Kutim — Oknum tenaga pengajar di salah satu pesantren di Kutim jadi tersangka atas tindakan bejat yang dilakukannya, lecehkan tujuh perempuan di lingkungan pondok pesantren.
Kapolres Kutim AKBP Ronni Bonnic melalui Kasat Reskrim AKP Dimitri Mahendra Kartika membeberkan motif tersangka pelaku.
“Tersangka berinisal UR (52) melakukan pencabulan di mana korbannya murid perempuan, dan karyawan yang berkerja. Motif pencabulan dengan membujuk rayu, dalam keadaan sepi,” ungkapnya saat pers rilis Rabu 12 Juni 2024.
“Reskrim melaksanakan olah TKP kemudian tim kami melaksanakan penyidikan bahwa benar UR melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur sebanyak 5 orang murid perempuan dan 2 orang karyawan,” tambahnya.
Korban pertama, kata Dimitri, saat korban sedang mencuci piring di rumah tersangka, lalu tersangka memeluknya dari belakang dan meremasnya, terjadi pada tahun 2014.
Korban kedua anak di bawa umur di saat korban izin keluar dari sekolah, kemudian tersangka merangkul dari belakang dan penyentuh p*yudara korban. Peristiwa ini terjadi pada tahun 2021 silam.
“Korban ketiga sudah kedua kalinya, melakukan persetubuhan terhadap korban, itu terjadi pada tahun 2013. Korban ke 4 anak di bawah umur, di mana tersangka menyuruh korban untuk datang ke rumahnya pada malam hari, kejadian ini pada tahun 2021,” ungkapnya.
Selanjutnya korban ke 5 juga anak di bawah umur dengan motif ingin menikahi korban, terjadi pada tahun 2023. Korban ke 6 tersangka meremas p*yudara milik korban. Saat itu korban mengantarkan makanan ke rumah tersangka. Kejadian pada tahun 2022.
“Korban ke 7 dengan cara tersangka mengajak korban untuk melakukan hubungan dan mengeluarkan air m*ni milik tersangka, itu terjadi pada tahun 2023,” bebernya.
“Dari hasil pemeriksaan kami, dilakukan pendalaman korban yang sudah kami periksa rata-rata sudah lulus dari lembaga pendidikan tersebut. Selanjutnya didalami lagi ternyata sang isteri tersangka mengakui sudah pisah ranjang selama 8 bulan,” tambahnya.
Tersangka pun pada tahun 2024 mengakui telah melakukan pelecehan terhadap anak muridnya dan tersangka siap menerima resiko terhadap apa yang dilakukannya.
“Lebih lanjut kami lakukan pendampingan terhadap korban. Kami juga menyita barang bukti, berupa surat. Satu buah HP berisi petunjuk percakapan, ada juga pakaian,” katanya.
“Pasal yang dikenakan pasal 82 ayat 2 juncto pasal 76 UU RI Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Ancaman pidana paling singkat 5 tahun, paling lama 15 tahun penjara. Dan hukumannya ditambah sepertiga,” pungkasnya.
Sementara itu tersangaka mengaku dirinya tidak ingin melakukan tindakan tersebut. “Saya sebenarnya tidak mau melakukan, saya khilaf. Saya meminta maaf atas apa yang saya lakukan,”katanya. (*)