Payload Logo
z-291520251125191000884
Dilihat 377 kali

Kepala Disdag Balikpapan, Haemusri Umar, memberikan keterangan terkait urgensi pembangunan pasar induk dan kendala klaim lahan, saat ditemui usai Rapat Paripurna DPRD Balikpapan, senin (17/11/2025). (dok: han/kk)

Proyek Pasar Induk Balikpapan Terhambat Sengketa Lahan, Kebutuhan Distribusi Pangan Kian Mendesak

Penulis: Han | Editor:
17 November 2025

Balikpapan — Rencana pembangunan pasar induk kembali menjadi perhatian Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan di tengah meningkatnya kebutuhan infrastruktur distribusi pangan. Pemkot menegaskan bahwa keberadaan pasar induk merupakan kebutuhan mendesak untuk menjaga stabilitas suplai dan memperkuat ketahanan pangan, mengingat tingkat konsumsi masyarakat yang terus bertambah setiap tahun.

Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Balikpapan, Haemusri Umar, menuturkan bahwa struktur konsumsi masyarakat Balikpapan membuat kota ini sangat bergantung pada pasokan dari luar daerah. Menurutnya, sekitar 90 persen kebutuhan pangan masih didatangkan dari sejumlah wilayah di Jawa dan Sulawesi. Ketergantungan ini dinilai rawan mengingat potensi gangguan distribusi yang bisa berdampak langsung pada harga serta ketersediaan bahan kebutuhan pokok.

“Balikpapan ini kota yang konsumtif. Hampir seluruh pangan kita masuk dari luar daerah, sehingga perlu kebijakan yang memperkuat sistem distribusi,” ujar Haemusri usai menghadiri Rapat Paripurna DPRD Kota Balikpapan, Senin (17/11/2025).

Ia menegaskan bahwa fasilitas seperti pasar induk diperlukan untuk memastikan alur distribusi pangan lebih efisien, sekaligus membantu menggerakkan ekonomi lokal.

Meski demikian, percepatan pembangunan pasar induk seluas 11 hektare tersebut belum dapat dilakukan karena terkendala persoalan lahan.

Haemusri menjelaskan bahwa secara administrasi lahan tersebut tercatat sebagai aset pemerintah. Namun, terdapat sekitar empat hektare yang diklaim oleh sejumlah warga berdasarkan riwayat penjualan lahan pada masa lalu. Sengketa ini kemudian berkembang karena adanya pengakuan dari ahli waris yang merasa memiliki hak atas sebagian area yang disiapkan untuk pembangunan.

Disdag, kata Haemusri, tidak memiliki kewenangan menjelaskan lebih jauh mengenai status legal lahan tersebut. Pihaknya hanya menerima laporan awal dari Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) bahwa klaim tersebut memerlukan penyelesaian administratif dan hukum sebelum proyek dapat dilaksanakan. Ia menegaskan bahwa persoalan ini sepenuhnya ditangani BKAD sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pengelolaan aset daerah.

Meski terganjal masalah lahan, Haemusri memastikan bahwa tahapan perencanaan tetap berjalan. Saat ini penyusunan master plan terus dipacu agar dapat menjadi dasar pengajuan pembiayaan. Ia menyebut bahwa skema pendanaan masih terbuka dari berbagai sumber, baik dari APBD kota dan provinsi maupun dukungan lembaga keuangan termasuk peluang mengakses APBN.

“Kita tetap siapkan master plan. Kalau sudah selesai tahun 2025, kita berharap ada peluang pengajuan melalui bantuan presiden agar pembangunan bisa terealisasi,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa keberadaan pasar induk tidak hanya akan memperpendek rantai distribusi, tetapi juga menekan biaya logistik dan meningkatkan posisi Balikpapan sebagai simpul perdagangan di Kalimantan, terutama menjelang beroperasinya Ibu Kota Nusantara (IKN).

Pemerintah optimistis bahwa dengan koordinasi antarinstansi serta penyelesaian persoalan lahan, pembangunan pasar induk dapat berjalan sesuai rencana.

"Disdag akan terus mengawal proses perencanaan hingga proyek ini benar-benar siap memasuki tahap konstruksi,"tegasnya.