Payload Logo
l-171320251125184955287.jpg
Dilihat 380 kali

Penulis buku "Marhaenisme, Visi Sosial Indonesia", Izedrik Emira Moeis, saat menggelar peluncuran dan diskusi buku di sebuah kafe di Samarinda, Senin (11/8/2025) malam. (Dok: Ali/katakaltim)|

Gerakan Pemuda Marhaenis Kaltim Gelar Diskusi Menarik, Hadirkan Penulis Buku Izedrik Emira Moeis

Penulis: Ali | Editor: Agu
12 Agustus 2025

SAMARINDA — Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Kalimantan Timur menggelar peluncuran dan diskusi buku "Marhaenisme, Visi Sosialisme Indonesia", di sebuah kafe di Samarinda, Senin (11/8/2025) malam.

Karya menarik itu adalah hasil pikiran dan torehan tangan sosok penting di Kaltim, Izedrik Emira Moeis, yang juga ayah dari Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis.

Acara ini dihadiri para kader GPM, anak-anak muda hingga pegiat pemikiran politik yang ingin memahami lebih dalam ajaran marhaenisme.

Dalam paparannya, Izedrik menjelaskan buku ini ditulis untuk seluruh generasi muda Indonesia, bukan saja untuk anggota GPM.

Agar generasi muda punya pemahaman yang baik tentang konsep marhaen yang digagas oleh Founding Fader bangsa ini, Soekarno.

"Buku ini saya bikin buat seluruh generasi muda bangsa Indonesia. Bukan hanya buat GPM," ujarnya.

Ia menegaskan, tujuan utama penulisan buku ini mengenalkan kembali marhaenisme sebagai akar lahirnya Pancasila, dengan penjelasan sederhana agar mudah dipahami.

"Marhaenisme itu ideologi dan cita-cita untuk memperjuangkan rakyat miskin agar bisa hidup lebih sejahtera, sekaligus menghapus keserakahan kapitalisme," jelasnya.

Menurut Izedrik, marhaenisme merupakan suatu ideologi yang dapat menumbuhkan rasa nasionalisme generasi muda.

Mengingat konsep Marhaen diadopsi Soekarno dari pengamatannya terhadap Indonesia yang kaya akan sumber daya, dan sudah sepatutnya masyarakat Indonesia mengelola dan memperoleh untung dari sumber daya itu.

Diketahui, Marhaen merupakan nama salah seorang petani yang ditemui Soekarno, dimana Soekarno melihat Marhaen yang memiliki tanah dan alat produksi sendiri, kemudian menikmati hasil tanah itu sendiri tanpa harus dikuasai pemodal.

Konsep ini dianggap menjadi pola perjuangan masyarakat kelas bawah untuk melawan kaum feodal yang menguasai tanah dan menindas rakyat kecil.

Izedrik menepis anggapan bahwa marhaenisme diidentikkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Menurutnya, stigma tersebut hanyalah propaganda Orde Baru dan Blok Barat.

"Itu tidak benar sama sekali. PKI enggak pernah ada dalam konteks itu. Propaganda barat, propaganda Orde Baru saja yang membusukkan ajaran Bung Karno," tegasnya. (*)