BONTANG — Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan mengenai penyelenggaraan pemilihan umum atau pemilu di tingkat nasional seperti pemilihan anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden harus dilakukan terpisah dengan penyelenggaraan pemilu tingkat daerah, Kamis 26 Juni 2025.
Dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024, Mahkamah menyatakan pemilu lokal atau daerah diselenggarakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional.
Mempelajari putusan tersebut, Wakil Ketua Komisi A DPRD Bontang, Ubayya Bengawan, mengaku khawatir dengan keputusan ini.
Baca Juga: DPRD Bontang Dorong Sinkronisasi Perencanaan dan Implementasi Proyek
Kekhawatiran itu dalam kaitannya dengan Rancangan Peraturan Daerah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (Raperda RPJMD) yang tengah disusun untuk periode 2025-2029.
Baca Juga: Generasi Muda Deklarasi Dukung Neni Moerniaeni-Agus Haris di Pilkada Bontang
"Periode perda yang kita susun ini kan berlaku 2025-2029, efektif berlakunya sampai 2030. Sementara baru-baru keluar putusan MK, bahwa Pilkada dilakukan di 2031. Artinya ada 1 tahun atau 2 tahun terjadi kekosongan RPJMD," kata Ubaya dalam Rapat Kerja DPRD terkait Raperda RPJMD, di ruang Rapat BPKAD Bontang, Senin 30 Juni 2025.
Menurutnya, baik Wali Kota maupun Pelaksana Jabatan yang nantinya akan memerintah pada tahun sebelum digelarnya Pemilu tersebut, belum diketahui akan mengacu pada RPJMD mana.
"Ini yang kita pikirkan. Jangan sampai terjadi kekosongan di situ," kata Ubaya.
Ia mempertanyakan, apakah dalam RPJMD yang saat ini digagas dapat dimasukkan ayat maupun pasal yang bisa mengikat. Sebagai solusi acuan pemerintah di tahun transisi itu.
"Misalnya kita mengacu saja pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) sebelum dikeluarkan RPJMD yang baru," ucapnya.
Namun, ditambahkannya, dalam RPJPD tersebut memunculkan frasa yang sangat umum. Juga tidak membahas secara rinci program dan teknis pembangunan.
"Ini PR kita. Jangan sampai tidak ada acuan kepala daerah dalam melaksanakan pembangunan," ujarnya. Ia menambahkan bahwa selama ini RPJMD merupakan landasannya, "Ibaratnya RPJMD ini ‘Kitab Suci’ pemerintah," sambung Ubayya.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bontang Sonny Suwito, yang turut hadir dalam rapat tersebut menjelaskan ada 2 opsi yang dapat dipilih untuk mengisi kekosongan masa jabatan politik tahun 2030-2031
Yang pertama merubah RPJMD, atau ada regulasi baru dari pemerintah pusat untuk menerbitkan regulasi baru di daerah.
"Saya tidak tahu apakah yang akan muncul nanti seperti apa, tapi ayat 4 di RPJMD ini sudah mewakili bahwa jika ada perubahan secara nasional maka perlu dilakukan perubahan RPJMD baik masa berlakunya maupun isinya," jelasnya.
Sementara itu mewakili Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperida) Sekretaris Topan kurnia, mengatakan bahwa kondisi semacam ini pernah terjadi di Pemerintah Provinsi, saat periode kepemimpinan berakhir di 2022, sementara pemilihan dilakukan di 2024.
"Nah untuk melanjutkan rencana pembangunan ini disusun yang namanya RPD, jadi kemungkinan besar dengan adanya perubahan kebijakan nasional ini akan dikeluarkan instruksi untuk membuat perubahan," jelasnya. (Cca/adv)