Gerakan Feminisme di Indonesia (Foto:ist)

Feminisme versus Sosialisme, Analisis Kelas dan Eksploitasi Gender

Penulis : Agu
 | Editor : Cca
28 January 2024
Font +
Font -

KATAKALTIM -- Siapa yang tak mengenal gerakan feminisme, yang booming pada awal abad ke-20 di negeri Paman Sam?

Barangkali ada yang mengira, bahwa feminisme merupakan gerakan perempuan yang selama ini diperlakukan secara tidak adil dan karena itu feminisme hanyalah gerakan yang lahir dari pikiran perempuan.

Penggunaan pertama istilah "feminisme" diperkirakan pada awal abad ke-19. Penyematan istilah ini oleh seorang sosialis, Charles Fourier (1772-1837).

Baca Juga: Luce Irigary (foto: ist)Luce Irigary, Feminisme Teologi dan Dominasi Laki-laki

Pengikut sosialis awal lainnya, Henri de
Saint Simon (1760-1825), memperkenalkan prinsip androgini, yang menurutnya bahwa ada makhluk campuran pria (female) dan wanita (male) pada permulaan sejarah.

Baca Juga: Pertentangan cita-cita antara Islam dan Feminisme (Foto: islami)Wajib Pahami..!! Pertentangan Cita-cita antara Islam dan Feminisme


Kaum Muslim akan merasa geli saat mempelajari bahwa murid-murid Saint-Simon beranjak ke negeri Turki untuk mencari penyelamat perempuan.

Hal itu dilakukannya setelah kehilangan harapan untuk menemukan perempuan yang benar-benar bebas di negeri-negeri Eropa!.

Kaum feminis sosialis menganjurkan
penghapusan pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin tertentu.

Mereka menyerukan kuota di mana setengah dari semua posisi di setiap bidang pekerjaan sudah semestinya diisi oleh perempuan.

Bersama dengan dominasi Marxisme di antara berbagai bentuk sosialisme, feminisme sosialis juga didominasi oleh
feminisme Marxis.

Pertama kali dielaborasi pada tahun
1844 oleh Engels dalam Der Ursprung der Famile (Asal Usul Keluarga).

Di dalam karya itu Engels menuntut penghapusan keluarga, yaitu integrasi seragam atas laki-laki dan perempuan
ke dalam angkatan kerja.

Tidak hanya itu, membesarkan anak-anak secara komunal untuk mencapai kesetaraan di antara semua orang dan mengakhiri dominasi satu orang atas orang lain juga terdapat di dalam karyanya itu.

Meskipun sosialisme telah kehilangan popularitas dalam beberapa tahun terakhir dan Marxisme, khususnya, tampak
berada di ambang kepunahan.

Namun “politik kiri” terus bertahan, bahkan di Amerika, terutama dalam dunia akademik.

Karena kaum kiri akademis juga menyambut feminisme, demikian pula, ide-ide Marxis terus menemukan ekspresi dalam tulisan-tulisan para pemimpin feminis yang penting.

Barangkali pelajaran paling menonjol yang diperbincangkan oleh kaum feminis dari kaum Marxis adalah gaya polemik mereka.

Artikel tentang feminisme, bahkan yang dicetak dalam karya-karya bereputasi seperti Encyclopedia Ethics dan Routledge Ensiklopedia of Philosophy, tidak hanya menggambarkan karya feminis.

Tetapi mereka secara aktif mempromosikan penghapusan peran gender tradisional demi pembebasan perempuan.

Seperti kaum Marxis, kaum feminis juga mengadopsi retorika yang bermuatan ideologis untuk menyatakan analisis dan polemik mereka.

Seringkali bahasa yang digunakan secara langsung terinspirasi dari terminologi Marxis, bahkan ketika Marxisme itu sendiri ditolak secara eksplisit.

Feminis Marxis dan sosialis yang lebih ortodoks berpendapat bahwa penindasan terhadap perempuan berakar pada
sistem kelas.

Dan bahwa sistem tersebut sudah barang tentu mesti dijungkirbalikkan untuk membebaskan perempuan.

Namun, salah satu kritik feminisme atas feminisme Marxis yaitu bahwa laki-laki mengeksploitasi tenaga kerja perempuan
melalui pekerjaan rumah tanpa memandang sistem kelas.

Sehingga analisis kelas tersebut tidak mencukupi dan mesti dilengkapi dengan analisis eksploitasi berdasarkan gender. (*)

Referensi:

1. Feminisme Thought (Rossemary Putnam Tong)
2. The Contemporary Topics of Islam (Muhamad Legenhausen)

Font +
Font -