KUTIM — Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kutai Timur (Kadisdikbud Kutim), Mulyono, menyebut besaran insentif guru sekolah agama dan negeri di Kutim memiliki kesenjangan.
Bahkan, ucap Mulyono, dampak kesenjangan insentif itu menimbulkan kecemburuan antar pengajar.
"Kalau kita berbicara Kutai Timur, memang terjadi kesenjangan bahkan kecemburuan mungkin, terkait besaran insentif baik yang diterima sekolah di bawah Kemenag ataupun Provinsi sekalipun," katanya saat ditemui katakaltim di ruangannya, Rabu (25/9).
Ia menyebut, saat ini pihaknya tengah mengkomunikasikan masalah ini bersama Pemkab Kutim dan juga Pemerintah Provinsi Kaltim. Apakah ada regulasi yang membolehkan atau tidak untuk menaikkan insentif guru.
"Kita sedang berusaha menjajaki terkait adakah aturan yang membolehkan untuk kita memberikan tambahan dan juga kita harus kordinasikan supaya tidak ada ketersinggungan," jelasnya.
Upaya tersebut, tambah Mulyono, merupakan bagian dari perhatian pemerintah bagi kesejahteraan tenaga pendidik di Kutim.
"Bagaimanapun mereka itu kan guru di Kutai Timur, penduduk Kutai Timur, jadi idealnya semua disamakan. Tapi kan ada aturan yang membedakan seperti itu,” tandasnya.
Pun demikian, Disdikbud Kutim tidak tutup mata jika ada sekolah di Kutim yang butuh bantuan sarana prasarana.
“Misalnya ada Madrasah Tsanawiah yang membutuhkan meubeler, pasti kita bantu. Tapi kalau gaji atau insentif kita belum berani, harus dipelajari dulu aturan mainnya seperti apa,” tuturnya.
Lebih lanjut, Mulyono menjelaskan tidak sedikit daerah yang mengalami kesenjangan ini. "Insentif ini kan diberikan sesuai kemampuan daerah, jadi memang tidak jarang menimbulkan kesenjangan dan kecemburuan.”
Untuk insentif guru yang berada di bawah naungan Provinsi Kaltim, seperti SMA, SMK, dan SLB, kurang lebih mendapat insentif sebesar Rp3,8 Juta hingga Rp4 Juta.
“Sementara di kita kan itu bisa Rp6 Juta hingga Rp12 Juta,” pungkasnya. (*)