka banyak yang menjadi pelanggaran. Ini sudah banyak yang kita tangani," ucap Misliansyah dalam Pengukuhan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) dan Bapor Korpri Kecamatan, Jumat 7 November 2025.
Aturan ini mengacu pada Pasal 4 Ayat (2) PP No. 45 Tahun 1990 yang berbunyi : “Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari seseorang."
Logikanya, sekilas tampak bias Gender. Ketimbang PNS laki-laki yang boleh menikah lebih dari 1 kali atau poligami, selama mendapat izin Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dalam hal ini Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman.
"Jadi kalau dia tidak diizinkan tidak bisa. Nah, itulah banyak terjadi pelanggaran biasanya. Banyak yang nikah di luar izin PPK," sebutnya.
Hal itu dapat berujung kasus perselingkuhan dan perzinahan jika dilaporkan oleh pasangan PNS tersebut.
Di Kutim sendiri banyak terjadi hal ini, utamanya daerah yang jauh dari pusat pemerintahan. Ini jugalah yang menjadi alasan pembentukan LKBH Korpri Kecamatan.
Ditanyai, jumlah laporan dan kasus pelanggaran jenis ini, Misliansyah memilih bungkam.
"Tidak bisa saya menyebut. Cuman ada lah,” ucapnya.
Namun, Ketua Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kutim itu mengatakan, baik laki-laki maupun perempuan yang melanggar ketentuan tersebut dapat dikenai sanksi berat.
"Hukuman berat itu bisa diberhentikan, bisa juga diturunkan pangkat dan juga bisa dibebaskan dari jabatan," pungkasnya. (Cca)







