SAMARINDA — Tindakan asisten pribadi Gubernur Kaltim yang mengintimidasi wartawan saat sesi doorstop di Kantor Gubernur, menuai respons keras.
Bukan saja dari para jurnalis, bahkan dari kalangan akademisi. Salah satunya Herdiansyah Hamzah. Seorang pakar hukum Universitas Mulawarman (Unmul).
Pria yang akrab disapa Castro itu menilai bahwa tindakan asisten pribadi (Aspri) Gubernur sebagai bentuk pembungkaman terhadap kebebasan pers.
Castro mengaku, berdasarkan pengamatannya, dia menilai ada indikasi menghalang-halangi kerja jurnalistik yang dilakukan secara terbuka.
"Kita bisa lihat dari video yang beredar, ada tindakan aktif membatasi dan menghalangi jurnalis. Itu sangat keliru. Baik staf maupun Gubernur perlu belajar lagi cara kerja jurnalistik," ucap Casto kepada katakaltim, Rabu, 23 Juli 2025.
Castro juga menyesalkan penggunaan kata ‘tandai’ oleh Aspri, yang dinilai berkonotasi intimidatif terhadap wartawan.
"Istilah ‘tandai’ itu menunjukkan ada upaya menekan. Dan itu bisa dikategorikan sebagai bentuk kejahatan jika dimaksudkan untuk membungkam kebebasan pers," tegasnya.
Castro turut mengkritisi sikap Gubernur Rudy Mas’ud yang tidak memberikan teguran terhadap perilaku asistennya.
Ia menilai diamnya Gubernur bisa dianggap membenarkan perilaku tersebut karena melakukan pembiaran.
"Kalau Gubernur tidak menegur asistennya, itu sama saja dengan tidak memahami bagaimana menjamin kebebasan pers. Saya siap mengajar kuliah hukum pers gratis kalau perlu," sindirnya.
Lebih lanjut, ia menawarkan untuk membuka kelas hukum pers secara cuma-cuma bagi pejabat pemerintah yang ingin memahami lebih dalam mengenai peran media.
"Saya ada kelas hukum pers kalau asisten Gubernur bahkan Gubernur sendiri mau kuliah saya kasih kuliah gratis. Silakan masuk jika hendak memahami cara kerja jurnalistik agar bisa menghargai profesi termasuk memberikan seluas-luasnya proses peliputan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Aspri Gubernur Kaltim, namanya Senja, mengintervensi wartawan saat melakukan tugas jurnalistiknya di Kantor Gubernur Kaltim, Senin 21 Juli 2025 sore.
Saat itu, para jurnalis melakukan wawancara cegat dengan Gubernur usai kegiatan membahas soal lingkungan.
Dalam sesi wawancara, salah wartawan mengajukan pertanyaan mengenai ketidakhadiran Gubernur, Wakil Gubernur, dan Sekretaris Daerah dalam rapat paripurna ke-25 DPRD Kaltim yang digelar di hari yang sama.
Namun, Senja berulang kali berusaha menghentikan proses wawancara meski Gubernur belum berstatment mengakhiri wawancara.
"Sudah selesai! Sudah selesai! Mas..mas…mas," pinta Senja seraya menegur wartawan. “Tandai, tandai!,” sambung dia.
Usai wawancara, Senja menghampiri wartawan dan mempertanyakan asal medianya.
Ia meminta agar pertanyaan yang disampaikan seharusnya hanya menyangkut kegiatan dan tidak boleh isu di luar kegiatan saat itu.
"Mas dari media mana? Kami minta wawancara hanya terkait agenda," tanya Senja sembari meminta. (*)












