Payload Logo
-20920251125184609463.jpg
Dilihat 0 kali

Suasana wawancara cegat di kantor Gubernur Kaltim pada Senin (21/7/2025) saat wartawan mendapatkan intervensi oleh salah satu asisten pribadi Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud (dok: Ali/katakaltim)

Asisten Pribadi Gubernur Kaltim Halangi Wartawan saat Wawancara, Minta Pertanyaan Hanya Soal Kegiatan

Penulis: Ali | Editor: Agu
21 Juli 2025

SAMARINDA — Asisten pribadi Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Rudy Mas'ud, melakukan intervensi terhadap wartawan saat melakukan tugas jurnalistiknya di Kantor Gubernur Kaltim, Senin 21 Juli 2025 sore.

Saat itu, para jurnalis melakukan wawancara cegat dengan Rudy Mas’ud yang baru saja menghadiri acara penandatanganan kesepakatan bersama dan perjanjian kerja sama antara Pemprov Kaltim dengan yayasan lingkungan hidup tentang pelaksanaan konservasi lingkungan.

Dalam sesi wawancara tersebut, salah wartawan inisial MF, mengajukan pertanyaan mengenai ketidakhadiran Gubernur, Wakil Gubernur, dan Sekretaris Daerah dalam rapat paripurna ke-25 DPRD Kaltim yang digelar di hari yang sama.

Namun, asisten pribadi Rudy Mas’ud yang diketahui bernama Senja, berulang kali berusaha menghentikan proses wawancara meski Gubernur belum berstatment mengakhiri wawancara.

"Sudah selesai! Sudah selesai! Mas..mas…mas," pinta Senja seraya menegur wartawan. “Tandai, tandai!,” sambung dia.

Usai sesi wawancara, Senja menghampiri MF dan mempertanyakan asal medianya.

Ia meminta agar pertanyaan yang disampaikan seharusnya hanya menyangkut kegiatan dan tidak boleh isu di luar kegiatan saat itu.

"Mas dari media mana? Kami minta wawancara hanya terkait agenda," tanya Senja sembari meminta.

Tindakan tersebut menuai reaksi dari jurnalis lainnya, Irwan, yang juga berada di lokasi.

Dia mengaku kaget atas sikap intervensi tersebut yang dinilainya tidak menghormati profesi jurnalis.

"Tindakan ini bisa dikatakan merendahkan profesi jurnalis. Jika memang tidak ingin menjawab pertanyaan, seharusnya cukup disampaikan dengan baik, bukan dengan menghalangi," ujarnya.

"Setiap kali ada kesempatan untuk bertanya, suasana selalu dibuat tidak nyaman. Ini tentu menghambat tugas kami sebagai jurnalis," tambahnya.

Dia bahkan mengaku mendapat tekanan psikologis akibat perilaku tersebut. Akibatnya membuat dia mengurungkan niat untuk bertanya.

Perilaku menghalangi kerja wartawan tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Dalam Pasal 4 Ayat 3 disebutkan bahwa pers memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan serta informasi guna menjamin kemerdekaan pers. (*)